SUKABUMIUPDATE.com – Pada 6 September 2025, Stadion Utama Gelora Bung Karno bukan hanya menyaksikan kesuksesan konser Dewa 19 All Stars 2.0, tetapi juga menjadi saksi bisu sebuah sejarah. Di tengah euforia lebih dari 50.000 penonton, tercipta dua momentum abadi, sebuah perayaan musik, dan sebuah triumph diplomasi budaya Indonesia.
Dalam industri musik, terdapat dua fenomena menarik yang seringkali diperbincangkan, yakni daya tarik lintas generasi dan legendaris. Mislnya daya Tarik dari Dewa 19 dan status legendaris Mr. Big yang sangat melekat pada era tertentu bisa jadi topik yang menarik di kalangan pecinta musik.
Perbincangan ini musabab dua pentolan dua band tersebut berada dalam satu panggung pada aksi bermusik yang berbarengan, hal ini menjadi luar biasa sebab Mr.Big adalah musisi internasional yang juga sangat berkibar di masa lampau, akhirnya memunculkan pertanyaan mendasar, seperti apa yang membuat sebuah musik bertahan dalam ingatan, apakah karena kemampuannya menyentuh hati banyak orang atau karena keahlian teknis atau skill musikalitas yang menjadikannya luar biasa?
Dewa 19 Lintas Generasi Berkat Koneksi Emosional
Bagi generasi milenial di Indonesia, karya-karya Dewa 19, khususnya pada era Ahmad Dhani, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari daftar putar dan seringkali diaransemen ulang. Kekuatan Dewa 19 terletak pada kemampuannya menciptakan lagu dengan melodi yang mudah diingat dan lirik yang relatable, mengangkat tema-tema universal seperti cinta, kerinduan, dan dinamika sosial.
Baca Juga: Warisan Abadi Kang Acil Bimbo: Lebih dari Sekadar Musik, Suara Kritik dan Perenungan Lintas Generasi
Menurut seorang kurator musik, Lagu-lagu Dewa seperti Kangen atau Pupus bukan hanya sekadar kumpulan not dan accord. Mereka adalah soundtrack sebuah generasi. Ia menambahkan, "Musik Dewa 19 berhasil merangkul emosi universal dan mengemasnya dalam format rock pop yang mudah dicerna. Inilah kunci 'kelintasan zamannya' sebuah nostalgia yang terus hidup, bukan sekadar kenangan," kata dia.
Mr. Big Legenda "Old School" Berkat Puncak Virtuositas
Di sisi lain, Mr. Big melambangkan sebuah era di mana penguasaan alat musik adalah daya jual utama. Dengan anggota yang terdiri dari para virtuoso seperti Paul Gilbert (gitar) dan Billy Sheehan (bass), band ini adalah simbol dari keterampilan teknis yang sempurna.
"Mendengarkan Mr. Big seperti menyaksikan sebuah masterclass," jelas seorang guru musik di Bandung. "Mereka adalah band para musisi, dihormati, dikagumi, dan dijadikan referensi wajib bagi siapa pun yang ingin mendalami rock teknis."
Namun, di era 90-an, gelombang musik grunge muncul dan menggeser selera pasar. Musik yang lebih "mentah" dan penuh emosi seperti Nirvana dan Pearl Jam mengambil alih, membuat sound rock yang bersih dan teknis ala Mr. Big terasa kurang relevan. Kondisi ini membuat Mr. Big lebih terikat dengan era spesifiknya.
Baca Juga: Efek Rumah Kaca : Ketika Musik Menjadi Alat Perlawanan dan Ketidakadilan
Mengulik Diskografi Emas Mr. Big
Diskografi Mr. Big adalah bukti nyata dari perjalanan mereka yang berfokus pada virtuositas. Album studio kedua mereka, Lean into It (1991), bisa dibilang menjadi puncak komersial mereka. Album ini melahirkan hits global seperti balada akustik yang menduduki puncak tangga lagu, To Be with You, dan lagu rock cepat Daddy, Brother, Lover, Little Boy, yang menampilkan solo bor listrik ikonik dari Billy Sheehan dan Paul Gilbert. Album ini menampilkan perpaduan sempurna antara skill teknis yang memukau dan melodi yang kuat, menjadikannya sebuah mahakarya.
Setelah kesuksesan besar tersebut, Mr. Big terus bereksperimen. Album mereka, Bump Ahead (1993), menyajikan sound yang sedikit lebih berat, dengan lagu-lagu seperti Colorado Bulldog yang menjadi favorit para penggemar. Meskipun tidak mencapai kesuksesan komersial sebesar pendahulunya, album ini tetap menunjukkan komitmen mereka pada eksplorasi musikal. Album-album selanjutnya, seperti Hey Man (1996), terus memperlihatkan evolusi musikal mereka, menjauh dari formula yang sudah ada, namun tetap memegang teguh identitas teknis mereka.
Debat Klasik yang Tak Pernah Usai
Perbandingan kedua band ini akhirnya membawa kita pada perdebatan klasik di dunia seni, manakah yang lebih penting untuk menciptakan musik yang tak lekang oleh waktu, keahlian teknis yang luar biasa atau kemampuan menulis lagu yang menyentuh hati? Mr. Big unggul dalam penguasaan instrumen, sementara Dewa 19 unggul dalam penguasaan emosi.
Pada akhirnya, kedua band ini memiliki tempat dan warisannya masing-masing. Dewa 19 dikenang sebagai bagian dari identitas budaya pop Indonesia yang terus hidup, sementara Mr. Big dikenang dengan penuh hormat sebagai raksasa teknis dari sebuah era keemasan rock.