SUKABUMIUPDATE.com - Edward Lodewijk Van Halen, gitaris yang dikenal karena merevolusi musik rock dan menjadikannya sebuah masterpiece jagoan gitar, memiliki ikatan yang kuat dengan Asia Tenggara. Lahir di Amsterdam, Belanda, Eddie membawa warisan darah Indonesia dari sang ibu, Eugenia Van Beers, yang lahir di Rangkasbitung, Banten. Latar belakang multikultural dan pengalaman imigrasi yang ia bagi bersama sang kakak, Alex Van Halen, mungkin telah membentuk etos kerja keras dan keengganannya untuk mengikuti aturan sebuah mentalitas yang menghasilkan sound paling ikonik dan dicari dalam sejarah hard rock yang diistilahkan "Brown Sound."
Sejak album debut Van Halen dirilis pada tahun 1978, tone Eddie menjadi topik pembicaraan di seluruh dunia. Suaranya besar, hangat, dan bulat, mengingatkan pada tekstur tone vintage Gibson, tetapi dengan gigitan ekstra yang tajam dan jernih, terutama di bagian-bagian yang cepat. Kombinasi unik antara vintage dan aggresif ini membuat para musisi lain bingung; mereka belum pernah mendengar yang seperti itu sebelumnya. Mereka yang terobsesi lantas menjulukinya "Brown Sound" sebuah istilah yang kini menjadi legenda.
Prank Eddie dan Misteri Peralatan
Popularitas Van Halen yang meledak menciptakan obsesi instan di kalangan gitaris lain untuk menemukan "kotak ajaib" Eddie yang ternyata ngeprank. Saat band melakukan tur, tidak jarang para pemain dari band pembuka atau band lain menyelinap ke panggung setelah soundcheck, menyentuh rig Eddie, dan memeriksa pedalboard-nya.
Baca Juga: Mengurai Jejak Linguistik di Lebak: Adinda, Sunda Banten, dan Max Havelaar
Mereka mencari perangkat keras tersembunyi, sebuah senjata rahasia yang diyakini menghasilkan tone luar biasa tersebut. Bahkan gitaris kawakan sekelas Ted Nugent pernah tertangkap memainkan rig Eddie di belakang panggung. Ia mencolokkan kabel, menyalakan ampli, dan bermain namun hasilnya tetap terdengar seperti sound Nugent sendiri. Jawaban yang mereka cari ternyata tidak ada di sana.
Para gitaris lain menghabiskan waktu bertahun-tahun dan ribuan dolar untuk mencari "kotak ajaib" Van Halen (Foto Credit:Eddie Van Halen|Facebook) .
Melihat obsesi publik terhadap gear-nya, Eddie memutuskan untuk memberikan jawaban, meskipun itu adalah kebohongan yang disengaja. Selama bertahun-tahun, ia memberi tahu siapa pun yang bertanya bahwa teknisi ampli bernama Jose Arredondo telah memodifikasi amplifier Marshall miliknya secara ekstensif, melakukan penyetelan khusus yang tidak bisa ditiru. Cerita ini dengan cepat menjadi bagian integral dari legenda EVH. Berkat narasi Eddie, Jose Arredondo lantas memperoleh penghasilan dengan melakukan modifikasi serupa untuk gitaris lain yang terperdaya, berharap mereka bisa meniru tone Eddie.
Fakta di balik tirai ternyata jauh lebih sederhana. Eddie belakangan mengakui bahwa ia berbohong “Untuk membantunya sedikit”, karena Jose adalah orang baik dan cerita itu akan membantu bisnis modifikasi amplinya. Kenyataan sebenarnya adalah bahwa Jose Arredondo hanya melakukan perawatan rutin seperti mengganti tabung (re-tube) dan menyetel bias pada Marshall Eddie. Amplifier legendaris yang digunakan Eddie pada enam album pertama Van Halen adalah Marshall Super Lead plexi 100 watt tahun 1968 yang sepenuhnya standar dan tanpa modifikasi internal yang signifikan.
Rahasia Sesungguhnya Dorongan Maksimal dan Kreativitas Rakitan
Jika ampli yang digunakan dalam kondisi standar, lalu bagaimana Eddie mendapatkan distorsi dan sustain tebal yang menjadi ciri khas brown sound? Rahasianya terbagi menjadi dua komponen utama:
Trik Teknis Variac sebagai Pelindung Tegangan
Eddie menemukan bahwa tone Marshall terbaiknya muncul ketika semua kenop (volume, treble, mid, bass) diputar hingga maksimal. Namun, memaksakan output Marshall hingga batasnya dengan tegangan listrik standar (biasanya 120 volt di AS) dapat menyebabkan overheating, hiss yang berlebihan, dan berisiko merusak tabung ampli secara permanen, bahkan membuatnya meledak.
Untuk mengatasi ini, Eddie menggunakan alat bernama Variac sebuah variable transformer. Ini adalah trik teknis krusial yang memungkinkan Eddie menurunkan tegangan listrik yang masuk ke Marshall-nya hingga sekitar 89 volt. Dengan tegangan yang lebih rendah, ia bisa memutar knob volume master hingga maksimal, mendapatkan kompresi, saturasi, dan distorsi yang tebal dan bernyanyi, tetapi pada tingkat daya yang lebih rendah, sehingga tone tetap bisa dikendalikan dan ampli tetap aman. Variac berfungsi sebagai fasilitator dan pelindung, bukan sebagai pencipta tone itu sendiri.
