Membangun Kecerdasan Emosional: Seni Mengenali, Menerima, dan Mengendalikan Perasaan

Sukabumiupdate.com
Sabtu 25 Okt 2025, 10:00 WIB
Membangun Kecerdasan Emosional: Seni Mengenali, Menerima, dan Mengendalikan Perasaan

Ilustrasi Emosi, Membangun Kecerdasan Emosional: Seni Mengenali, Menerima, dan Mengendalikan Perasaan (Sumber : Freepik/@rawpixel.com)

SUKABUMIUPDATE.com - Kecerdasan emosional (emotional intelligence atau EQ) bukan sekadar kemampuan untuk tenang saat marah, melainkan keterampilan sadar yang meliputi mengenali, menerima, dan mengelola emosi agar kehidupan kita lebih seimbang dan hubungan kita lebih sehat. Dikutif dari Psychology Today, emotional intelligence meliputi kemampuan mengenali emosi sendiri dan orang lain, menggunakan emosi untuk berpikir dan memecahkan masalah, serta mengatur emosi agar sesuai dengan situasi.
Kali ini kita akan membahas tiga tahap penting: mengenali, menerima, dan mengendalikan perasaan serta bagaimana mengembangkannya secara praktis.

1. Mengenali: Langkah Pertama – Self-Awareness

Sebelum kita bisa mengelola emosi, kita harus bisa mengetahui bahwa kita sedang merasa. orang dengan EQ tinggi sangat sadar terhadap kondisi emosinya, bahkan terhadap emosi negatif seperti frustrasi atau sedih.

Praktik mengenali emosi

  • Mulailah dengan memberi nama pada apa yang Anda rasakan: Saya merasa kecewa, Saya merasa cemas, bukan hanya Saya nggak enak. memberi label emosional meningkatkan kemungkinan kita bisa mengelolanya.
  • Perhatikan respons tubuh Anda: detak jantung meningkat, otot menegang, napas makin cepat. Emosi sering muncul lewat isyarat fisik.
  • Tanyakan pada diri sendiri: Mengapa saya merasakan ini? Konteksnya apa? Dengan begitu, Anda mulai melihat pola dan penyebab emosinya.

Baca Juga: Kecerdasan Emosional: Soft Skill Penting yang Jarang Diajarkan di Sekolah

2. Menerima: Tidak Menolak atau Menekan

Mengenali saja tidak cukup jika kemudian kita menolak atau menghindari emosi itu. Menerima berarti memberikan ruang bagi perasaan tanpa menghakimi diri sendiri. Sekadar mengenali emosi belum menjadikannya kecerdasan emosional kita juga harus memahami dan mengelola emosi tersebut.

Praktik menerima emosi

  • Alih-alih berkata saya tidak boleh merasa sedih, katakan saya sekarang merasa sedih, dan itu oke.
  • Hentikan sejenak aktivitas, tarik napas, dan biarkan emosi itu hadir. Perlihatkan pada diri sendiri: Ya, ini saya merasakannya.

  • Catat bahwa emosi bukan musuh mereka memberi sinyal. Misalnya, rasa marah bisa menunjukkan bahwa suatu batas telah dilanggar. Rasa takut bisa menunjukkan bahwa kita butuh perlindungan atau persiapan.

3. Mengendalikan: Respons yang Bermakna, Bukan Reaksi Instan

Tahap paling penting bukan menekan emosi, tetapi mengelolanya agar respons kita sesuai dengan nilai dan tujuan kita. Psychology Today menyebut bahwa regulasi emosi (emotion regulation) adalah bagian inti dari EQ‎ kemampuan untuk menurunkan intensitas emosi dan mengubah mood atau suasana batin. 

Praktik mengendalikan emosi

  • Pause before you act: Saat emosi naik, hentikan sedikit, tarik napas, kemudian pikir langkah yang akan diambil.
  • Ubah kerangka pikiran (cognitive reappraisal): Misalnya, daripada berpikir ini semua salah saya, ubah jadi saya memang merasa disingkirkan apa yang bisa saya lakukan sekarang?
  • Gunakan emosi sebagai alat: Emosi yang diolah dengan baik bisa menjadi bahan motivasi rasa frustrasi bisa jadi dorongan perubahan rasa antusias bisa jadi energi untuk memulai proyek.
  • Latihan rutin: EI bukan sesuatu yang instan butuh latihan sadar journaling, refleksi, atau diskusi dengan orang tepercaya.

Baca Juga: Sering Merasa Emosional Tanpa Sebab? Ini 6 Alasannya yang Jarang Kamu Sadari

4. Integrasi Ketiga Tahap dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dengan mengenali, menerima, dan mengendalikan emosi, kita bisa membangun kecerdasan emosional yang nyata. Berikut beberapa skenario penerapannya:

  • Dalam hubungan interpersonal: Ketika pasangan atau teman merasa resah, Anda bisa mengenali dulu emosi Anda sendiri, menerima bahwa Anda mungkin juga ikut merasa atau terpengaruh, lalu mengontrol respons Anda agar tetap terbuka, pendengar, bukan defensif.
  • Di tempat kerja atau studi: Saat tekanan muncul, Anda mengenali stres atau takut gagal, menerima bahwa itu adalah bagian dari proses, kemudian mengelola agar tetap fokus dan produktif, bukan terbakar emosi.
  • Dalam perkembangan diri: Anda bisa menjadikan journaling atau refleksi harian sebagai rutinitas Hari ini saya merasa …, penyebabnya …, apa yang bisa saya lakukan berbeda?. Dengan terus melatih ini, Anda memperkuat otot emosi Anda.

Membangun kecerdasan emosional bukan tentang menjadi tanpa emosi atau selalu ceria. Sebaliknya, ini adalah seni mengenali apa yang kita rasakan, menerima dengan lembut tanpa penghakiman, dan mengendalikan dengan bijak untuk menciptakan kehidupan yang lebih bermakna. Kesadaran saja tidak cukup kita perlu belajar mengembangkan keterampilan ini secara aktif.

Mulailah hari ini dengan satu napas, satu pengakuan kecil terhadap emosi Anda dan biarkan perjalanan ini membawa Anda ke arah hubungan yang lebih sehat, keputusan yang lebih bijak, dan kehidupan yang lebih utuh.

Baca Juga: Anarki di Nusantara Jejak Sex Pistols dan Evolusi Punk Rock di Indonesia

Sumber: Psychology Today

Berita Terkait
Berita Terkini