SUKABUMIUPDATE.com - Ancaman kerusakan lingkungan di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat memasuki fase kritis. Hal itu disampaikan Anggota DPRD Jawa Barat Fraksi PKB, Hasim Adnan, saat mendampingi kunjungan Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar di Kecamatan Cisolok, Kamis (27/11/2025).
Anggota DPRD Jawa Barat Fraksi PKB, Hasim Adnan, yang hadir dalam rombongan, menilai langkah cepat pemerintah pusat menunjukkan perhatian nyata terhadap warga terdampak bencana.
"Sangat luar biasa dari pak menteri terkait warga yang terdampak bencana, dan alhamdulillah pada kesempatan yang bahagia ini pak Gus Menko akan memberikan sumbangan beberapa rumah, kalau tidak salah 10 KK yang akan direlokasi. Saya rasa ini bukti kongkrit responnya pemerintah pusat dalam hal ini atas instruksi pak presiden," ujar Hasim.
Baca Juga: Jalil Abdillah Soal Rencana Pabrik Obat di Cibadak Sukabumi: Soroti Konsistensi Aturan Tata Ruang
Ia menilai hadirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Pengetahuan Tradisional dalam Perlindungan Kawasan Sumber Air atau Perda Patanjala menjadi tonggak penting bagi perbaikan tata kelola lingkungan di Kabupaten Sukabumi.
"Tentu harapannya ke depan tidak ada lagi longsor dan alhamdulillah di Kabupaten Sukabumi sudah hadir Perda Lingkungan, Perda Patanjala. Regulasi ini saya kira akan berupaya merevitalisasi atau memulihkan kembali kerusakan alam yang terjadi di beberapa titik sehingga menyebabkan banyak bencana," tegasnya.
Hasim menekankan Perda Patanjala wajib menjadi acuan semua pihak -pemerintah kabupaten, provinsi, pusat, sampai masyarakat untuk berhenti merusak alam. Ketika ditanya soal aktivitas pertambangan yang turut memperparah kondisi lingkungan.
Baca Juga: Cegah Lonjakan Kemiskinan, Menko PBMD Bicara Dampak Sosial Bencana di Cisolok Sukabumi
"Saya kira sekarang ada Perda Patanjala itu semua pihak harus menahan diri untuk tidak merusak alam sebenarnya. Perda ini memungkinkan pemerintah kabupaten, DPRD, semua stakeholder itu berupaya kembali ke alam untuk menata ulang dan memberikan respon serta tindakan konkret mencegah kerusakan alam yang lebih besar," kata dia.
Hasim juga mengungkap kondisi kritis tata ruang di Sukabumi akibat menyusutnya kawasan hutan lindung. "Hutan lindung di Kabupaten Sukabumi itu menyisakan tinggal 12 persen. Itu juga menjadi penyebab defisit terhadap tata ruang kita sehingga rentan terhadap bencana," ujarnya.
Menurutnya, data tahun lalu menunjukkan betapa genting situasi lingkungan di Sukabumi. "Dari 47 kecamatan, yang terdampak musibah itu ada di 39 kecamatan. Artinya hampir 87 persen kecamatan di Kabupaten Sukabumi terdampak kerusakan alam. Itu pertanda sudah sangat parah," tegas Hasim.
Baca Juga: PP Muhammadiyah Tegaskan Berdiri Bersama Korban dalam Kasus Dugaan Asusila di Surade Sukabumi
"Dengan adanya Perda Patanjala ini dalam waktu 2-3 tahun kedepan kita akan melihat bencana tidak akan lagi separah yang tahun tahun sebelumnya," jelasnya.
Sementara itu di tempat yang sama, Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Komisi II Fraksi PKB, Bayu Permana, menyampaikan bahwa Perda Patanjala bukan mengedepankan sanksi pidana, melainkan penguatan pemahaman masyarakat terhadap fungsi kawasan kehutanan.
"Jadi kebijakan tata kelola kehutanan di negara kita itu, itu dibagi tiga, ada hutan produksi, ada hutan lindung, dan hutan konservasi. Segala kegiatan budidaya, tambang, pertanian dan lain sebagainya selama itu dilaksanakan di hutan produksi itu tidak masalah. Tapi yang jadi masalah itu ketika merambah ke hutan lindung dan hutan konservasi. Itu sudah ada di Permen Kehutanan kita," jelasnya.
Baca Juga: Kereta Wisata Jaka Lalana Meluncur, Ini Respon Wali Kota Sukabumi dan Bupati Cianjur
Ia menegaskan bahwa masalah utama bukan pada kurangnya regulasi, melainkan minimnya pemahaman masyarakat dan pemerintah terhadap status kawasan hutan. Karena itu, Perda Patanjala hadir dengan pendekatan berbeda.
"Pendekatannya tidak dengan pendekatan yuridis formal, tapi pakai pendekatan nilai-nilai kebudayaan. Dalam kebudayaan kita sejak abad ke-13 sudah dikenal pembagian wilayah: Leuweung Larangan (konservasi), Leuweung Tutupan (lindung), dan Leuweung Baladahan (produksi)," ucap Bayu.
Perda Patanjala, lanjut Bayu, bertujuan menumbuhkan kembali kesadaran kolektif bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab negara. "Masyarakat secara individu bisa mengambil bagian bagaimana mereka bisa menjaga pola relasi dan hubungan dengan sekitarnya," tambahnya.






