Pakar IPB Soroti Pembongkaran Karang di Pantai Minajaya, “Jangan Jalankan Proyek Tanpa Izin”

Sukabumiupdate.com
Senin 10 Nov 2025, 21:55 WIB
Pakar IPB Soroti Pembongkaran Karang di Pantai Minajaya, “Jangan Jalankan Proyek Tanpa Izin”

Pakar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB University, Aceng Hidayat. (Sumber : SU/Turangga Anom).

SUKABUMIUPDATE.com - Polemik proyek tambak udang di Pantai Minajaya, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, kembali mencuri perhatian publik. Setelah warga memprotes keberadaan alat berat yang membongkar hamparan karang di pesisir pantai, kini akademisi dari IPB University menyoroti persoalan ini dari sisi izin dan kelestarian ekosistem laut.

Pakar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB University, Aceng Hidayat, menilai pentingnya kejelasan status karang yang terdampak dalam aktivitas proyek tersebut. Ia menegaskan bahwa perbedaan antara karang hidup dan karang mati memiliki implikasi besar terhadap izin dan legalitas proyek.

“Masalah karang ini perlu dipastikan lagi apakah ini karang hidup atau karang mati. Kalau misalnya katakanlah ini karang hidup maka perlu izin, bolehkah misalkan mengembangkan sebuah tambak di kawasan yang karangnya masih hidup? Mestinya kalau katakanlah karangnya masih hidup itu tidak boleh, karena karang itu kan bagian dari ekosistem yang dilindungi walaupun jika itu belum masuk dalam kawasan konservasi,” ungkapnya saat dikonfirmasi Sukabumiupdate.com, Senin (10/11/2025).

Baca Juga: Soal Isu Pengusiran Agus Tunanetra, Kades Bangbayang Sukabumi: Itu Cuma Salah Paham

Menurut Aceng, baik pemanfaatan karang hidup maupun karang mati tetap memerlukan izin resmi. Ia menekankan bahwa setiap aktivitas proyek harus mengacu pada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang sah, serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasannya. “Dalam hal ini baik karang hidup maupun karang mati izin pemanfaatan perlu ada. Prinsipnya adalah izin. Izin itu mempertimbangkan banyak hal termasuk Amdal di situ. Ketika kemudian Amdalnya sudah keluar maka aktivitasnya pun harus mengacu pada Amdal yang berlaku. Masyarakat sekitar pun berhak mengetahui Amdalnya, bahkan bila perlu melakukan pengawasan terhadap dampak lingkungannya,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa proyek tambak udang di Minajaya perlu dipastikan tidak berada di kawasan konservasi laut. Sebab, karang merupakan bagian penting dari ekosistem pesisir yang menjadi habitat alami ikan dan biota laut lainnya. “Perlu dipastikan dulu bahwa di situ bukan kawasan konservasi. Kalau itu kawasan konservasi kemungkinan enggak bakal keluar itu izinnya. Jangan salah, karang itu kan sebagai habitat alami laut yang sangat penting bagi ekosistem perikanan ikan demersal, perikanan tradisional di sana. Dan jika itu bukan kawasan konservasi namun karangnya memiliki peran penting untuk ekosistem perikanan dan ikannya pun penting untuk nelayan di sana, maka ini perlu dipertimbangkan untuk tidak dikeluarkan izinnya kalau itu masih karang hidup,” ujar Aceng.

Lebih jauh, ia menyoroti persoalan kepatuhan terhadap prosedur perizinan sebelum proyek berjalan. Aceng menegaskan bahwa kegiatan apapun yang berdampak pada lingkungan harus dimulai setelah seluruh izin lengkap dan sah secara hukum. “Ya enggak boleh dong, izin itu kan prasyarat suatu kegiatan. Artinya bahwa semua kegiatan proyek itu perlu diawali dengan izin, harus tertib izinnya. Penuhi dulu itu baru dimulai. Katakanlah kegiatan tahap proyek land clearing, penggalian, atau pra-konstruksi itu jangan dimulai sebelum ada izin,” jelasnya.

Baca Juga: Karamnya Kapal Minajaya, Sisa Mesin Jadi Sejarah Wisata Ikonik di Selatan Sukabumi

Terkait langkah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat yang telah menghentikan sementara aktivitas proyek tambak udang di Minajaya, Aceng menilai keputusan itu jangan hanya bersifat reaktif atau sebatas meredam amarah publik.

“Jangan sampai menyetop sementara itu hanya untuk meredam amarah masyarakat. Intinya bukan menyetop sementara atau tidak, tapi bereskan dulu perizinannya. Dan masyarakat mengawasi itu, dan perusahaan itu wajib untuk menyampaikan atau membuka dokumen itu kepada masyarakat. Kan semacam informasi publik, masyarakat harus tahu mana izin Amdalnya, izin prinsipnya, izin usahanya, izin pemanfaatan. Jangan sampai nanti dijalankan dulu proyeknya baru izin belakangan, enggak boleh itu, itu petakompli namanya memaksakan untuk mengizinkan,” paparnya.

Aceng pun mengingatkan agar penghentian sementara tersebut tidak dijadikan celah untuk melanjutkan proyek di bawah meja. “Ini bukan untuk sementara atau selamanya ya, jangan sampai sekarang dihentikan sementara lalu diam-diam dijalankan lagi,” tegasnya.

Menutup pandangannya, ia mengungkapkan keprihatinan atas terulangnya kasus serupa di berbagai daerah. “Ini kita terlalu banyak berharap kelihatannya ya, namun kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, karena kan kasus ini terulang kembali. Saya enggak berharap deh, yang penting itu sama-sama semua pihak izin itu diperlukan, taat saja peraturannya. Bisnis itu untuk keberlanjutan maka izin perlu diselesaikan, jangan beroperasi sebelum ada izin,” tutup Aceng.

 

 

Berita Terkait
Berita Terkini