1 Dekade Perjanjian Paris Sistem Iklim Global "Menyala Merah" Upaya Masih Tertinggal Jauh!

Sukabumiupdate.com
Selasa 28 Okt 2025, 08:09 WIB
1 Dekade Perjanjian Paris Sistem Iklim Global "Menyala Merah" Upaya Masih Tertinggal Jauh!

Perjanjian Paris memiliki tujuan membatasi pemanasan global hingga maksimal 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. (Foto:Canva)

SUKABUMIUPDATE.com - Sepanjang dekade sejak Perjanjian Paris ditandatangani sebagai tulang punggung aksi iklim global, umat manusia telah mencatat kemajuan yang signifikan. Energi terbarukan menjadi semakin murah dan andal, sementara kendaraan listrik (EV) terus mengalami inovasi dari tahun ke tahun.

Namun, di balik kemajuan tersebut, sebuah peringatan keras dilayangkan. Berdasarkan hampir setiap metrik kunci untuk mengukur kemajuan, dunia masih tertinggal jauh dari jalur yang dibutuhkan untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim. Menurut laporan terbaru yang dirilis oleh koalisi kelompok iklim, waktu untuk memperbaiki keadaan semakin menipis.

Clea Schumer, seorang peneliti di World Resources Institute (WRI), menyatakan dengan tegas, "Semua sistem sedang menyala merah. Tidak diragukan lagi kita sebagian besar melakukan hal yang benar kita hanya tidak bergerak cukup cepat."

Baca Juga: Amankah Menyimpan Kata Sandi di Browser Modern Seperti Google Chrome & Password Manager?

Batu Bara adalah Penghambat Utama yang Masih Memecahkan RekorBatu Bara adalah Penghambat Utama yang Masih Memecahkan Rekor

Target 1,5°C dan Realita Kemajuan yang Melambat

Perjanjian Paris memiliki tujuan ambisius: membatasi pemanasan global hingga maksimal 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Untuk mengukur kemajuan menuju target ini, laporan menganalisis 45 sektor ekonomi dan lingkungan global, mencakup elektrifikasi bangunan, penggunaan batu bara, hingga konsumsi daging global.

Hasilnya sangat memprihatinkan. Tidak satu pun dari 45 indikator yang berhasil berada pada posisi yang diperlukan untuk menjaga dunia tetap pada jalur 1,5°C. Rinciannya lebih suram:

  • Hampir 30 indikator dikategorikan "jauh keluar jalur", yang berarti kemajuannya sangat lambat.
  • Enam indikator dinilai "keluar jalur" ada kemajuan, tetapi tidak cukup cepat.
  • Lima indikator justru bergerak ke "arah yang salah", menunjukkan situasi yang memburuk dan memerlukan perubahan haluan mendesak.
  • Lima indikator lainnya tidak memiliki data yang cukup untuk diukur.

Batu Bara adalah Penghambat Utama yang Masih Memecahkan Rekor

Salah satu titik kritis yang paling konsisten "keluar jalur" adalah upaya global untuk menghapus batu bara sumber emisi gas rumah kaca terbesar. Ironisnya, meskipun pangsa batu bara dalam pembangkit listrik global sedikit menurun, total penggunaannya justru mencapai rekor tertinggi pada tahun lalu. Lonjakan permintaan listrik, terutama dari Tiongkok (China) dan India, menjadi penyebab utama.

Schumer menekankan bahwa jaringan listrik yang masih bergantung pada batu bara memiliki "dampak domino yang sangat besar" terhadap upaya dekarbonisasi di sektor lain, seperti bangunan dan transportasi.

Agar kembali ke jalur yang benar, dunia perlu meningkatkan laju penghapusan batu bara sepuluh kali lipat. Ini berarti menutup lebih dari 360 pembangkit listrik tenaga batu bara berukuran sedang setiap tahun dan membatalkan semua proyek pembangkit batu bara yang masih dalam perencanaan.

Baca Juga: G3 Reuni Tiga Dewa Gitar Balik Kandang Bareng "Crossroads"

Kemunduran ini mengejutkan banyak pihak, termasuk Laurens Speelman dari Rocky Mountain Institute. Menurutnya, pesan bahwa dunia masih belum berada di jalur yang tepat Kemunduran ini mengejutkan banyak pihak, termasuk Laurens Speelman dari Rocky Mountain Institute. Menurutnya, pesan bahwa dunia masih belum berada di jalur yang tepat "sungguh menyadarkan, dan sangat tajam."

"Kita tidak akan membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat jika penggunaan batu bara terus memecahkan rekor," tegas Schumer.

Rachel Cleetus, Direktur Kebijakan Senior untuk Union of Concerned Scientists, menambahkan bahwa penghapusan batu bara juga membawa manfaat kesehatan masyarakat yang besar. Penelitian terbaru memperkirakan bahwa polusi dari pembangkit listrik tenaga batu bara menyebabkan 460.000 kematian di Amerika Serikat antara tahun 1999 dan 2020.

Kemajuan EV Melambat, Satu-Satunya Cerah di Tengah Awan

Bahkan satu-satunya indikator yang sebelumnya "pada jalurnya" dalam laporan 2023, kini mengalami kemunduran. Pangsa kendaraan listrik (EV) dalam penjualan mobil penumpang, yang sebelumnya menjadi titik terang, menunjukkan perlambatan.

Memang, hampir satu dari lima mobil baru yang dibeli pada 2023 adalah EV lonjakan 35% dari tahun sebelumnya dan peningkatan yang sangat pesat dibandingkan masa awal Perjanjian Paris. Namun, meski penjualan EV di Tiongkok masih kuat (mencapai hampir setengah dari pasar), pertumbuhan di pasar seperti Uni Eropa dan AS mulai melambat tahun lalu.

Kemunduran ini mengejutkan banyak pihak, termasuk Laurens Speelman dari Rocky Mountain Institute. Menurutnya, pesan bahwa dunia masih belum berada di jalur yang tepat "sungguh menyadarkan, dan sangat tajam."

Baca Juga: Persib Bandung Berhasil Tembus 5 Besar Super League 2025/2026

EVTiongkok kembali menjadi motor penggerak, dengan menambahkan kapasitas tenaga surya dua kali lipat lebih banyak dibandingkan total kapasitas yang terpasang di seluruh jaringan listrik AS.

Titik Terang Ledakan Tenaga Surya dan Pendanaan Swasta

Di balik laporan yang suram, ada beberapa titik terang yang memberi harapan. Tenaga surya adalah kisah sukses besar, dengan kapasitas terpasang global tahun lalu tumbuh 33%. Tiongkok kembali menjadi motor penggerak, dengan menambahkan kapasitas tenaga surya dua kali lipat lebih banyak dibandingkan total kapasitas yang terpasang di seluruh jaringan listrik AS.

Selain itu, pendanaan iklim dari sektor swasta berupa investasi dari bank, bisnis, dan entitas swasta juga menunjukkan tren yang sangat positif. Pertumbuhannya yang pesat sejak laporan terakhir bahkan membuat peringkatnya naik dari "jauh dari jalur" menjadi "keluar jalur", menunjukkan akselerasi yang menggembirakan.

Sepuluh tahun pasca Perjanjian Paris, laporan ini menjadi pengingat nyata bahwa meski teknologi hijau seperti energi terbarukan dan EV telah matang, transisi global belum terjadi pada kecepatan dan skala yang dibutuhkan. Dunia memiliki solusinya, tetapi sekarang yang dibutuhkan adalah political will dan aksi kolektif yang lebih ambisius dan cepat untuk mematikan "lampu merah" yang berkedip di seluruh sistem iklim kita.

Dan, secara faktual, perubahan iklim telah bergerak melampaui proyeksi ilmiah. Konsentrasi karbon di atmosfer mencapai level tertinggi dalam 2 juta tahun, dengan laju pemanasan global sekarang 0.2°C per dekade. Es Greenland dan Antartika mencair enam kali lebih cepat daripada tahun 1990, mendorong percepatan kenaikan muka air laut yang mengancam wilayah pesisir. Dampaknya sudah terlihat nyata: gelombang panas ekstrem menjadi 5 kali lebih sering, kekeringan parah melanda berbagai benua, dan intensitas badai meningkat secara signifikan. Ilmuwan menegaskan bahwa setiap kenaikan suhu bahkan sepersepuluh derajat akan memperparah konsekuensi ini, menekankan mendesaknya aksi kolektif untuk mengatasi krisis yang sudah berada di depan mata ini.

(Sumber: Laporan Koalisi Kelompok Iklim/World Resources Institute dan Union of Concerned Scientists)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini