SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Sukabumi, Dadeng Nazarudin, mengusulkan Pemerintah Kabupaten Sukabumi kembali memberlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk 2026. Skema ini pernah digunakan oleh Kabupaten Sukabumi seperti tahun-tahun sebelum sistem upah yang langsung ditentukan oleh pemerintah pusat.
Usulan tersebut disampaikan Dadeng saat menghadiri kegiatan Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit di Pendopo Sukabumi beberapa waktu lalu. Ia menilai, skema penentuan upah selama beberapa tahun terakhir cenderung terpusat di pemerintah pusat.
“Beberapa tahun belakangan ini, penentuan UMP dan UMK ditentukan langsung oleh Kementerian Ketenagakerjaan, bahkan untuk upah tahun 2025 ditetapkan langsung oleh Presiden,” kata Dadeng, Minggu (2/11/2025).
Baca Juga: Terombang Ambing Ombak Besar, Mayat Tanpa Busana di Muara Cibuni Tegalbuleud Sukabumi
Menurutnya, pemberlakuan kembali UMSK akan memberikan rasa keadilan yang lebih proporsional, karena besaran upah ditentukan berdasarkan kemampuan perusahaan di masing-masing sektor industri.
“Dengan diberlakukannya UMSK, upah akan jauh lebih adil karena disesuaikan dengan kemampuan perusahaan di sektor tersebut,” ujarnya.
Dadeng menilai beberapa sektor di Kabupaten Sukabumi layak untuk kembali diberlakukan UMSK. Di antaranya sektor industri minuman seperti air minum dalam kemasan (AMDK), susu, dan suplemen. Selain itu, sektor sepatu, pertambangan, dan energi juga dinilai potensial untuk masuk dalam skema upah sektoral.
Baca Juga: Saat Ulama dan Pendeta Duduk Bareng, Cicurug Sukabumi Tunjukan Hangatnya Toleransi
Ia menjelaskan, sejak UMSK tidak lagi diberlakukan, banyak pekerja di perusahaan besar yang justru tidak merasakan peningkatan kesejahteraan karena upah mereka hanya mengikuti batas minimum kabupaten.
“Karena batasan minimalnya UMK, maka karyawan di perusahaan-perusahaan besar terhambat kesejahteraannya. Padahal UMSK seharusnya lebih besar dari UMK,” jelasnya.
Menurut Dadeng, tidak ada ketentuan mengenai nilai besarannya dalam skema UMSK, hanya saja harus lebih besar dari nilai UMK yang telah ditetapkan nanti. “UMK sekarang itu Rp 3,6 jt nanti akhir bulan November ini harus sudah di tetapkan nilai UMK 2026, jd nilai UMSK tahun 2026 itu harus lebih besar dari UMK 2026,” tegasnya.
Baca Juga: TOP BGT! Pelajar Sukabumi Selamatkan Wisatawan Tenggelam di Muara Cipamarangan Minajaya
“Biasanya serikat yang ada di sektor tersebut akan mengajukan angka yang hitungannya mereka olah sendiri, misalkan berpatokan pada nilai KHL (kebutuhan Hidup Layak) atau berdasarkan kenaikan inflasi plus PDB. Banyak rumus yang akan digunakan untuk kenaikan upah,” sambung Dadeng.
Untuk saat ini, lanjut Dadeng serikat-serikat belum memunculkan angka pengajuan, masih mengolah angka kira-kira berapa yang akan diajukan atau pake rumusan apa untuk mendapatkan nilai upah yg akan diajukan. “Dan kita masih melobi semua pihak untuk sepakat memunculkan upah sektor, termasuk unsur pemerintahnya,” pungkasnya.
Terkait pertemuan Tripartit yang dipimpin langsung oleh Bupati Sukabumi Asep Japar di akhir November 2025, Dadeng menyebut hal itu menjadi momentum penting setelah sekian lama tidak ada dialog terbuka antara pemerintah daerah dan elemen buruh.
Baca Juga: Kidung Sunda Pusara Cinta, Ambisi Politik, dan Tragedi Lapangan Bubat
“Pertemuan kemarin bersama Bupati adalah harapan besar, karena sebelumnya Bupati tidak pernah mengadakan dialog langsung, padahal beliau adalah ketua LKS Tripartit,” ujarnya.
Ia menilai, pertemuan seperti itu perlu dijadikan agenda rutin agar kebijakan di bidang ketenagakerjaan bisa dirumuskan bersama dan lebih responsif terhadap kondisi di lapangan.
“Dengan adanya dialog seperti kemarin, Bupati sebagai pimpinan tertinggi di wilayah kabupaten bisa mendengar dan mengetahui langsung kondisi ketenagakerjaan. Begitu juga kami dari unsur buruh bisa menyampaikan keluhan dan harapan. Semoga pertemuan seperti ini bisa dilaksanakan rutin setidaknya tiga bulan sekali,” pungkasnya.



