Tolak Gelar Pahlawan Untuk Soeharto, LKK Soroti Kegagalan Moral dan Keadilan Sejarah

Sukabumiupdate.com
Minggu 09 Nov 2025, 22:39 WIB
Tolak Gelar Pahlawan Untuk Soeharto, LKK Soroti Kegagalan Moral dan Keadilan Sejarah

Forum diskusi durring yang digelar oleh LKK. (Sumber: Tangkapan layar forum diskusi LKK)

SUKABUMIUPDATE.com - Lingkar Kajian Kebangsaan (LKK) menggelar diskusi publik daring bertajuk ‘Diskusi Penolakan Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto’ pada Minggu (9/11/2025) malam sekira pukul 18.30 WIB. Diskusi ini hadir sebagai respons atas wacana penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, yang dinilai dapat mencederai semangat Reformasi dan mengkhianati amanat keadilan sejarah.

Diketahui, diskusi ini menghadirkan dua pembicara kunci, yakni Fahmi Iss Wahyudy selaku Peneliti IPRC, Bonnie Triyana, Anggota DPR RI Komisi 10, Fraksi PDI Perjuangan, serta dimoderatori oleh Septian Hidayat.

Mencermati gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat yang sangat masif, Lembaga Kajian Kebangsaan (LKK) menegaskan perlunya peninjauan ulang terhadap kelayakan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Sementara itu, dalam forum tersebut, Fahmi Iss secara tegas menilai bahwa Soeharto tidak layak menjadi Pahlawan Nasional karena cacat secara kriteria.

Baca Juga: Suara Dibalik Jeruji, Terdakwa Ojol Dalam Kasus Penyiraman Air Keras di Baros Sukabumi Minta Ampunan

"Pahlawan sejati bukan hanya mereka yang membangun fisik bangsa, tetapi juga yang menjaga moral, kemanusiaan, dan kedaulatan rakyat. Tragedi kemanusiaan 1965–1966, korupsi sistemik, dan represi politik yang terjadi di bawah Soeharto menodai makna kepahlawanan," ujar Fahmi.

Lebih lanjut, Fahmi menambahkan bahwa pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan tanpa adanya pengakuan dan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sama dengan bentuk ketidakadilan sejarah. "Tak ada rekonsiliasi tanpa kebenaran," tegasnya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi 10 Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana yang juga seorang sejarawan menganggap mekanisme pengangkatan gelar Pahlawan Soeharto cacat prosedural dan sarat akan kepentingan.

"Jabatan presiden itu jabatan publik. Ia dipilih rakyat untuk menjalankan tugas sesuai konstitusi. Kalau salah, ya harus dikritik. Kita harus mendesakralisasi jabatan publik, bukan melecehkannya, tetapi menempatkannya dalam konteks demokratis," ujar Bonnie.

Dia menegaskan bahwa seorang pahlawan nasional seharusnya tidak memiliki 'cacat' atau sejarah kelam yang secara fundamental mengurangi nilai-nilai perjuangannya. Ia mengingatkan bahwa krisis 1997-1998 membuktikan.

Baca Juga: Kuasa Hukum Korban Tanggapi Video Terdakwa Ojol Kasus Penyiraman Air Keras di Baros Sukabumi

"Apa yang dibangun selama puluhan tahun itu hanya seperti raksasa berkaki lempung... Pahlawan sejati bukanlah dia yang membawa dampak kesengsaraan begitu banyak," imbuhnya.

Serta pengajuan gelar pahlawan soeharto yang tidak berasal dari suara akar rumput,dan tidak dari hasil diskusi panjang yang dilakukan secara ugal-ugalan dan diajukan begitu saja oleh Kementerian Sosial juga menimbulkan sebuah polemik.

Dalam forum itu, LKK mencatat beberapa poin penting dan secara tegas menyatakan sikapnya untuk menolak penyematan gelar Pahlawan kepada Presiden ke-2 RI itu berdasarkan kajian mendalam dan konsolidasi dengan berbagai elemen masyarakat sipil.

Adapun catatan itu adalah:

1. Pelanggaran Berat HAM yang Belum Terselesaikan: Adanya catatan kelam tragedi kemanusiaan yang sistematis pada masa Orde Baru.

2. KKN yang Sistematis: Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang masif dan terstruktur yang menghancurkan fondasi ekonomi berdikari.

3. Pengkhianatan Ideologi: Soeharto dinilai menyimpang dari nasionalisme kerakyatan Bung Karno dan menghancurkan semangat Trisakti.

4. Anti-Demokrasi dan Pembungkaman: Rezim Orde Baru adalah simbol penindasan rakyat, pembungkaman kebebasan pers, dan manipulasi sejarah (De-Soekarnoisasi).

5. Lingkar Kajian Kebangsaan (LKK) mendesak pemerintah untuk mencabut usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. LKK menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk terus mengawal dan menolak segala upaya pemutihan sejarah yang mengaburkan penderitaan rakyat Indonesia.

Berita Terkait
Berita Terkini