من ترك الجمعة ثلاث مرات تهاونا بها طبع الله على قلبه
Artinya: “Siapa meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan, niscaya Allah menutup hatinya,” (HR At-Turmudzi, At-Thabarani, Ad-Daruquthni). Hadits yang terakhir ini kemudian dijelaskan oleh Imam Ar-Ramli melalui Kitab Nihayatul Muhtaj".
Lalu bagaimana jika seseorang tidak melakukan shalat Jumat karena ia sedang mengalami sakit? Apakah orang yang demikian tetap masuk dalam kategori orang yang akan Allah kunci hatinya. Atau Allah maafkan karena ada alasan sakit?
Baca Juga: Kisah Masjid di Cibadak Sukabumi, Berdiri di Area Proyek Jembatan Pamuruyan Baru
Syekh Ahmad Az-Zarqa, dalam Syarhul Qawaidil Fiqhiyyah, halaman 243, menjawab pertanyaan di atas dengan logika seperti di bawah ini,
إذَا تَعَارَضَ الْمَانِعُ وَالْمُقْتَضِي فَإِنَّهُ يُقَدَّمُ الْمَانِعُ لأنَّ اعْتِناءَ الشارِعِ بالمَنْهِيّاتِ أَشَدُّ مِنِ اعْتِنائِه بالمَأْمُوْراتِ لِحَدِيْث مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْه فَاجْتَنِبُوْه ومَا أَمَرْتُكُمْ بِه فَأْتُوْا مِنْه مَا اسْتَطَعْتُمْ
Artinya: “Jika (kita) dihadapkan pada larangan dan perintah (wajib/sunnah), maka larangan diprioritaskan karena perhatian syariat pada larangan lebih kuat daripada perhatian pada perintah sebagaimana hadits Rasulullah, ‘Apa yang kularang kepada kalian, jauhilah. Apa yang kuperintahkan kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian.”
Baca Juga: Julang Emas Mati Ditembak, Burung Ikon Geopark Ciletuh Sukabumi Kini Tersisa 3 Ekor
Dalam konteks orang yang sedang sakit dan akan melakukan salat Jumat, maka hakikatnya ada larangan untuk pergi memaksakan melakukan ibadah, sebab dikhawatirkan merusak jiwa.
Padahal, dalam Islam, menjaga jiwa lebih penting dari memperhatikan perintah melakukan ibadah. Maka, menjalankan larangan (tidak shalat Jum’at) harus lebih diutamakan daripada melakukan perintah (salat Jumat).