15 Fakta Menarik  Lagu Bohemian Rhapsody Komposisi Lagu Queen Paling Megah

Sukabumiupdate.com
Senin 17 Nov 2025, 06:15 WIB
15 Fakta Menarik  Lagu Bohemian Rhapsody Komposisi Lagu Queen Paling Megah

Meskipun diciptakan dan direkam pada tahun 1975, "Bohemian Rhapsody" menunjukkan relevansi yang berkelanjutan di era digital. (Foto: @Bohemian Rhapsody/Youtube)

SUKABUMIUPDATE.com - "Bohemian Rhapsody," baru saja merayakan ulang tahun ke-50 pada 31 Oktober 2025. Opera-rock berdurasi enam menit ini telah menjadi fenomena budaya, bahkan dijuluki "Bo Rap," dan berhasil menjadi lagu Natal nomor satu sebanyak dua kali, serta menjadi soundtrack adegan ikonik dalam film Wayne’s World.

Keberhasilannya luar biasa, mengingat lagu ini awalnya dianggap label rekaman tidak layak diputar di radio. Ditulis oleh Freddie Mercury, lagu ini dirakit dengan sangat teliti di enam studio, memaksa teknologi rekaman tahun 1970-an hingga batas maksimalnya. Namun, band ini tidak pernah kehilangan keyakinan, dan Brian May mengenang, "Kami semua sadar lagu itu luar biasa, dan kami harus mencurahkan seluruh hati dan jiwa kami untuknya." Untuk menandai momen besar ini, sang gitaris menengok kembali proses penciptaan, video musik perintis, dan kebangkitan lagu tersebut.

Berikut adalah 15 fakta menarik yang mengungkap detail unik dari mahakarya ini yang pernah disampaikan Bryan May dalam banyak literasi music Queen, menunjukkan bagaimana Queen berani mendefinisikan ulang musik rock:

1. Durasi Kontroversial dan Penyelamatan oleh DJ Radio

Awalnya, "Bohemian Rhapsody" menghadapi penolakan keras dari eksekutif label rekaman EMI karena durasinya yang luar biasa, yaitu hampir enam menit. Pada tahun 1975, standar radio mengharuskan lagu pop berdurasi sekitar tiga menit agar stasiun dapat memutarnya secara berulang. Pihak label merasa lagu yang begitu panjang ini akan gagal total secara komersial dan menuntut Queen untuk memotongnya. Queen, dan khususnya Freddie Mercury, menolak permintaan ini dengan tegas, meyakini integritas artistik dari komposisi mereka. Kepercayaan diri band pada lagu ini menunjukkan komitmen mereka untuk mendorong batas-batas musik populer, terlepas dari kebiasaan industri.

Baca Juga: Saat Jagoan Musik Lagi Gabut dan Muter Otak Bersama Jadilah Supergrup

Meskipun mendapat penolakan dari label, lagu ini diselamatkan oleh seorang DJ radio Inggris yang berpengaruh, Kenny Everett. Everett, seorang teman dekat Mercury, berhasil mendapatkan salinan advance dari lagu tersebut. Meskipun Freddie memintanya untuk tidak memutar seluruhnya, Everett sangat antusias dan mulai memutarnya berkali-kali di acara radionya di Capital Radio. Antusiasme siaran ini menciptakan desakan publik yang luar biasa untuk lagu tersebut, memaksa label EMI untuk merilisnya tanpa potongan. Penolakan radio yang diubah menjadi permintaan massal ini membuktikan bahwa selera publik dapat mengesampingkan kekakuan industri rekaman.

2. Judul Awal Bukan Itu

Sebelum dikembangkan menjadi komposisi opera-rock enam menit yang kita kenal, lagu ini memiliki sebutan yang jauh lebih sederhana di antara anggota band. Freddie Mercury sering menyebutnya sebagai "The Cowboy Song" saat masih dalam tahap pengerjaan. Julukan ini muncul karena sebagian besar ide lirik yang pertama kali muncul di benaknya adalah kalimat dramatis seperti "Mama just killed a man." Nama yang tidak biasa ini menunjukkan bahwa proses penulisan lagu dimulai dari sebuah narasi sederhana, sebelum akhirnya diperluas menjadi pernyataan artistik yang kompleks.

