SUKABUMIUPDATE.com - Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Sukabumi menegaskan proses pengajuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dibiayai melalui APBD kini tidak bisa langsung aktif dan harus melalui prosedur yang ketat. Ini disebabkan Kabupaten Sukabumi tidak lagi berstatus Universal Health Coverage (UHC) dan terbatasnya kuota penerima bantuan.
“Kita statusnya sudah tidak UHC, sehingga setiap usulan PBI Pemda tidak bisa langsung aktif. Apabila ada yang mengusulkan, maka aktifnya akan di tanggal satu bulan berikutnya,” kata Pepi S Wiguna, Staf Operator Data Dinsos kepada sukabumiupdate.com, Selasa (3/6/2025).
Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014, pemerintah daerah wajib melakukan verifikasi dan validasi (verval) kelayakan data bantuan sosial, termasuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). “Sesuai regulasi, kami bersama Dinas Kesehatan, Disdukcapil, dan BPJS melakukan verval secara berkala untuk menentukan kelayakan penerima,” kata Iwan Triyanto, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos), Dinsos Kabupaten Sukabumi.
Baca Juga: Puluhan Warga Kebonpedes Terima Bantuan Sosial dari Dinsos Kabupaten Sukabumi
Sistem pengajuan KIS APBD kini dilakukan secara satu pintu melalui pemerintah desa. Setiap desa mengakses tautan Google Form khusus yang disediakan Dinsos dan melakukan pengajuan melalui email resmi desa yang disertai dengan SK Puskesos. “Kami sudah sosialisasikan ini melalui surat edaran, dan juga turun langsung ke kecamatan-kecamatan mengumpulkan kepala desa agar paham alur dan teknis pengusulan,” kata Pepi.
Namun, karena keterbatasan kuota, Pepi mengungkapkan Kabupaten Sukabumi memiliki tidak lebih dari 420.000 kuota yang sudah terisi pada 2025. Kuota tersebut berubah setiap bulannya tidak melebihi ketentuan yang telah ditetapkan. Maka dari itu, pengajuan dari desa masuk ke sistem waiting list. Setiap bulannya, dari kuota itu akan dilakukan pemadanan data, dan hanya memungkinkan sekitar 200 hingga 300 usulan diterima, sedangkan jumlah permohonan dari desa bisa mencapai 700 peserta per bulan.
Untuk mempercepat proses dan meningkatkan akurasi, Dinsos juga menggandeng pemerintah desa dalam melakukan verval langsung ke lapangan. “Karena pihak desa yang paling tahu kondisi warganya, kami bekerja sama dengan mereka untuk mengecek langsung siapa saja yang memang layak atau tidak layak menerima bantuan,” jelas Pepi.
Hasil verval lapangan yang dilakukan sepanjang akhir 2024 menunjukkan sejumlah kategori ketidaksesuaian data, seperti:
1. Warga mampu
2. Meninggal dunia
3. Pindah alamat
4. Tidak ditemukan
“Data ini menjadi dasar kami untuk pengajuan penonaktifan, dan selanjutnya akan digantikan oleh usulan-usulan baru. Jadi sekarang sudah berjalan dengan regulasi tambal sulam. Kuota penerima disesuaikan dari jumlah data yang dinonaktifkan dan digantikan dengan yang baru,” tambahnya.
Dengan sistem ini, Dinsos berharap distribusi KIS APBD menjadi lebih adil dan tepat sasaran, meski masyarakat tetap diimbau untuk bersabar menunggu karena proses aktivasi sangat bergantung pada ketersediaan kuota yang terbatas. (ADV)