SUKABUMIUPDATE.com - Masyarakat Indonesia kini terbiasa dengan pembayaran digital. Setiap hari, kita tap kartu, scan QRIS, atau transfer saldo lewat ponsel. Coba tengok warung kopi di sudut kota atau pedagang kaki lima di pinggir jalan Ahmad Yani, Sudirman, Bahayangkara, Perintis Kemerdakaan, atau Jalan Siliwangi, mereka kini sudah akrab dengan kode QR di kotak amal atau kasir. Kemudahan ini luar biasa, namun ia menciptakan batas tak terlihat. Di satu sisi, ada jutaan orang di perkotaan yang hidupnya serba cashless.
Di sisi lain, ada jutaan saudara kita di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) yang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan uang tunai, atau bahkan kehilangan transaksi karena sinyal internet yang putus-sambung. Dan di balik kemudahan digital yang kita nikmati, ada PR besar yang harus diselesaikan negara, yakni bagaimana memastikan kemajuan ini adil, aman, dan benar-benar menjangkau semua orang?Jawabannya terangkum dalam dua janji besar dari Rupiah Digital (RD) Bank Indonesia (BI), menjaring yang tercecer dari sistem keuangan dan mendekatkan investasi ke genggaman kita.
Janji #1: Uang yang Tidak Takut Kehilangan Sinyal
Bagi kita, kehilangan sinyal mungkin hanya berarti gagal upload foto. Namun, bagi saudara kita di daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (3T), kehilangan sinyal berarti kehilangan akses ke uang dan ekonomi. Di sinilah r-Rupiah Digital (Ritel) berpotensi menjadi pahlawan.
Baca Juga: Peringatan Dini Tinggi Gelombang di Pesisir Sukabumi dan Cuaca Mingguan Jabar
BI sedang bekerja keras merancang Rupiah Digital agar bisa berfungsi secara offline. Bayangkan sebuah sistem di mana Anda bisa mengirim uang kepada pedagang atau tetangga tanpa harus terhubung ke internet. Ini bukan sihir, tapi inovasi teknologi yang didesain khusus agar uang sah negara tetap bisa beredar, aman, dan tanpa biaya mahal, meskipun Anda berada di puncak gunung atau tengah laut. Rupiah Digital dengan kemampuan offline ini memastikan bahwa inklusi keuangan bukan cuma janji manis di kota besar, melainkan realitas di seluruh pelosok negeri.
Namun, penerapan di desa memiliki dua sisi mata uang yang harus diwaspadai. Di satu sisi, Rupiah Digital bisa menjadi "Katup Pembuka" yang menghubungkan UMKM pedesaan dengan rantai pasok dan pasar daring nasional tanpa harus repot mencari bank terdekat. Di sisi lain, hal ini menuntut literasi digital yang cepat.
Jika masyarakat desa tidak siap, mereka berisiko menjadi sasaran empuk kejahatan siber atau malah semakin tertinggal karena kesulitan mengoperasikan teknologi baru tersebut. Integrasi RD ke ekonomi pedesaan harus berjalan beriringan dengan program edukasi yang masif dan proteksi yang ketat.
BI sedang bekerja keras merancang Rupiah Digital agar bisa berfungsi secara offline. Bayangkan sebuah sistem di mana Anda bisa mengirim uang kepada pedagang atau tetangga tanpa harus terhubung ke internet (Ilustrasi:Canva).
Baca Juga: Ngopi Dulu: Tanda Tangan Gibran, Bentuk Angka 8 dan "Bodyguard" Digital yang Menjamin Keabsahan
Janji #2: Investasi Terbaik Negara yang Kini Bisa Dicicil
Beberapa waktu belakangan, BI mengumumkan rencana besar yang terdengar keren: mereka akan menerbitkan instrumen yang disebut Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Digital dengan dukungan aset negara (Surat Berharga Negara/SBN). Banyak yang menyebutnya "stablecoin versi nasional."
Intinya begini, alih-alih membiarkan aset digital (seperti kripto) yang nilainya naik-turun tak menentu mendominasi, BI menghadirkan aset digital yang nilainya dijamin paling stabil dan kredibel karena didukung oleh obligasi pemerintah. Ini adalah fondasi digital yang super aman untuk pasar uang. Namun, yang paling seru adalah efek domino dari teknologi ini, yaitu tokenisasi.
Tokenisasi memungkinkan aset yang dulunya mahal dan sulit dibeli, kini bisa dipecah menjadi satuan kecil (token) yang terjangkau. Misalnya, SBN (Surat Berharga Negara) yang tadinya hanya bisa dibeli oleh investor kakap dengan modal fantastis, kini bisa dipecah dan ditawarkan kepada investor ritel mungkin Anda atau tetangga Anda dengan harga yang sangat ringan. Rupiah Digital tidak hanya memudahkan kita membeli kopi, tetapi juga memberikan tiket masuk yang adil ke dunia investasi. Ia membangun jembatan digital ganda: menjangkau rakyat di pelosok lewat kemampuan offline, dan menjangkau investor pemula lewat akses investasi yang terjangkau.
Dan semua keajaiban ini dimungkinkan oleh Distributed Ledger Technology (DLT) di balik Rupiah Digital. Teknologi DLT bukan hanya menjanjikan kecepatan transfer, tetapi yang lebih penting, ia menjamin ketertelusuran (transparansi) dan kepercayaan. Ketika Anda bertransaksi offline di desa atau membeli token investasi terkecil, Anda bisa yakin bahwa setiap catatan transaksi itu aman dan tidak dapat dicurangi, karena dilindungi oleh sistem pencatatan terdistribusi yang sangat kokoh. Inilah sinergi sempurna: teknologi canggih dipakai untuk mewujudkan tujuan sosial, yaitu pemerataan dan akses ekonomi yang adil bagi seluruh masyarakat.
***
Informasi mengenai Proyek Garuda dan Rupiah Digital ini bersumber dari dokumen resmi dan pernyataan Bank Indonesia (BI), khususnya:
- White Paper Pengembangan Rupiah Digital (Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Rupiah Digital).
- Laporan Proof of Concept (PoC) Rupiah Digital Tahap Pertama.
- Pernyataan resmi Gubernur BI mengenai pengembangan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Digital dan stablecoin versi nasional.

