SUKABUMIUPDATE.com - Sejak diluncurkan sebagai bagian dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), besaran iuran BPJS Kesehatan telah mengalami beberapa kali perubahan. Penyesuaian ini dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan pendanaan program dengan kondisi keuangan negara dan kemampuan bayar peserta.
Mengutip tempo.co, setiap kenaikan iuran memengaruhi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan serta menjadi perhatian publik. Kini, pemerintah juga memberi sinyal rencana kenaikan iuran pada 2026 sebagai bagian dari pengaturan kembali keberlanjutan program.
Pemerintah berencana menaikkan iuran program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan mulai Januari 2026 bagi masyarakat umum yang jumlahnya paling besar Rp160 ribu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR RI pada 27 Agustus lalu menyampaikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan terbagi menjadi dua, yaitu untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan pekerja mandiri serta untuk segmen pekerja penerima upah.
“Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, 21 Agustus 2025.
Baca Juga: DPMPTSP Catat 95 Persen Kepuasan: MPP Sukabumi Layani 600 Masalah BPJS Kesehatan
Tarif Awal BPJS Kesehatan saat Diluncurkan
Sejak beralih dari PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan dan diintegrasikan dalam skema JKN pada 1 Januari 2014, tarif iuran telah ditetapkan berdasarkan kelas pelayanan:
Kelas I: Rp 59.500 per orang per bulan
Kelas II: Rp 42.500 per orang per bulan
Kelas III: Rp 25.500 per orang per bulan
Untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI): Rp 19.225 per orang per bulan
Ketentuan ini diatur dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2013, menjadi dasar tarif saat peluncuran program JKN.
Jejak Kenaikan Tarif
Setelah kebijakan tarif awal tersebut berjalan, pemerintah mulai mengevaluasi keberlanjutan pembiayaan program JKN. Hasil evaluasi menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara besaran iuran dengan beban pelayanan kesehatan yang terus meningkat. Kondisi ini mendorong pemerintah melakukan penyesuaian tarif pertama kali beberapa tahun setelah program diluncurkan.
1. Kenaikan tajam pada 2019
Pada akhir 2019 pemerintah mengambil keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta bukan penerima upah (PBPU).
Besaran iuran yang harus dibayar peserta yaitu:
Kelas III: dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan
Kelas II: dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan
Kelas I: dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per bulan
Kebijakan ini memicu penolakan publik dan menjadi sorotan terkait keberlanjutan program, serta disebut-sebut mendorong sebagian peserta menurunkan kelas kepesertaan atau berhenti berlangganan.
2. Perubahan Mekanika Iuran (2019–2020)
Dilansir dari Setkab.go.id, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 menetapkan tarif baru dan pembagian beban iuran bagi pekerja penerima upah (PPU). Total iuran ditetapkan sebesar 5 persen dari gaji, dengan 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1persen dibayarkan oleh pekerja, mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Kebijakan ini menjadi salah satu titik penting dalam mekanika pembiayaan JKN.
Setahun kemudian, pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian melalui Perpres perubahan yang memberikan ruang subsidi sementara untuk meringankan beban kelas III. Akibatnya, besaran iuran efektif yang diterima BPJS Kesehatan di lapangan mengalami perubahan dibandingkan angka sebelum subsidi. Pemerintah menegaskan bahwa subsidi ini menurunkan iuran terbayarkan untuk segmen tertentu pada periode tersebut.
3. Defisit dan Penyesuaian Iuran (2020–2024)
Sejak 2020 isu defisit keuangan BPJS Kesehatan menjadi argumen utama untuk wacana penyesuaian iuran. Pemerintah dan DPR beberapa kali melakukan perhitungan ulang besaran tarif dan sumber pendanaan, sementara pihak layanan publik dan pengawas menyuarakan kekhawatiran terhadap kualitas pelayanan serta beban masyarakat apabila iuran dinaikkan tanpa perbaikan layanan yang jelas.
Sementara itu, pejabat negara menegaskan bahwa penyesuaian tarif masih dalam perhitungan. Kementerian Kesehatan beberapa kali menekankan bahwa kebijakan kenaikan iuran tidak diberlakukan pada periode tertentu, untuk menjaga keberlanjutan program sekaligus mempertimbangkan kondisi masyarakat.
4. Peralihan ke KRIS dan Aturan Baru (2025)
Pada awal 2025 pemerintah mengumumkan perubahan struktur kelas rawat inap menjadi satu skema baru, yaitu Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS. Skema ini turut mengubah cara perhitungan iuran serta manfaat layanan, dengan tujuan menata kembali kategori layanan dan menyesuaikan besaran iuran yang berlaku sejak penerapan kebijakan. Pengumuman ini menjadi bagian dari proses reformasi yang lebih luas terhadap skema JKN.
Hingga awal 2025, besaran iuran BPJS Kesehatan bagi peserta PBPU tetap mengikuti kebijakan subsidi pemerintah, khususnya untuk kelas III, dengan peserta membayar Rp 35.000 per bulan dan selisih Rp 7.000 ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah. Sementara itu, iuran kelas II dan kelas I PBPU masing-masing sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000 per bulan.
Tarif ini berlaku hingga pengumuman resmi struktur baru KRIS, yang menjadi bagian dari reformasi skema JKN dan rencana penyesuaian lebih lanjut, termasuk sinyal kenaikan iuran pada 2026 yang tengah dibahas pemerintah.
Sumber: Tempo.co