Hari Jomblo Sedunia Tidak Hanya bermigrasi ke luar Tiongkok, Tapi Bermigrasi dari Hati ke Dompet

Sukabumiupdate.com
Selasa 11 Nov 2025, 18:50 WIB
Hari Jomblo Sedunia Tidak Hanya bermigrasi ke luar Tiongkok, Tapi Bermigrasi dari Hati ke Dompet

Saat kita membahas fenomena Hari Jomblo atau Singles' Day, pertanyaannya selalu kembali ke inti, mengapa hari ini ada dan mengapa ia kini menjadi sangat penting? (Foto:Canva)

SUKABUMIUPDATERCOM - Saat kita membahas fenomena Hari Jomblo atau Singles' Day, pertanyaannya selalu kembali ke inti, mengapa hari ini ada dan mengapa ia kini menjadi sangat penting? Untuk siapa? Penting atau tidak? Dan, usut punya usut, apa yang bermula sebagai upaya perlawanan budaya oleh sekelompok mahasiswa di Tiongkok pada tahun 1990-an karena angka "1" melambangkan individu lajang yang berdiri sendiri telah mengalami transformasi dramatis dari perayaan self-love menjadi mesin ekonomi global, yang kini dikenal sebagai "Double 11", festival belanja online terbesar di dunia yang total penjualannya melampaui gabungan Black Friday dan Cyber Monday.

Awalnya, Hari Jomblo Sedunia (Singles' Day) lahir dari sebuah perlawanan budaya dan anti-establishment di kalangan mahasiswa di Universitas Nanjing, Tiongkok, pada tahun 1990-an. Tanggal 11 November (11/11) sengaja dipilih karena angka "1" secara visual melambangkan individu lajang yang berdiri sendiri; empat angka "1" yang berjajar (Double 11) dianggap sempurna untuk merepresentasikan sekelompok individu lajang. Dikenal sebagai Bachelor's Day, perayaan ini adalah respons yang lucu namun sarkastik terhadap tekanan sosial Tiongkok yang kuat untuk segera menikah.

Makna utamanya adalah untuk merayakan kesendirian, kemandirian, dan self-love, berfungsi sebagai cara bagi para lajang untuk menyalurkan humor, merayakan status mereka sendiri, dan menjauhkan diri dari stigma kesendirian.

Baca Juga: Roberto Mancini Selangkah Lagi Menukangi Tim Liga Qatar, Al Sadd

Namun, makna filosofis dan budaya yang murni tersebut mengalami migrasi yang dramatis seiring berjalannya waktu. Hari Jomblo tidak hanya bermigrasi ke luar Tiongkok, tetapi juga bermigrasi dari hati ke dompet. Pada tahun 2009, perusahaan e-commerce raksasa Tiongkok, Alibaba Group, mengubahnya menjadi festival belanja online 24 jam dengan diskon besar-besaran, secara efektif mengubah self-love menjadi konsumsi. Akibatnya, perayaan tersebut kini telah bertransformasi menjadi "Double 11", yaitu festival belanja online terbesar di dunia, sebuah mesin uang yang secara konsisten melampaui total penjualan dari Black Friday dan Cyber Monday.

Makna Inti Apresiasi dan Validasi Diri

Di luar sejarahnya, makna utama Hari Jomblo adalah untuk merayakan status lajang sebagai sebuah pilihan hidup yang positif, sadar, dan bukan sebagai kekurangan. Tujuan inti dari perayaan ini adalah untuk menghargai kemandirian, kebebasan, dan harga diri individu. Hari Jomblo mendorong konsep self-love, memotivasi orang yang lajang untuk memanjakan diri sendiri, seperti membeli hadiah untuk diri sendiri, menikmati waktu berkualitas sendirian, atau berkumpul dan bersenang-senang dengan teman sesama lajang. Ini adalah hari untuk memvalidasi bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak harus bergantung pada memiliki pasangan romantis.

Transformasi Menuju Festival Belanja Global

Titik balik utama dan penyebab migrasi Singles' Day ke ranah global terjadi pada tahun 2009, ketika perusahaan e-commerce raksasa Tiongkok, Alibaba Group, melihat peluang pasar yang besar pada tanggal unik 11/11 ini. Alibaba secara cerdik mengubah makna self-love menjadi konsumerisme, memposisikan hari itu sebagai festival belanja online 24 jam dengan diskon besar-besaran untuk mendorong konsumen "memberi hadiah untuk diri sendiri." Intervensi ini berhasil luar biasa dan mengubah 11.11 dari sebuah perayaan kampus yang niche menjadi mesin ekonomi global.

Dominasi Komersial dan Dampak Global

Sejak campur tangan komersial tersebut, Singles' Day telah bertransformasi sepenuhnya menjadi acara belanja online terbesar di dunia, secara konsisten menghasilkan total penjualan yang jauh melampaui gabungan Black Friday dan Cyber Monday di Amerika Serikat. Keberhasilannya didorong oleh strategi marketing yang cerdas, termasuk flash sale 24 jam dan acara hiburan besar yang mendorong urgensi belanja. Dengan ekspansi Alibaba Group ke pasar internasional, terutama di Asia Tenggara, festival ini telah bermigrasi dan diadaptasi oleh marketplace di berbagai negara. Oleh karena itu, Hari Jomblo kini eksis dalam dua wajah: secara historis, ia adalah perayaan kemandirian individu lajang; secara modern, ia adalah festival belanja global yang sangat besar.

