Langkah Letih Sang Ibu Menanti Kepulangan Putrinya, Korban TPPO Asal Sukabumi

Sukabumiupdate.com
Rabu 17 Sep 2025, 15:48 WIB
Langkah Letih Sang Ibu Menanti Kepulangan Putrinya, Korban TPPO Asal Sukabumi

Ilustrasi - Seorang ibu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten, terus menanti RR (23) putrinya yang menjadi korban TPPO di China. (Sumber : AI/ChatGPT)

SUKABUMIUPDATE.com – Di sebuah rumah sederhana di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, seorang ibu berjalan gontai setiap pagi menuju pabrik kue di daerah Cikiray, Kecamatan Cisaat. Jaraknya tak dekat, sekitar tiga hingga empat kilometer harus ditempuh dengan langkah kaki yang semakin rapuh.

Upah yang ia terima hanya Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per hari, sistem borongan, kadang cukup, namun acap kali jauh dari kata cukup. Namun pekerjaan itu tetap dijalani, karena ia tak punya pilihan lain.

Ibu itu adalah sosok yang tengah menanti kepulangan putrinya, RR (23), korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) internasional di China. Harapan akan kabar baik dari anaknya menjadi energi yang membuatnya tetap melangkah, meski tubuhnya tak sekuat dulu.

Baca Juga: Balita di Sukabumi Dicabuli Tetangga, Keluarga Minta Pelaku Segera Ditangkap

“RR itu sebenarnya tulang punggung keluarga. Waktu dia kerja di GSI keluarganya senang sekali, karena sebelumnya cuma ibunya yang kerja sebagai buruh cuci,” kata kuasa hukum RR, Rangga Suria Danuningrat, kepada Sukabumiupdate.com, Selasa 16 September 2025.

Hidup Keterbatasan dan Perjuangan Seorang Ibu

RR adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayah dan ibunya telah lama berpisah, membuat ia tumbuh bersama sang ibu dan seorang kakak yang mengalami keterbelakangan mental. Sedari dulu, RR terbiasa hidup dalam serba kekurangan. Kehadirannya sebagai pencari nafkah menjadi penopang utama keluarga kecil itu.

Namun setelah RR tak lagi berada di sisi mereka, kehidupan keluarga semakin berat. Sang ibu kini bekerja seorang diri, menanggung beban rumah tangga sekaligus menahan kerinduan akan anak bungsu yang menjadi harapan.

Tak banyak orang tahu bagaimana setiap pagi sang ibu menapaki jalan sepanjang tiga hingga empat kilometer menuju tempat kerja. Hanya dengan tenaga seadanya, ia tetap bekerja mengaduk adonan, memanggang, dan membungkus kue demi mendapat upah yang bahkan tak sampai setara dengan harga satu sak beras ukuran besar.

“Dia penghasilannya cuma 30-40 ribu rupiah sehari, itu pun borongan. Dari rumah ke pabrik jalan kaki, bolak-balik setiap hari,” jelas Rangga.

Keterbatasan itu tak membuatnya berhenti berharap. Dalam setiap langkahnya, ia membawa doa: semoga ada kabar baik tentang RR, semoga ada jalan agar putrinya bisa kembali ke rumah.

Penantian Ibu yang Melelahkan

Meski berbagai laporan telah disiapkan oleh kuasa hukum, termasuk ke kepolisian dan rencana melapor ke Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), hingga kini keluarga RR belum melihat upaya nyata dari pemerintah daerah. “Sama sekali tidak ada, kecuali kalau diviralkan kondisi keluarganya RR, mungkin akan ada bantuan,” tegas Rangga.

Di tengah keterbatasan, keluarga ini hanya bisa menanti. Menanti keajaiban, menanti tangan-tangan yang peduli, menanti langkah serius dari pihak berwenang.

Sebelumnya diberitakan, RR (23), perempuan asal Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, diduga menjadi korban TPPO internasional di China. Ia dilaporkan disekap dan dijadikan pelampiasan nafsu oleh pihak yang menahannya.

Keluarganya bahkan diminta uang tebusan sebesar Rp200 juta agar RR bisa dipulangkan. Sebelum tragedi ini, RR diketahui bekerja di pabrik sepatu di Sukabumi dan berencana berangkat secara legal ke luar negeri setelah mengikuti kursus bahasa.

Kini, rumah sederhana yang ditempatinya hanya menyisakan keheningan. Kakaknya yang tak mampu banyak membantu, sang ibu yang terus berjuang meski terbatas tenaga, dan doa-doa yang dipanjatkan setiap malam. Mereka hanya berharap, suatu hari pintu rumah itu kembali diketuk oleh RR bukan sekadar kabar, melainkan kehadiran nyata sang tulang punggung keluarga.

Sementara itu Sukabumiupdate.com hingga saat ini tengah berusaha melakukan komunikasi dan meminta konfirmasi kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI) melalui Direktur Informasi Media Kemenlu RI.

Berita Terkait
Berita Terkini