Popularitas Van Halen yang meledak menciptakan obsesi instan di kalangan gitaris lain untuk menemukan "kotak ajaib" Eddie (Credit foto:Eddie Van Halen|Facebook)
Gitar "Frankenstein" Rakitan Sendiri
Rahasia tone yang tebal dan memiliki output tinggi terletak pada gitar buatannya sendiri, "Frankenstein" (atau "Frankenstrat"). Pada akhir tahun 70-an, Eddie memiliki visi yang spesifik: ia menginginkan feel dan playability gaya Fender Stratocaster, tetapi dengan sound tebal dan high-output dari pickup gaya Gibson (humbucker). Karena gitar dengan kombinasi ini tidak tersedia di pasar, Eddie memutuskan untuk merakitnya sendiri menggunakan onderdil murah yang dibeli dari toko onderdil.
Ia memadukan badan abu (ash) yang murah, neck maple yang dibentuk ulang, dan yang paling penting, ia mengambil pickup humbucker Gibson PAF dari salah satu gitar semi-hollow Gibson ES-335 miliknya. Ia harus memahat badan Strat murah itu agar pickup humbucker muat. Untuk menipu para penyalin, Eddie sengaja memasang pickup palsu dan switch yang tidak berfungsi pada gitarnya. Gitarnya, yang dicat dengan strip hitam-putih-merah ikonik, adalah sebuah karya seni DIY yang membuktikan bahwa kecerdasan dan eksperimen mandiri jauh lebih berharga daripada membeli gear mahal.
Baca Juga: Aquarius Musikindo Sang Legenda yang Melawan Zaman, Kaset Ketikan hingga Gugatan Hak Cipta Digital
Teknik Bermain dan Efek
Seperti yang ditekankan oleh Produser Ted Templeman: “Aku hanya menempatkan mikrofon yang tepat di depan speaker yang tepat... Dan memang suara yang keluar memang suara gitar Ed.” Inti dari Brown Sound adalah Eddie Van Halen sendiri.
- The Power of Fingers: Inovasi $Two-Handed Tapping$
Berkat latar belakangnya sebagai pianis terlatih (ia dan Alex awalnya belajar piano), Eddie memandang fretboard gitar sebagai keyboard. Ini mendorongnya menciptakan teknik yang merevolusi gitar rock: $Two-Handed Tapping$. Alih-alih hanya menggunakan tangan kiri untuk fret dan tangan kanan untuk memetik, ia menggunakan jari-jari tangan kanannya untuk "mengetuk" (tap) senar langsung pada fretboard.
Teknik ini memungkinkan Eddie memainkan melodi yang sangat cepat, arpeggio yang kompleks, dan lick yang terdengar mengalir seperti piano sebuah capaian yang mustahil dengan metode konvensional. Melalui solo seperti "Eruption", tapping diperkenalkan ke dunia dan menghancurkan batas-batas teknis gitar. Pada awalnya, Eddie bahkan sering memutar punggungnya ke penonton saat melakukan tapping untuk menjaga misteri sound ajaibnya.
- Sentuhan Akhir Efek Modulasi yang Khas
Untuk memberikan dimensi dan tekstur unik pada brown sound-nya yang mentah, Eddie menggunakan beberapa efek modulasi sederhana:
- MXR Phase 90 (Phaser): Efek yang menciptakan sound berputar atau bergelombang (swooshing) dan memberikan kedalaman pada tone. Efek ini sangat kental terdengar di awal riff "Eruption" dan di sepanjang lagu "Ain't Talkin' 'Bout Love."
- MXR Flanger: Digunakan untuk sound yang lebih ekstrem, menghasilkan sweep yang dalam dan dramatis (seperti suara pesawat jet). Efek ini memberikan tekstur logam dan berputar pada riff utama lagu "Unchained."
- Reverb Studio: Insinyur suara Donn Landee menambahkan reverb yang diatur untuk memberikan nuansa seperti konser di aula besar, melengkapi tone Eddie dengan rasa kemegahan dan ruang.
Kisah Eddie Van Halen ini adalah kisah yang sangat inspiratif bagi setiap seniman, khususnya di Indonesia, mengingat ia membawa warisan darah Rangkasbitung. Brown Sound bukanlah sebuah rahasia yang tersimpan di dalam kabel atau chip tersembunyi. Ia adalah kombinasi sempurna dari Amplifier Marshall standar yang didorong hingga batasnya, Variac sebagai pelindung, Gitar rakitan sendiri yang cerdas, dan yang terpenting, Genius teknik dan feel yang ada di tangan Eddie Van Halen sendiri, seorang musisi yang menolak untuk mengikuti aturan gear konvensional.
Para gitaris lain menghabiskan waktu bertahun-tahun dan ribuan dolar untuk mencari "kotak ajaib" Van Halen, padahal jawaban sesungguhnya terletak pada: Latihan keras, rasa ingin tahu, dan keberanian untuk mengubah apa yang sudah ada. Ini adalah pengingat abadi bahwa dalam seni, inovasi pribadi selalu lebih berharga daripada imitasi peralatan.



