Kaleidoskop Musik 2025: Rock yang Kini Hanya Bisa Dipeluk dari Jauh, Biarlah Nostalgia Global Jadi Komoditas Middle-Up

Sukabumiupdate.com
Selasa 04 Nov 2025, 14:34 WIB
Kaleidoskop Musik 2025: Rock yang Kini Hanya Bisa Dipeluk dari Jauh, Biarlah Nostalgia Global Jadi Komoditas Middle-Up

Ironi Noel mencapai puncaknya ketika kita membandingkan ucapannya dengan harga tiket konsernya. (Sumber: x/@Oasis)

SUKABUMIUPDATE.com - Flashback duluan! Tahun 2025 dibuka dengan sebuah dentuman keras di Cardiff, yang kemudian terasa seperti dengung perpisahan. Pada 4 Juli, stadion Principality berpendar biru-putih, menyambut momen yang nyaris mustahil, apal gai jika bukan Reuni Oasis setelah 15 tahun. Liam Gallagher berteriak "Hello!" diikuti riff gitar Noel di lagu "Rock ‘n’ Roll Star." Air mata tumpah ruah. Bukan sekadar euforia, tapi kesadaran pahit, bahwa rock telah menjadi komoditas nostalgia termahal di era ini, meski selanjutnya kita bisa menyaksikan penampilan mereka lewat youtube.

Malam itu, ada obrolan di warung kopi Lodaya, "Rock sekarang middle-up, tiketnya buat yang berduit." Saya tertawa getir. Keluhan Noel Gallagher tiga tahun lalu terbukti kalau anak kelas pekerja tak mampu lagi beli gitar, apalagi menyewa studio. Ruang latihan di Manchester sudah jadi wine bar. Oasis lahir dari council estate, namun reuni mereka adalah produk algoritma Ticketmaster.

Di tengah keluhan mahalnya rock global, Indonesia menawarkan antitesis manis. Di ibu kota, dinamika musik bergerak cepat di arteri-arteri kecil. Nadin Amizah merilis album Soal Kita, dengan lagu-lagunya diputar di angkot Bekasi sampai ojek online di Ubud.

Baca Juga: Cegah Bullying, Disdik Sukabumi Bina Sekolah Ciptakan Lingkungan Aman dan Nyaman

Official Video Lagu Hari Ini dari Isyana Sarasvati & Hindia. Foto: YouTube Hindia &  Isyana Sarasvati  (Foto: YouTube)

Hindia sukses berkolaborasi dengan Coldplay di GBK bukan mimpi, tapi nyata. Sementara musisi indie seperti Pamungkas menjual habis tur Asia Tenggara dengan tiket Rp 250 ribu, ludes dalam lima menit, tanpa dynamic pricing yang kejam! Puncaknya, Voice of Baceprot (VOB) dengan tiga personel berhijab menggebuk drum di Glastonbury. Mereka adalah jawaban atas keluhan Noel, bahwa rock kelas pekerja masih hidup dan gahar, asal kita mau melihat ke venue kecil dan menafikan layar dynamic pricing.

Penyakit baru yang melanda reuni akbar Oasis adalah Dynamic Pricing. Harga tiket yang semula £135 setara Rp 2,96 juta melonjak drastis hingga £355, atau hampir Rp 7,8 juta, hanya dalam hitungan detik. Kenaikan harga lebih dari Rp 4,8 juta ini membuktikan keluhan Noel Gallagher rock kelas pekerja telah diusir dari rumahnya sendiri.

Reuni ini memang lahir dari council estate di Manchester, tetapi ia ditumbuhkan oleh algoritma Ticketmaster. Nostalgia adalah komoditas termahal 2025 Oasis berhasil menjual £50 juta per saudara, tapi mereka gagal menjual kembali masa muda yang merakyat. Namun, di balik harga yang mencekik, 2025 juga menyimpan melodi harapan.