Baca Juga: Dari Garasi ke Panggung Dunia! Film-Film Wajib Tonton buat Kamu Calon Anak Band Keren

Hari Jomblo tidak hanya bermigrasi ke luar Tiongkok, tetapi juga bermigrasi dari hati ke dompet.Hari Jomblo tidak hanya bermigrasi ke luar Tiongkok, tetapi juga bermigrasi dari hati ke dompet (Foto: Canva).

Bagaimana transformasi ini terjadi? Jawabannya terletak pada campur tangan cerdas dan agresif dari marketplace raksasa Tiongkok.

Angka Tunggal Melawan Stigma (Asal-Usul Budaya)

Akar dari 11/11 adalah murni kultural. Di Tiongkok, tekanan sosial untuk menikah dan memiliki anak sangat kuat. Hari Jomblo berfungsi sebagai katarsis, memberikan ruang bagi para lajang untuk merasa divalidasi.

Aktivitas awalnya sederhana: makan bersama, karaoke, atau blind date yang diselenggarakan secara spontan. Hari itu adalah penegasan: "Status lajang saya adalah pilihan yang valid dan membahagiakan." Hari itu milik individu, bukan milik perusahaan.

Intervensi Marketplace: Revolusi E-Commerce Alibaba

Perjalanan 11/11 menuju dominasi global dimulai pada tahun 2009 berkat visi ambisius Alibaba Group di bawah Jack Ma. Alibaba melihat celah pasar: jutaan lajang Tiongkok yang memiliki daya beli tinggi dan ingin "memanjakan diri" mereka. Alih-alih merayakan kesendirian dengan refleksi diri, Alibaba menggeser narasi menjadi: "Hadiahi diri Anda sendiri melalui konsumsi."

Strategi Kunci yang Mengubah Segalanya:

  • Penciptaan Urgensi 24 Jam: Dengan membatasi diskon dan promosi hanya dalam 24 jam, Alibaba menciptakan urgensi ekstrem Fear Of Missing Out (FOMO). Strategi ini memastikan pembeli bertindak cepat dan impulsif.
  • Logistik dan Teknologi Massa: Alibaba berinvestasi besar-besaran pada sistem pembayaran (Alipay) dan jaringan logistik (Cainiao) untuk meyakinkan konsumen bahwa mereka mampu menangani miliaran paket dan transaksi yang terjadi dalam waktu singkat.
  • Shoppertainment dan Gala Akbar: Setiap tahun, 11/11 didahului oleh Gala Akbar Live yang menampilkan bintang-bintang internasional. Acara ini bukan hanya hiburan, tetapi juga platform untuk merilis kode diskon dan flash sale secara real-time, mengubah belanja menjadi pengalaman streaming yang wajib ditonton.

Baca Juga: Bukan Cuma Seblak, Ini Deretan Makanan Khas Sunda yang Pas Dimakan Saat Hujan

Strategi ini berhasil luar biasa. Pada gelaran terakhir, Alibaba mengumumkan bahwa festival 11/11 menghasilkan total penjualan (GMV) yang diperkirakan mencapai lebih dari $70 miliar, menjadikannya fenomena ekonomi tunggal terbesar di dunia.

Migrasi dan Dominasi Diskon (Era Pasca-2016)

Seperti yang kita bahas dalam obrolan, migrasi Singles' Day ke luar Tiongkok mulai intensif sekitar tahun 2016, ditandai dengan akuisisi mayoritas saham Lazada oleh Alibaba.

Di Asia Tenggara, marketplace membawa rencana induk 11/11 Hari Jomblo secara cepat menjadi Hari Diskon 11.11, sebuah tanggal wajib yang berjuang menyaingi (atau melengkapi) Harbolnas. Makna "jomblo" secara praktis hilang, yang tersisa adalah diskon besar dan kode voucher empat digit yang kuat secara marketing.

Kisah Hari Jomblo adalah sebuah studi kasus menarik tentang bagaimana pasar dapat menyerap dan merekayasa ulang tradisi budaya. Di satu sisi, ini adalah kemenangan besar bagi ekonomi digital global. Di sisi lain, ini adalah pengikisan makna: self-love diukur bukan lagi melalui penerimaan diri, tetapi melalui barang yang dibeli dengan harga diskon. Hari Jomblo tetaplah hari untuk menghargai diri sendiri. Namun, berkat marketplace, alat apresiasi diri tersebut kini hadir dalam bentuk notifikasi diskon yang bersaing sengit di ponsel kita pada tanggal 11 November setiap tahun.

Baca Juga: Meninggal Dunia, Pelajar SMP Kecelakaan di Jalan Raya Tegalbuleud Sukabumi

Kisah transformasi Hari Jomblo atau Singles' Day dari perayaan anti-establishment menjadi fenomena belanja "Double 11" adalah studi kasus yang mendalam tentang bagaimana setiap peristiwa budaya di era modern rentan diadaptasi oleh pasar. Ia menunjukkan fakta bahwa di masa kini, hampir tidak ada lagi hari perayaan baik yang berakar pada sejarah, agama, maupun status sosial yang luput dari campur tangan komersial.

Dalam konteks 11/11, makna self-love dan kemandirian telah diinternalisasi oleh e-commerce, di mana harga diri kini diukur melalui kemampuan untuk mengonsumsi barang dengan diskon terbaik. Fenomena ini menjadi pengingat reflektif bahwa di tengah budaya serba cepat yang didorong oleh marketplace, garis antara perayaan emosional dan keuntungan ekonomi telah kabur, menjadikan setiap tanggal penting dalam kalender sebagai target marketing yang potensial.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini