SUKABUMIUPDATE.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemerintah Kabupaten Sukabumi akhirnya menyepakati dan menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelestarian Pengetahuan Tradisional dalam Pelindungan Kawasan Sumber Air atau Patanjala menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Penetapan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPRD Kabupaten Sukabumi di ruang sidang utama, Rabu (12/11/2025), yang turut dihadiri Bupati Sukabumi Asep Japar dan Wakil Bupati Andreas.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Sukabumi, Bayu Permana, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam proses penyusunan hingga penetapan Perda Patanjala.
Baca Juga: Resmi Ditetapkan, Ini Daftar 13 Raperda yang Akan Dibahas DPRD dan Pemkab Sukabumi di 2026
“Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pembentukan Perda Patanjala ini. Haturnuhun ka bagian hukum Setda, DLH, DPTR, Bapelitbangda, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, juga wabil khusus pimpinan dan anggota Bapemperda serta tim persidangan dan tim naskah akademik yang telah membersamai perjalanan pembentukan perda ini,” ujar Bayu.
Bayu menuturkan, meski di awal banyak pihak yang meragukan, namun dengan keyakinan dan kerja keras bersama, akhirnya perda ini dapat ditetapkan. Ia berharap hasil kerja tersebut menjadi catatan kebaikan bagi semua pihak yang terlibat.
Lebih lanjut, Bayu menjelaskan tiga alasan utama mengapa Perda Patanjala harus menjadi prioritas implementasi. Pertama, untuk mendukung target pencapaian visi dan misi Kabupaten Sukabumi Mubarokah, yaitu maju, unggul, berbudaya, dan berkah.
Menurutnya, Perda Patanjala menjadi langkah nyata dalam mewujudkan dua indikator penting dari visi tersebut, yakni Indeks Pemajuan Kebudayaan dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
“Urusan kebudayaan dan lingkungan hidup itu seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Semua kebudayaan yang ada dihasilkan dari proses interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya,” tegasnya.
“Kabupaten Sukabumi mustahil bisa mewujudkan masyarakat yang Mubarokah jika kebudayaan dan lingkungan hidup diabaikan,” sambung Bayu.
Bayu juga menyoroti fakta kondisi Sukabumi yang kini memiliki risiko bencana tinggi akibat kerusakan tata ruang dan menurunnya kualitas lingkungan. Ia mencontohkan fenomena kawasan lindung yang berubah fungsi menjadi permukiman dan sumber air yang tidak lagi terawat.
Ia menegaskan, Perda Patanjala bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan melalui pendekatan kebudayaan atau pengetahuan tradisional.
Alasan kedua, lanjut Bayu, berkaitan dengan target pencapaian RPJMD tahap pertama. Berdasarkan data, luas kawasan lindung di Sukabumi hanya 12% dengan kawasan perlindungan setempat 0,8%, jauh di bawah ideal untuk menopang kawasan budidaya seluas 88%.
“Pembangunan harus berimbang. Pemerintah tidak hanya menjamin kesejahteraan warga hari ini, tapi juga keselamatan generasi mendatang,” ujarnya, mengutip falsafah Sunda: 'Dinu kiwari ngancik nu bihari, seja ayeuna sampereun jaga'-apa yang dilakukan hari ini adalah warisan untuk masa depan.
Alasan ketiga, Bayu menekankan pentingnya mengembalikan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup pada nilai-nilai kebudayaan Sunda, sebagaimana pernah ditegaskan Gubernur Jawa Barat KDM.
“Kerusakan di darat dan laut itu akibat ulah tangan manusia. Maka setiap bencana adalah peringatan agar kita kembali pada hukum alam dan fitrah yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta,” ujarnya, mengutip ayat Al-Qur’an.
Menurut Bayu, pengetahuan tradisional Patanjala menggambarkan tatanan alam ideal yang diwariskan leluhur: gunung dijaga, gawir ditanami, sumber air dirawat, sawah dipelihara, sungai dan pesisir dilestarikan. Nilai-nilai tersebut, kata dia, bukan hanya filosofi tetapi juga sistem tata ruang yang selaras dengan keseimbangan alam.
“Hari ini Patanjala ditetapkan menjadi regulasi, dan itu sejalan dengan sejarah, konsep Patanjala dalam Naskah Amanat Galunggung yang ditulis pada abad ke-13 oleh Prabu Darmasiksa, raja Sunda hingga masa Prabu Siliwangi di Kerajaan Pakuan Pajajaran,” tutur Bayu.
Ia berharap di tahun 2026, Bupati Sukabumi segera menindaklanjuti dengan peraturan bupati sebagai turunan pelaksanaan Perda Patanjala.
“Semoga ikhtiar ini berada dalam ridha Allah SWT untuk mewujudkan Sukabumi yang Mubarokah, Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja,” pungkasnya. (adv)