Baca Juga: Dianggap Hina Adat Masyarakat Toraja, Pandji Pragiwaksono Minta Maaf

Voice of Baceprot (VOB) Mereka juga melakukan perjalanan internasional dan tampil di K-Arena Yokohama, Jepang, pada bulan Juni 2025Voice of Baceprot (VOB) Mereka juga melakukan perjalanan internasional dan tampil di K-Arena Yokohama, Jepang, pada bulan Juni 2025 (Credit foto: Voice of Baceprot/FB)

Di Indonesia, nadi musik berdenyut kuat di urat-urat kecil. Nadin Amizah merilis albumnya Soal Kita (Maret 2025), dengan single "Rayuan Pelan" yang diputar dari angkot Bekasi hingga ojek online Ubud, mencatatkan 50 juta stream di platform digital dalam dua bulan pertama. Hindia sukses kolaborasi epik dengan Coldplay di GBK. Sementara itu, Pamungkas menjual habis tur Asia Tenggara dengan tiket Rp 250 ribu ludes dalam 5 menit, tanpa dynamic pricing. Puncaknya, Voice of Baceprot (VOB) menggebuk drum di Glastonbury, membuktikan rock kelas pekerja masih hidup asal kita mau melihat ke venue kecil dan platform digital.

Di Wembley (Agustus 2025), euforia Oasis sempat berubah duka ketika seorang pria jatuh dari balkon tingkat atas. Konser dihentikan 12 menit. Rock yang dulu tentang pemberontakan, kini juga tentang keselamatan.

Namun, yang paling menghangatkan adalah momen kecil. Di panggung Manchester, malam kedua, Noel dan Liam berpelukan. Bukan sekadar gimmick. Tangan Noel menepuk punggung Liam tiga kali, seperti kakak yang baru ingat adiknya masih kecil. Di balik panggung, Steven Knight merekam semuanya untuk film dokumenter yang dirumorkan menjadi The Last Dance-nya Britpop.

Saat tur berakhir di São Paulo, Noel diwawancara, "Mungkin ini yang terakhir." Liam hanya menyengir, "Kita lihat saja." Dunia tak butuh jawaban pasti. Yang kita butuh cuma satu: lagu yang membuat kita lupa dompet menipis.

Kamu angkat gelas kopi tubruk, bilang, "2025 lumayan, bro. Rock mahal, tapi cerita kita gratis." Saya mengangguk. Di luar, hujan Jakarta turun pelan, seperti "Don’t Look Back in Anger" versi akustik. Semoga 2026 tiketnya lebih manusiawi.

Baca Juga: Sukabumi Beach Cleaning Up 2025: Gerakan untuk Wisata Bersih dan Berkelanjutan

Nadin Amizah Alami Pelecehan Seksual, Bagian Sensitifnya Diraba Oknum Penggemar.Nadin Amizah dapat pengakuan publik setelah berkolaborasi dengan Dipha Barus. Karya-karyanya sering kali mengeksplorasi tema-tema emosional mendalam.

Di penghujung 2025, saat gimmick Oasis di Wembley yang bernilai Rp 7,8 juta per tiket itu mulai pudar, kita sadar: gemuruh rock sejati tak lagi berada di stadion. Dentumannya justru bergetar di kamar kos, di studio sewa Rp 75 ribu per jam, dan di venue kecil tempat Nadin Amizah, Hindia, dan Voice of Baceprot membuktikan bahwa kelas pekerja masih punya suara dan gitar.

Biarlah nostalgia global menjadi komoditas middle-up yang mahal, sebab musik sejati Indonesia tetap hidup di konser Rp 150 ribu yang membuat kita pulang naik TransJakarta sambil bernyanyi hingga fals. Akhirnya, yang kita butuh bukan superstar di panggung raksasa, melainkan lagu yang tulus yang membuat kita lupa dompet menipis.

Kamu angkat gelas kopi tubruk, bilang, "2025 lumayan, bro. Rock mahal, tapi cerita kita gratis." Saya mengangguk. Di luar, hujan Jakarta turun pelan, seperti "Don’t Look Back in Anger" versi akustik.Semoga, ya! Sebulan lagi Desember, di 2026 tiketnya lebih manusiawi.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini