SUKABUMIUPDATE.com - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menekankan pentingnya asupan gizi yang dalam mendukung pertumbuhan anak, terutama pada masa-masa perkembangan.
Dadan membagikan pengalamannya dalam membesarkan dua anak laki-lakinya. Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan tinggi badan anak-anaknya dipengaruhi oleh kebiasaan mengonsumsi susu secara rutin sejak kecil hingga masa remaja.
“Anak saya ada dua orang laki-laki. Anak yang pertama tingginya 181 cm, yang kedua 185 cm. Kenapa? Karena minum susunya diwajibkan sama ibunya sejak kecil sampai SMA kelas 2, wajib,” ujar Dadan Hindayana.
Baca Juga: Hasil Polling Sukabumiupdate.com: 80% Warganet Minta Program MBG Dihentikan
Ia menambahkan bahwa asupan gizi, bukan hanya faktor genetik saja, memainkan peran besar dalam menentukan tinggi badan anak.
“Bahkan, pada saat pertumbuhan, anak saya yang kecil itu minum susu 2 liter sehari. Jadi tulangnya besar-besar, makanya tubuhnya tinggi. Jadi tinggi badan itu tidak hanya masalah genetik, tapi juga makanan,” imbuhnya.
Hal ini ia sampaikan dalam acara Peluncuran Pembangunan 1.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Pesantren di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil, Bangkalan, yang dikutip Rabu (28/05/2025).
Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa santri yang hadir dalam acara tersebut umumnya berada pada rentang usia 12–16 tahun, yang ia sebut sebagai second peak atau puncak kedua pertumbuhan.
“Kalau kita lihat yang hadir di depan ini adalah para santri dan santriwati. Dan ini adalah usia yang sebetulnya masuk dalam second peak, atau puncak kedua pertumbuhan. Jadi kalau mereka tidak kita intervensi dengan gizi yang baik, nanti tubuhnya akan pendek.” ujarnya.
Pada fase ini, menurutnya, tubuh sangat responsif terhadap intervensi gizi. Jika tidak diberikan asupan bergizi yang cukup, maka risiko pertumbuhan terhambat cukup tinggi.
Ia juga memaparkan bahwa ada dua masa penting dalam proses pertumbuhan anak: pertama, selama 1.000 hari pertama kehidupan—dimulai sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun—yang berpengaruh pada perkembangan otak dan kecerdasan; dan kedua, pada masa remaja, yang menentukan pertumbuhan fisik.
“Kalau kita tidak intervensi sekarang, maka tubuhnya saya perkirakan rata-rata hanya 160–165 cm. Tapi ketika ada makan bergizi, nanti tubuhnya minimal bisa 180 cm,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Dadan juga menyoroti persoalan ketimpangan akses gizi. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 60% anak-anak Indonesia tidak pernah mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
Pola makan yang umum ditemukan, menurutnya, hanya terdiri dari nasi, gorengan, mie, bihun, dan kerupuk. Padahal, makanan bergizi seimbang seharusnya mengandung nasi, lauk hewani seperti telur, ayam, atau ikan, serta sayur, buah, dan susu.
“Sementara, makanan bergizi itu pasti ada nasi, telur, ayam, ikan atau protein lain, ada sayur, buah, dan susu. Itulah yang disebut gizi seimbang.”
Tak hanya itu, ia menyebut bahwa sebagian besar anak di Indonesia juga tidak terbiasa minum susu bukan karena tidak tahu manfaatnya, tetapi karena tidak mampu membelinya.
Oleh karena itu, program MBG yang dicanangkan pemerintah dinilai sangat strategis untuk menyiapkan generasi emas menuju tahun 2045.
“Adik-adik yang sekarang duduk di sini, 20 tahun yang akan datang, tahun 2045, usianya sudah sekitar 32 sampai 36 tahun. Dan itu adalah usia produktif.” pungkasnya.