SUKABUMIUPDATE.com - Sex Pistols mungkin hanya merilis satu album, namun pengaruhnya terhadap budaya perlawanan global sungguh tak terukur. Lahir dari kekecewaan politik dan kemarahan kelas pekerja di Inggris era 1970-an, band ini meledakkan genre punk rock. Jauh melintasi samudra dan waktu, semangat anarchy dan kritik sosial yang mereka bawa berhasil menembus batas geografis, menemukan lahan subur di Indonesia dan menjadi fondasi bagi salah satu subkultur paling vokal di Nusantara.
Sebelum menelusuri bagaimana semangat anti-kemapanan Sex Pistols memengaruhi band-band di Indonesia dari sound mentah Netral hingga kritik sosial Marjinal dan Sukatani atau sederet nama Band Punk lainnya seperti SID dan sebagainya sangat penting untuk menjernihkan kesalahpahaman utama yang sering muncul.
Di mata publik awam, citra punk seringkali tereduksi menjadi stereotip anak jalanan berandalan dengan penampilan yang ekstrem, atau bahkan tindakan kriminal. Padahal, subkultur yang diwarisi dari London tahun 70-an ini memiliki dikotomi mendasar, Updaters! Ada gerakan sosiopolitik yang matang dan ideologis yang berpegang pada prinsip DIY dan kritik sistem, dan ada pula gaya hidup yang terpinggirkan yang murni bersifat reaksioner terhadap kesulitan hidup.
Warisan Anti-Kemapanan
Lagu-lagu Sex Pistols, terutama "Anarchy in the U.K." dan "God Save The Queen," adalah manual terbuka tentang bagaimana menggunakan musik sebagai senjata politik. Lirik yang Anda sebutkan, mengenai "council tenancy," adalah sindiran keras terhadap kebohongan negara yang menyembunyikan kemiskinan. Pesan ini diterjemahkan dengan sempurna oleh para pionir punk Indonesia. Mereka melihat bahwa semangat perlawanan terhadap monarki dan kemapanan di Inggris memiliki paralel kuat dengan realitas politik, ketidakadilan, dan dominasi otoritas di Indonesia pada masa Orde Baru.
Baca Juga: Terobosan BRIN Mengubah Limbah Pinang dan Pisang Menjadi Kemasan Pangan Masa Depan
Di mata publik awam, citra punk seringkali tereduksi menjadi stereotip anak jalanan berandalan dengan penampilan yang ekstrem, atau bahkan tindakan kriminal.(GenImage by:Sora)
Pengaruh awal punk tiba di Indonesia melalui para pelajar yang pulang dari luar negeri dan kiriman kaset atau majalah. Pada akhir 1980-an, band-band seperti Anti Septic dan Young Offender di Jakarta mulai mengadopsi musik tiga kord yang cepat dan brutal ini. Mereka bukan hanya meniru gaya bermusik, tetapi juga menginternalisasi filosofi inti punk: Anti-Kemapanan (Anti-Establishment) dan mandiri (Do It Yourself). Sex Pistols mengajarkan bahwa Anda tidak perlu keahlian virtuoso; Anda hanya perlu kemarahan dan pesan.
Filosofi DIY ini menjadi krusial. Sex Pistols menunjukkan bahwa musisi tidak perlu bergantung pada major label yang kapitalistik. Di Indonesia, ini melahirkan scene yang sepenuhnya independen, di mana para punkers memproduksi sendiri rekaman mereka (kaset), menerbitkan majalah swakelola (zine), dan menyelenggarakan konser di ruang-ruang komunitas. Kemandirian total ini adalah warisan paling berharga dari semangat anarkis yang dibawa Johnny Rotten dan kawan-kawan.