Nama awal ini dengan jelas menunjukkan betapa jauhnya evolusi lagu tersebut dari konsep awal hingga produk akhir yang dirilis. Perubahan dari "The Cowboy Song" menjadi "Bohemian Rhapsody" mencerminkan ambisi Mercury untuk menggabungkan elemen musik yang beragam dari balada lembut, hard rock, hingga opera menjadi satu karya utuh. Seandainya nama aslinya dipertahankan, mungkin lagu ini tidak akan memiliki resonansi budaya yang sama dengan namanya yang sekarang.

Baca Juga: Obrolan Warung Kopi Kenapa Bayar Royalti Musik itu Wajib, Tapi Bikin UMKM Jantungan? LMK Nggak Boleh Pungut!

3. Ditulis di Kertas Kecil

Proses komposisi "Bohemian Rhapsody" dilakukan dengan cara yang tidak biasa, berbeda dari penulisan lagu konvensional. Brian May dan anggota band lainnya mengenang bahwa Freddie Mercury tidak pernah menyajikan lembaran musik yang rapi. Sebaliknya, ia datang dengan potongan-potongan kertas kecil yang terpisah-pisah, yang di atasnya ia telah menulis lirik dan bahkan scatting (notasi vokal) untuk aransemen yang sangat rumit. Kertas-kertas ini berfungsi sebagai cetak biru visual dari struktur lagu yang kompleks.

Metode penulisan yang terfragmentasi ini menunjukkan betapa rinci dan utuhnya visi musik Freddie Mercury. Meskipun notasi fisik tersebar di berbagai potongan kertas, struktur masterpiece enam menit ini sepenuhnya terorganisir di dalam benaknya. Para anggota band harus merakit dan menafsirkan puzzle lirik dan notasi ini, menyoroti peran sentral Mercury sebagai arsitek tunggal di balik komposisi yang menantang semua kategori genre.

4. Rekaman di Banyak Studio

Mengingat kompleksitas aransemennya yang mencakup banyak layer vokal dan instrumental, proses rekaman "Bohemian Rhapsody" menjadi upaya yang masif dan tersebar. Untuk menyelesaikan seluruh lagu, Queen dan tim produksi harus menggunakan enam studio rekaman berbeda. Kebutuhan untuk berpindah studio ini didorong oleh tuntutan jadwal, namun juga oleh spesialisasi peralatan yang diperlukan untuk mencapai kualitas suara yang diinginkan pada setiap bagian lagu yang berbeda.

Pemanfaatan begitu banyak studio untuk satu lagu dalam waktu singkat adalah hal yang tidak biasa dan memerlukan koordinasi logistik yang sangat tinggi. Hal ini menyoroti ambisi Queen untuk menyempurnakan setiap detik dari komposisi tersebut, memanfaatkan fasilitas terbaik yang tersedia pada saat itu. Upaya kolaboratif dan berpindah-pindah ini membuktikan dedikasi total band untuk mewujudkan visi sonik yang belum pernah dicoba sebelumnya dalam musik rock.

Baca Juga: Kaleidoskop Musik 2025: Konser Musik Global di Indonesia Pusat Gravitasi Musik Dunia

5. Bukan Rami Malek Pilihan Awal (Film)

Ketika film biopik tentang Queen dirancang, Freddie Mercury awalnya tidak diplot untuk diperankan oleh Rami Malek. Aktor dan komedian terkenal, Sacha Baron Cohen, adalah pilihan yang telah dipertimbangkan secara luas dan sempat terlibat dalam tahap awal pengembangan proyek. Cohen dikenal karena kemampuannya dalam meniru karakter dan memiliki kemiripan fisik yang samar dengan Mercury, namun ia memiliki visi yang berbeda mengenai nada dan fokus film tersebut dibandingkan dengan anggota Queen yang tersisa.

Perbedaan kreatif ini akhirnya menyebabkan Cohen keluar dari proyek tersebut. Dia dilaporkan menginginkan penggambaran Mercury yang lebih "dewasa" dan tidak disensor, berfokus pada sisi kehidupan pribadi Freddie yang lebih gelap. Penolakan Brian May dan Roger Taylor terhadap visi tersebut, karena mereka ingin film tersebut lebih merayakan musik dan kesuksesan band, membuka jalan bagi Rami Malek untuk mengambil peran tersebut dan kemudian memenangkan penghargaan atas penampilannya.

6. Overdub yang Memaksa Teknologi

Untuk menciptakan bagian opera yang mendebarkan di tengah lagu, Queen melakukan proses rekaman yang sangat padat dan menuntut. Mereka ingin suara paduan suara yang terdengar masif dan orkestral, meskipun hanya ada empat anggota band yang bernyanyi (Freddie Mercury, Brian May, dan Roger Taylor). Solusinya adalah teknik overdubbing, di mana setiap anggota merekam vokal mereka di atas trek yang sama berulang kali. Ini menciptakan lapisan suara yang sangat tebal, menghasilkan efek suara ratusan orang yang menyanyikan "Galileo," "Figaro," dan "Magnifico."

Baca Juga: AMI AWARDS 2025: Kebangkitan Musik Emo dan 'Serana' For Revenge Jadi Bukti Lagu Patah Hati Berjaya!

Intensitas overdub ini sangat ekstrem hingga mencapai perkiraan 180 lapisan suara di beberapa bagian. Pada teknologi pita analog rekaman tahun 1970-an, ini merupakan tantangan teknis yang signifikan. Pita master yang digunakan di studio (khususnya pita 24-trek) harus sering digunakan dan diolah ulang hingga para insinyur khawatir pita tersebut akan menjadi transparan karena aus dan tipisnya emulsi magnetik. Perjuangan teknis ini menyoroti ambisi Queen untuk mencapai efek sonik yang belum pernah dicoba sebelumnya, secara harfiah mendorong peralatan studio hingga batas fungsionalnya demi mewujudkan visi artistik Freddie Mercury.

Meskipun diciptakan dan direkam pada tahun 1975, Meskipun diciptakan dan direkam pada tahun 1975, "Bohemian Rhapsody" menunjukkan relevansi yang berkelanjutan di era digital. (Foto Credit: @Bohemian Rhapsody/Facebook)

7. Video Musik Perintis

Selain musiknya, video musik "Bohemian Rhapsody" adalah sebuah karya seni yang mengubah industri. Dirilis hanya beberapa minggu setelah single tersebut, video ini dianggap sebagai salah satu yang pertama kali menampilkan lagu secara visual dan bukan hanya sebagai rekaman pertunjukan langsung. Disutradarai oleh Bruce Gowers, video tersebut mengambil keuntungan dari teknologi chroma key (sekarang dikenal sebagai green screen) untuk menciptakan efek visual yang fantastis dan sureal, khususnya pada adegan rock yang menampilkan wajah-wajah anggota band yang mengambang.

Yang menarik, video revolusioner ini diproduksi dengan anggaran yang sangat minim, dilaporkan hanya sekitar GBP 4,500 pada saat itu. Video ini direkam hanya dalam waktu empat jam di sebuah studio latihan, menggunakan pencahayaan minimal. Kesuksesan luar biasa video ini membuktikan bahwa konsep visual yang kuat dapat mendorong penjualan single secara dramatis. Video tersebut dengan cepat menjadi model yang diikuti oleh artis lain, meningkatkan pentingnya visual dalam mempromosikan musik modern.

Baca Juga: Madonna Ratu Pop yang Mengubah Wajah Electronic Dance Music (EDM)

8. Lagu Natal No. 1 Dua Kali

"Bohemian Rhapsody" memiliki prestasi unik dalam sejarah tangga lagu Inggris sebagai satu-satunya lagu yang berhasil menduduki puncak tangga lagu Natal sebanyak dua kali. Pertama kali, lagu ini mencapai posisi No. 1 saat rilis aslinya pada bulan Desember 1975, di mana ia bertahan selama sembilan minggu berturut-turut. Ini sudah merupakan pencapaian signifikan yang membuktikan daya tarik lintas batas dari komposisi tersebut.

