Puskesmas Cicurug Sukabumi Pastikan Tak Lagi Khitan Perempuan, Hanya Lakukan Pembersihan

Sukabumiupdate.com
Jumat 26 Sep 2025, 17:46 WIB
Puskesmas Cicurug Sukabumi Pastikan Tak Lagi Khitan Perempuan, Hanya Lakukan Pembersihan

Kepala UPTD Puskesmas Cicurug, Dr. Nina Suminarsih. (Sumber : Dok UPTD Puskesmas Cicurug).

SUKABUMIUPDATE.com - Setelah adanya Bahtsul Masail Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cicurug yang membahas soal praktik khitan perempuan, muncul potensi kebingungan di masyarakat terkait perbedaan pandangan antara Kementerian Agama dan MUI. Menanggapi hal tersebut, Kepala UPTD Puskesmas Cicurug, Dr. Nina Suminarsih, menegaskan bahwa dari sisi medis, fasilitas kesehatan sudah tidak lagi melakukan khitan pada bayi perempuan.

“Kalau dari kesehatan, kita memang sudah tidak melakukan khitan pada bayi perempuan. Pertama karena itu tidak berdasarkan indikasi medis, dan sampai saat ini belum terbukti manfaatnya bagi kesehatan. Itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang sunat perempuan,” jelasnya.

Dr. Nina menuturkan, tenaga kesehatan tidak melakukan tindakan yang bersifat melukai atau menoreh pada organ kewanitaan bayi perempuan. Tindakan yang dilakukan hanya sebatas membersihkan area organ intim, termasuk menghilangkan selaput tipis yang menutupi sebagian daerah klitoris agar kebersihan terjaga.

Baca Juga: Dua SD di Cidolog Sukabumi Kembali Terima MBG Pasca Keracunan, Sebagian Ortu Siswa Menolak

“Kalau istilahnya khitan itu kan ada pengangkatan atau melukai, kita tidak melakukan itu. Yang kita lakukan sebatas pembersihan organ kewanitaan, bukan khitan seperti pada laki-laki,” tegasnya.

Ia menyebut, sejauh ini Puskesmas Cicurug belum pernah menerima keluhan dari masyarakat terkait praktik tersebut. Hal ini karena sejak awal persalinan, bidan yang membantu sudah memberikan penjelasan kepada orang tua bahwa tindakan yang dilakukan bukanlah khitan seperti dulu, melainkan pembersihan organ kewanitaan bayi.

Lebih lanjut, Dr. Nina mengingatkan risiko serius jika masyarakat tetap mencari praktik khitan perempuan di luar tenaga kesehatan. Selain tidak ada dasar medis, tindakan tersebut berpotensi menimbulkan infeksi atau kerusakan organ kewanitaan karena alat yang digunakan tidak steril.

“Justru itu yang kita khawatirkan. Kalau masyarakat mencari ke tempat lain, alatnya belum tentu steril, risikonya bisa menyebabkan gangguan kesehatan lebih berat. Itulah salah satu alasan keluarnya PMK Nomor 6 Tahun 2014, untuk menjaga keselamatan dan kesehatan bayi perempuan,” ujarnya.

Ke depan, pihak Puskesmas membuka ruang untuk sosialisasi lebih lanjut bersama MUI maupun masyarakat agar pemahaman soal istilah khitan perempuan lebih jelas. “Kalau masyarakat menyebut itu khitan, ya silakan saja. Tapi dari sisi kesehatan, kami tidak menyebutnya khitan karena tidak ada pengangkatan atau melukai. Intinya hanya pembersihan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, melakukan Bahtsul Masail, di Aula Majelis Ta’lim Al Madinah, tepatnya di Kampung Cicatih, Desa Bangbayang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Rabu (24/9/2025).

Sejumlah warga melaporkan mendapat penjelasan dari tenaga medis di fasilitas kesehatan bahwa khitan perempuan dilarang, bahkan disebut seolah-olah MUI juga melarang praktik tersebut.

Ketua MUI Kecamatan Cicurug, KH. Moch. Endang Sanaul Ahza, menjelaskan bahwa keresahan itu menjadi alasan utama dilaksanakannya forum bahtsul masail. “Beberapa bulan lalu, kami menerima aduan baik melalui pesan maupun tatap muka. Masyarakat mengatakan ketika datang ke salah satu puskesmas, ada tenaga medis yang menyebut khitan perempuan dilarang, bahkan menyebut MUI juga melarang,” ungkapnya.

Menurut KH. Endang, hal ini membuat masyarakat bingung. Sebab di Cicurug, pemahaman hukum khitan perempuan sudah lama dianggap wajib. “Warga jadi bertanya-tanya harus kemana membawa anaknya untuk dikhitan. Karena ketika ke tenaga medis, mereka bilang dilarang,” ujarnya.

Ia menuturkan, forum ini tidak membahas soal hukum melainkan tata cara (kaifiyat) khitan perempuan. “Kalau hukumnya sudah jelas, kami mengikuti Fatwa MUI Nomor 9A Tahun 2008 yang menetapkan khitan perempuan adalah wajib. Yang perlu dibahas adalah tata cara pelaksanaannya agar tidak menimbulkan mudarat,” jelasnya.

Endang menilai penting untuk merumuskan tata cara khitan perempuan dengan melibatkan berbagai pihak. “Nanti kita akan kumpulkan data dari para mak beurang (dukun beranak), maparaji, juga dari dinas kesehatan. Setelah itu akan dibuat pembahasan lanjutan dengan mengundang MUI Kabupaten Sukabumi, dinas kesehatan, dan pihak-pihak terkait,” kata dia.

Komisi Fatwa MUI Kecamatan Cicurug, KH. Didi Khumaedi, menegaskan bahwa khitan baik laki-laki maupun perempuan hukumnya wajib. “Musyawarah hari ini menetapkan kembali bahwa khitan perempuan itu wajib. Dasarnya jelas dari fatwa MUI, termasuk yang pernah dibahas sebelumnya bersama para kiai,” ungkapnya.

Terkait adanya dugaan larangan dari pihak medis, KH. Didi menduga ada salah tafsir. “Mungkin ada kesalahpahaman. Medis menganggap khitan perempuan itu menyakiti, padahal kalau dilihat dari tata caranya tidak demikian. Karena itu perlu ada kajian bersama antara MUI, tenaga medis, dan para petugas yang biasa melaksanakan khitan perempuan,” jelasnya.

Ia menambahkan, hasil Bahtsul Masail ini akan disosialisasikan lebih luas agar masyarakat tidak bingung. “Masyarakat sebenarnya sudah tahu khitan perempuan itu wajib. Hanya saja ketika ke puskesmas sering dilarang. Maka pesan kami, khitan perempuan tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyakiti, jadi laksanakan sesuai cara yang benar,” pungkasnya. (adv)

 

Berita Terkait
Berita Terkini