SUKABUMIUPDATE.com - Komika Pandji Pragiwaksono dijatuhkan sanksi adat oleh Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST) imbas dari video yang menyinggung adat masyarakat Toraja.
Meski Pandji Pragiwaksono telah meminta maaf, namun TAST menjatuhkan sanksi adat kepada sang komika berupa kerbau, babi, hingga uang tunai, karena ia diduga telah melecehkan nilai-nilai luhur serta kesakralan budaya Toraja.
Pandji Pragiwaksono berkewajiban untuk mengorbankan 48 ekor kerbau, 48 ekor babi, dan membayar kontribusi sosial senilai Rp2 miliar, sebagai sanksi karena telah menyinggung masyarakat Toraja melalui materi stand up comedy nya.
Mengutip dari Suara.com, Ketua Umum TAST, Benyamin Ranteallo mengatakan bahwa lembaganya memiliki tanggung jawab moral sekaligus hukum adat dalam menjaga martabat, kesucian, dan kehormatan adat Toraja.
Ia menilai, pernyataan Pandji tidak hanya keliru secara fakta, tetapi juga telah melukai perasaan dan harga diri masyarakat adat Toraja di seluruh Nusantara.
"Atas nama Tongkonan Adat Sang Torayan, kami menyampaikan somasi adat kepada Saudara Pandji Pragiwaksono atas pernyataannya yang menyesatkan dan melecehkan kehormatan adat Toraja," ujar Benyamin dikutip dari Suara.com pada Senin, (10/11/2025).
Baca Juga: Dianggap Hina Adat Masyarakat Toraja, Pandji Pragiwaksono Minta Maaf
Dalam potongan video yang beredar di media sosial, Pandji menyinggung tentang tradisi pemakaman di Toraja dengan narasi yang dianggap merendahkan. Ia menyebut bahwa upacara pemakaman di Toraja merupakan pesta mahal yang sering membuat masyarakat jatuh miskin.
Bahkan, ia menyampaikan bahwa karena keterbatasan biaya, sebagian orang Toraja disebut membiarkan jenazah anggota keluarganya berada di ruang tamu hingga mampu membiayai upacara pemakaman.
Pandji juga menambahkan komentar bernada bercanda dengan mengatakan bahwa menonton televisi di ruangan yang ada jenazahnya akan terasa horor, bahkan ketika menonton acara anak-anak seperti Teletubbies.
Bagi masyarakat Toraja, ucapan itu dianggap melecehkan kesakralan adat Rambu Solo’, yaitu upacara pemakaman tradisional yang menjadi simbol penghormatan terakhir kepada leluhur.
Benyamin menjelaskan, Rambu Solo’ bukanlah pesta yang membuang-buang harta, melainkan ritual sakral yang mencerminkan kasih sayang, gotong royong, dan keyakinan terhadap kehidupan setelah kematian. Di dalamnya terkandung nilai sosial dan solidaritas yang kuat antar anggota masyarakat Toraja.
"Upacara Rambu Solo’ adalah bentuk penghormatan terakhir kepada arwah leluhur. Di baliknya ada nilai tolong-menolong antar Tongkonan, serta pembagian rezeki melalui daging kurban yang dibagikan kepada masyarakat sekitar," jelas Benyamin.
Menurutnya, adat Toraja tidak pernah menjadi penyebab kemiskinan masyarakatnya. Justru adatlah yang menjadi penyangga ekonomi sosial karena setiap keluarga yang berduka tidak pernah dibiarkan sendirian. Seluruh rumpun dan kerabat ikut membantu sesuai kemampuan masing-masing.
"Menyebut adat sebagai penyebab kemiskinan adalah bentuk simplifikasi yang dangkal. Keserakahan dan hilangnya makna gotong royonglah yang membuat manusia miskin hati," tegasnya.
Baca Juga: Pandji Pragiwaksono Dipolisikan Imbas Candaan yang Diduga Hina Adat Toraja
TAST menilai, pernyataan Pandji telah menimbulkan luka batin mendalam di kalangan masyarakat adat Toraja. Tindakan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap kehormatan adat, yang wajib dipulihkan melalui sanksi adat berdasarkan asas Tallu Lolona, prinsip keseimbangan antara yang dilanggar dan yang menanggung akibat.
Sesuai hukum adat Toraja yang berlaku di wilayah Tondok Lepongan Bulan, Tanah Matarik Allo, pelanggaran terhadap kesakralan adat wajib ditebus melalui ritual pemulihan adat Ma’Sossoran Rengge’ dan Ma’Rambu Langi’.
Dua ritual ini dianggap penting untuk memulihkan keseimbangan spiritual antara dunia manusia (Lino Tau) dan dunia arwah (Lino to Mate). Sebagai bentuk tanggung jawab, Pandji diwajibkan melaksanakan kedua upacara tersebut sebagai simbol penebusan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap nilai dan norma adat Toraja.
Selain itu, TAST menjatuhkan sanksi materiil adat berdasarkan asas Lolo Patuan, yakni mengorbankan 48 ekor kerbau (24 dikalikan dua) dan 48 ekor babi sebagai bagian dari ritual pemulihan. Persembahan ini dianggap lambang pemulihan keseimbangan kosmos antara manusia dan leluhur.
Tak hanya itu, Pandji juga diwajibkan memberikan kontribusi pemulihan moral dan sosial sebesar Rp. 2 miliar yang akan digunakan untuk kegiatan adat, pendidikan budaya, serta pemulihan simbol-simbol adat Toraja yang dianggap tercemar akibat pernyataannya.
"Sanksi ini bukan bentuk balas dendam, melainkan pemulihan keseimbangan yang telah terganggu. Adat Toraja mengajarkan bahwa setiap pelanggaran terhadap nilai kesucian harus ditebus dengan penghormatan yang setara," tutur Benyamin.
Selain sanksi ritual dan materiil, TAST juga menuntut agar Pandji menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di hadapan Dewan Pimpinan Pusat TAST, disaksikan tokoh adat dan masyarakat Toraja.
Langkah ini dinilai penting untuk menegaskan pemulihan secara spiritual dan sosial atas luka yang telah ditimbulkan. Benyamin berharap, kejadian ini menjadi pelajaran bagi publik untuk lebih berhati-hati dalam berbicara tentang adat dan budaya daerah. Ia menekankan bahwa kekayaan budaya Nusantara seharusnya dirayakan dengan rasa hormat, bukan dijadikan bahan olok-olok.
"Kebudayaan bukan untuk ditertawakan, melainkan untuk dihargai. Adat Toraja adalah warisan luhur yang membentuk jati diri bangsa. Kami berharap ini menjadi momentum bagi siapa pun untuk belajar menghormati perbedaan," tegasnya.
Sumber: Suara.com