Dari Netral hingga Sukatani
Seiring berjalannya waktu dan setelah reformasi 1998, punk dan sub-genre turunannya mengalami transformasi. Netral (sekarang NTRL), meskipun lebih condong ke alternative rock dan grunge di awal karir mereka, sering memasukkan energi mentah dan tempo cepat khas punk yang dipengaruhi oleh etos band-band senior seperti Sex Pistols. Kehadiran mereka di arus utama pada era 90-an menunjukkan bagaimana energi pemberontakan punk mulai diadaptasi dan diterima lebih luas, menjadi jembatan antara punk underground dan musik populer.
Baca Juga: Virus Pink Melanda Jakarta Hari Ini 24 Oktober 2025, Netizen Demam Bareng!
Di sisi yang lebih keras dan ideologis, ikon-ikon seperti Marjinal dan Bunga Hitam tetap menjadi garda terdepan Anarko-Punk. Lirik Marjinal secara terang-terangan menyoroti isu-isu lokal, mulai dari penggusuran, nasib buruh migran, hingga kritik terhadap kebijakan negara. Sama seperti Sex Pistols yang menyerang Istana Buckingham, Marjinal dan band sejenis mengarahkan kritiknya langsung ke jantung kekuasaan dan ketidakadilan di Nusantara.
Sementara itu, band seperti Superman Is Dead (SID) dari Bali berhasil membawa semangat anti-kemapanan punk ke panggung yang lebih besar. Mereka memadukan Pop-Punk dengan pesan sosial-politik yang kuat, menunjukkan bahwa kritik tetap bisa disampaikan tanpa kehilangan daya tarik massa. Keberhasilan SID membuktikan bahwa ideologi perlawanan yang diwarisi dari Pistols dapat bertahan di tengah komersialisasi, asalkan esensi perlawanan tetap dipegang teguh.
Dalam skena masa kini, band seperti Sukatani muncul sebagai penerus yang relevan. Band ini mewakili generasi yang melanjutkan estafet kritik sosial, seringkali dengan angle yang lebih spesifik dan kontemporer, menunjukkan bahwa kemarahan punk terhadap ketidakadilan tetap relevan di era digital. Mereka membuktikan bahwa musik punk di Indonesia tidak pernah mati, hanya bertransformasi sesuai tantangan zaman.
"Semakin tua semakin punk!" - Sukatani (Ilustrasi: GenImage by:Sora)
Baca Juga: Petani Sukabumi Lega Harga Pupuk Bersubsidi Turun, Meski Belum Bisa Beli karena Ekonomi
Punk, Identitas & Solidaritas
Pengaruh Sex Pistols meluas dari sekadar lirik dan irama menjadi identitas visual dan gaya hidup. Fesyen punk (jaket kulit, rambut mohawk, pin, dan rantai) yang dipopulerkan oleh Pistols diadopsi sebagai penanda perlawanan terhadap standar kesopanan yang diatur oleh masyarakat arus utama. Di Indonesia, gaya ini sering disalahartikan dan distigma negatif, namun bagi para pengusungnya, ini adalah simbol penolakan terhadap kepalsuan dan konformitas.
Dalam konteks aktivisme, band-band punk Indonesia sering menggunakan panggung sebagai mimbar untuk aksi kemanusiaan. Marjinal, misalnya, mendirikan komunitas Taring Babi yang fokus pada kegiatan sosial dan pemberdayaan. Gerakan punk di Indonesia tidak berhenti pada musik, ia menjadi sebuah kolektif yang memberikan ruang aman bagi kaum muda untuk menyuarakan kekecewaan dan membangun solidaritas di luar sistem yang dianggap korup.
Meskipun Sex Pistols sendiri mungkin tidak pernah konser di Jakarta atau Bali, gema "Anarchy in the U.K." telah meresonansi kuat di seluruh Nusantara. Pengakuan bahwa musik adalah alat demokratis, mampu meruntuhkan hierarki, dan yang terpenting, memberikan suara kepada mereka yang selama ini dibungkam. Di Indonesia, punk rock yang terinspirasi Pistols dari pendahulu seperti Netral hingga penerus kontemporer seperti Sukatani terus hidup sebagai budaya tanding yang relevan, membuktikan bahwa semangat untuk menentang status quo tidak akan pernah mati.