Kesuksesan kedua lagu ini terjadi 16 tahun kemudian, pada bulan Desember 1991, segera setelah kematian Freddie Mercury. Dirilis ulang sebagai single double-A side bersama "These Are the Days of Our Lives," lagu tersebut kembali ke puncak tangga lagu, mencerminkan curahan duka dan penghargaan publik atas talenta Mercury. Fenomena dua kali menduduki puncak tangga lagu Natal ini menyoroti ikatan emosional mendalam yang telah terbentuk antara lagu tersebut dan para penggemar, yang bertahan lama setelah masa kejayaan awalnya.

9. Piano yang Sama dengan The Beatles

Detail kecil namun menarik dari proses rekaman ini adalah pilihan instrumen yang digunakan Freddie Mercury. Piano grand yang ia gunakan untuk merekam "Bohemian Rhapsody" ternyata adalah piano yang sama yang pernah dimainkan oleh Paul McCartney dari The Beatles. Piano tersebut adalah Bechstein Model V di Trident Studios, London. Studio ini merupakan pusat rekaman utama pada awal tahun 70-an, dan piano tersebut menjadi favorit banyak artis terkemuka.

Penggunaan instrumen yang sama ini secara tidak langsung menghubungkan Queen dengan salah satu grup musik Inggris terbesar sebelumnya. Piano tersebut menjadi saksi dari dua era musik rock Inggris yang berbeda namun sama-sama revolusioner. Kualitas suara dari piano Bechstein ini, yang terkenal dengan nada yang kaya dan penuh, memberikan fondasi balada yang lembut pada bagian pembuka lagu, sebelum track tersebut meledak ke dalam bagian opera dan hard rock.

Baca Juga: Peringatan 8 November: Harmoni Musik, Ruang, dan Ilmu Kedokteran

10. Makna Misterius Lirik

Lirik "Bohemian Rhapsody" adalah campuran unik dari melodrama, opera, dan frasa acak, yang telah memicu spekulasi selama puluhan tahun. Kata-kata seperti "Scaramouche," "Galileo," dan "Bismillah" menjadi titik fokus analisis. Namun, Freddie Mercury secara konsisten menolak untuk menjelaskan makna spesifik dari lirik tersebut. Ketika ditanya, ia hanya mengatakan bahwa lagu itu adalah tentang "hubungan," tetapi ia meminta publik untuk menafsirkan liriknya sendiri.

Keputusan Mercury untuk menjaga kerahasiaan makna ini telah menjadi bagian integral dari daya tarik lagu tersebut. Liriknya, yang mencakup tema pembunuhan, penyesalan, dan pelepasan, dapat diinterpretasikan sebagai drama literal, alegori tentang perjuangan pribadi Mercury, atau bahkan pengakuan tersembunyi. Ketidakjelasan yang disengaja ini memungkinkan setiap pendengar untuk menemukan resonansi emosional mereka sendiri, menjadikan lagu tersebut sebuah kanvas terbuka untuk imajinasi kolektif.

11. Istilah Khas dalam Lirik

Lirik "Bohemian Rhapsody" diperkaya dengan frasa-frasa yang diambil dari berbagai bahasa dan budaya, menambah aura opera pada lagu tersebut. Salah satu istilah yang paling sering dipertanyakan adalah "Scaramouche," yang merupakan karakter badut yang arogan dan pengecut dari Commedia dell’arte (komedi teater Italia abad ke-17). Penggunaan istilah ini membantu membangun nuansa teater dan drama yang intens selama bagian opera.

Baca Juga: KDM: Investasi Berjalan Baik, Alam Harus Tetap Terjaga

Selain itu, frasa "Bismillah," yang berarti "Dengan menyebut nama Allah," muncul di tengah-tengah teriakan opera. Penempatan frasa religius di antara seruan teater seperti "Figaro" dan "Magnifico" menunjukkan percampuran budaya dan genre yang berani dan tidak biasa. Pencampuran terminologi yang begitu beragam ini memperkuat gagasan bahwa lagu tersebut adalah kolase budaya dan emosional yang menentang satu definisi tunggal.

12. Most-Streamed Song dari Abad ke-20

Meskipun diciptakan dan direkam pada tahun 1975, "Bohemian Rhapsody" menunjukkan relevansi yang berkelanjutan di era digital. Pada Desember 2018, Universal Music Group mengumumkan bahwa lagu tersebut telah melampaui 1,6 miliar stream global, secara resmi menjadikannya lagu yang paling banyak di-stream dari Abad ke-20. Prestasi ini mencakup platform seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube, menyoroti daya tariknya bagi generasi pendengar baru.

Pencapaian streaming yang masif ini sangat luar biasa mengingat semua kompetisi dari lagu-lagu populer yang lebih baru. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa kualitas dan keunikan komposisi dapat melampaui perkembangan teknologi dalam penyampaian musik. Popularitas streaming yang didorong oleh soundtrack film biopik dan ketersediaan digital membuktikan bahwa lagu ini tetap menjadi titik referensi budaya yang kuat.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Dukung Good Journalism dan Minta Media Terus Kritis

13. Sulit Dibawakan Live

Kompleksitas rekaman studio "Bohemian Rhapsody" membuatnya sangat sulit, jika tidak mustahil, untuk direplikasi sepenuhnya dalam pertunjukan langsung dengan teknologi tahun 70-an. Bagian opera yang melibatkan overdub vokal 180 kali tidak dapat dilakukan oleh empat anggota band di atas panggung. Oleh karena itu, Queen harus merancang solusi kreatif untuk membawakan lagu ini dalam konser, yang menciptakan salah satu momen panggung paling terkenal mereka.

Selama bagian opera, band akan memainkan rekaman track yang sudah direkam sebelumnya dari bagian paduan suara yang rumit. Para anggota band akan meninggalkan panggung sebentar atau menyamarkan diri di balik lampu. Mereka kemudian kembali untuk bagian hard rock yang eksplosif. Pendekatan ini adalah kompromi yang brilian, memungkinkan lagu untuk dipertahankan dalam set list konser tanpa mengorbankan kualitas sonik dari bagian opera yang ikonik.

14. Kebangkitan Berkat Wayne's World

Setelah mencapai puncak popularitas pertamanya pada tahun 1975, "Bohemian Rhapsody" mengalami kebangkitan popularitas yang luar biasa di Amerika Serikat berkat penggunaannya dalam film komedi tahun 1992, Wayne's World. Adegan pembuka film, di mana karakter utama Mike Myers dan Dana Carvey serta teman-teman mereka melakukan lip sync dan headbang di dalam mobil, menjadi adegan yang sangat ikonik.

Baca Juga: Bangga! Mahasiswa NPU Raih Juara 1 Nasional LOGRAK Electro Weeks 2025, Kalahkan 9 Tim PTN

Penggunaan lagu ini dalam film secara instan memperkenalkan lagu tersebut kepada generasi baru penonton Amerika, banyak di antaranya mungkin tidak familiar dengan Queen atau lagu tersebut. Soundtrack film tersebut menjadi sangat populer, dan lagu ini secara mengejutkan kembali menduduki tangga lagu AS, memicu gelombang baru pengakuan di seluruh dunia. Cameo budaya pop ini menunjukkan bagaimana media baru dapat memberikan kehidupan kedua yang signifikan pada musik dari masa lalu.15.

15. Diselamatkan oleh DJ

Kesuksesan komersial "Bohemian Rhapsody" secara langsung dipicu oleh tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh seorang DJ radio Inggris, Kenny Everett. Ketika label rekaman masih ragu untuk merilis lagu enam menit ini sebagai single, Freddie Mercury secara pribadi memberikan salinan pratinjau kepada Everett, dengan syarat ia tidak memutarnya secara penuh. Everett, yang sangat terkesan, mengabaikan permintaan itu dan memutar lagu itu berulang kali, memainkan bagian-bagian berbeda dan kemudian seluruhnya, dalam acara radionya selama dua hari.

Pemutaran yang berulang dan antusias ini menciptakan badai di kalangan pendengar. Stasiun radio lain dan toko-toko rekaman segera dibanjiri permintaan dari publik untuk lagu yang belum secara resmi dirilis. Reaksi publik yang luar biasa ini memaksa label EMI untuk segera merilis single tersebut tanpa ada pemotongan, memvalidasi keputusan Queen untuk mempertahankan durasi aslinya. Aksi Everett terbukti krusial dalam mengubah lagu yang awalnya dianggap "bunuh diri komersial" menjadi hit yang menduduki puncak tangga lagu.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini