SUKABUMIUPDATE.com – Aktivitas pabrik pengolahan limbah elektronik milik PT Ilahui Jaya Abadi yang berada di perbatasan Desa Parakanlima dan Kertaraharja, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, dihentikan sementara usai didemo warga pada Kamis (4/9/2025).
Warga menuding pabrik itu mencemari udara dan berdampak buruk bagi kesehatan. Dalam rekaman video yang beredar, tampak sejumlah warga masuk ke dalam area pabrik saat aksi protes berlangsung.
Menurut warga setempat, Manudin atau Pakel (48 tahun), aksi ini bukan kali pertama dilakukan. Sebelumnya, warga sempat memprotes aktivitas pembakaran yang dilakukan pihak pabrik, dan sempat dijanjikan bahwa kegiatan tersebut akan dihentikan.
“Awal di demo dimatikan sebentar pabriknya, bilangnya enggak akan lagi. Saat itu udah akan kami selesaikan masalahnya tapi Pak Lurah nahan dengan aparat, besok aja katanya. Kalau kita kan pengen langsung. Alasannya katanya kasihan pemilik pabrik, saya pikir kenapa bisa begitu sementara ke warga sendiri enggak kasihan,” ungkapnya kepada sukabumiupdate.com, Minggu (7/9/2025).
Namun janji tersebut kembali diingkari. Beberapa hari lalu, aktivitas pembakaran kembali terlihat, sehingga memicu aksi demo lanjutan dari warga.
“Eh pas kemarin pabrik itu bakar lagi tapi enggak parah, di demo lagi sama kami, Kamis 4 September 2025,” katanya.
Baca Juga: 42 Tahun Menjajakan Jamu di Malam Hari, Kisah Abah Sobari dari Cidahu Sukabumi
Pakel menjelaskan, pabrik tersebut membakar bahan PCB (printed circuit board) atau komponen elektronik bekas yang mengandung timah.
“Jadi itu yang dilebur dan dibakar itu bahan PCB, itu semacam komponen untuk laptop, TV, seperti IC begitu kan banyak timah, otomatis ketika pembakaran itu bau kabel banget menyengat lah, kemarin malah semakin besar pabrik itu termasuk kapasitas pembakarannya, pake cerobong, ini, itu,” jelasnya.
Tak hanya soal polusi, warga juga menyoroti masalah ketenagakerjaan di pabrik tersebut. Mereka menilai hak-hak pekerja tidak terpenuhi.
“Banyak lah masalahnya itu pabrik, dia kan PT ya, gaji karyawan itu jauh di bawah UMR, jaminan ketenagakerjaan juga enggak ada, pekerjanya sebagian orang sini, tapi mereka banyak yang keluar karena kecewa. Salah satu karyawan saudara saya keluar kemarin enggak ngerti dengan gajinya,” ungkap Pakel.
Ia menambahkan, pabrik sudah beroperasi lebih dari satu tahun. Namun warga merasa tidak dilibatkan dalam proses perizinan secara transparan.
“Kami udah jengkel, kemarin aparat setempat tutup aja mata, berdirinya pabrik mungkin ada satu tahun lebih, emang sih izin awalnya limbah garment katanya, itu saya mendengar dari kades dan RW,” tambahnya.
Menurut Pakel, warga telah melaporkan keresahan ini ke Polsek setempat pada malam hari setelah aksi demo dilakukan.
“Kami sempat melaporkan hal ini ke Polsek setempat pada Kamis malam (4/9/2025),” kata Pakel.
Baca Juga: Arus Balik Libur Panjang Maulid Nabi, Jalur Sukabumi Menuju Bogor Padat Merayap
Kepala Desa: Rekomendasi Atas Dasar Persetujuan Warga
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Parakanlima, Nirwanda Yamami, membenarkan bahwa pabrik tersebut bergerak di bidang leburan barang elektronik. Ia menjelaskan bahwa pihak desa tidak mengeluarkan izin, melainkan hanya memberikan rekomendasi atas dasar persetujuan warga.
“Iya, itu adalah pabrik leburan semacam barang bekas dari PCB elektronik, memang terkait pabrik tersebut mengapa saya bisa memberikan rekomendasi, karena desa kan tidak ada mengizinkan sebetulnya karena perizinan itu ada di dinas perizinan, desa bisa memberikan rekomendasi itu atas persetujuan dari masyarakat yang ada di Desa Parakanlima, dasarnya itu, baru saya bikinkan supaya bisa ditindaklanjuti ke tingkat yang lebih atas, itu yang belum dipahami,” katanya.
Ia menyebut pabrik berada di perbatasan antara Desa Parakanlima dan Kertaraharja, sehingga koordinasi juga perlu dilakukan dengan desa tetangga.
“Karena pabrik itu adanya di perbatasan antar desa Kertaraharja dan Desa Parakanlima, saya sudah himbau sebetulnya ke pihak PT, bahwasanya di depan bukan desa saya silakan perusahaan yang datang ke sana terkait kesepakatan dengan masyarakat di sana, karena kalau saya takutnya ada kepentingan atau apa saya enggak mau, namun ternyata ini kan belum dijalankan,” ucapnya.
Meski hanya menerima dua aduan resmi, Nirwanda mengakui tetap merespons dengan serius. Ia bahkan sudah turun langsung ke lokasi bersama pihak perusahaan dan masyarakat.
“Pertama saya sudah tegaskan ini masalahnya adalah bau yang menyengat, bau seperti timah gitu, terus pihak perusahaan bilang oke nanti kita pasang sesuai dengan SOP supaya bau tidak menyebar. Kedua ada masyarakat yang datang dari Desa Raharja ke desa saya, kebetulan saya sedang tidak di tempat, diterima oleh staf saya, komplain masalah bau juga, paginya ada orang komplain bersama tetangganya, siangnya saya langsung ke PT, mengecek dan saya panggil yang komplain itu, ternyata saat saya panggil yang komplain itu enggak ada di rumah dan tetangganya pun dipanggil enggak mau,” bebernya.
Baca Juga: Jumlah Domba Mati di Cikidang Sukabumi Bertambah, Jejak Diduga Macan Tutul Ditemukan
Ia juga mengonfirmasi bahwa persoalan ini sempat dibahas di kantor polisi bersama pemilik perusahaan.
“Sempat dibawa ke Polsek semua setelah demo yang baru itu, termasuk dengan owner perusahaan, di sana kita tidak ada kesepakatan. Menurut saya kalau misalkan ini tidak ada kesepakatan, saya sarankan ke PT untuk tidak beroperasi sementara supaya tidak ada konflik,” katanya.
Terkait dokumen izin, Nirwanda kembali menegaskan bahwa desa hanya memberi rekomendasi atas dasar tanda tangan warga.
“Terkait persetujuan masyarakat atau apa bukan saya bela diri, tapi saya hanya menguruskan yang di desa saya, ada persetujuan yang ditandatangani oleh masyarakat Desa Parakanlima. Ya betul, jadi double yang saya tau, dari limbah majun sama PCB itu,” jelasnya.
Pabrik Dihentikan Sementara
Merespons tekanan dari masyarakat, pihak desa akhirnya meminta perusahaan untuk menghentikan aktivitas operasional.
“Sudah, kami sudah menghimbau atau menyarankan supaya diurus izin yang ke Desa Kertaraharja, namun kan tidak ada, jadi yasudah pihak desa memerintahkan kepada perusahaan untuk menutup atau menghentikan operasi. Kalau ditutup tutup aja, kalau memang ini merugikan masyarakat, saya enggak mau walaupun memang menyerap tenaga kerja tapi kan imbasnya membuat orang sakit, enggak mau saya,” tegasnya.
Nirwanda memastikan bahwa saat ini aktivitas pabrik sudah dihentikan sementara.
“Kemarin terakhir pihak perusahaan mengikuti saran desa untuk berhenti sementara, sekarang sudah berhenti sementara semenjak didemo malam itu,” ujar Nirwanda.
Hingga berita ini diterbitkan, Sukabumiupdate.com masih berupaya mengonfirmasi pihak PT Ilahui Jaya Abadi terkait tuntutan dan keluhan warga.