Inflasi Kota Sukabumi Tertinggi di Jabar, Bappeda Paparkan Langkah Pengendalian

Sukabumiupdate.com
Kamis 14 Agu 2025, 00:01 WIB
Inflasi Kota Sukabumi Tertinggi di Jabar, Bappeda Paparkan Langkah Pengendalian

Ilustrasi inflasi.| Foto: netsuite.com

SUKABUMIUPDATE.com – Kota Sukabumi tercatat sebagai daerah dengan inflasi tahunan (year-on-year/y-on-y) tertinggi di Jawa Barat pada Juli 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, inflasi y-on-y Kota Sukabumi sebesar 3,63 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 109,95.

Sebagai perbandingan, inflasi terendah di Jawa Barat terjadi di Kabupaten Bandung sebesar 1,55 persen dengan IHK 109,24. Sementara inflasi y-on-y Jawa Barat secara keseluruhan sebesar 2,03 persen dengan IHK 109,00.

Menanggapi data tersebut, Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda Kota Sukabumi, Erni Agus Riyani menjelaskan bahwa inflasi y-o-y tertinggi di Kota Sukabumi terjadi pada Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya sebesar 10,15 persen dengan IHK 122,22. 

“Untuk deflasi y-on-y terjadi pada kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -0,51 persen dengan IHK 98,63,” ujar Erni.

Baca Juga: Jabar Alami Inflasi Year-on-Year Juli 2025 Sebesar 2,03 Persen

Dalam periode bulanan (month-to-month/m-to-m), inflasi Kota Sukabumi pada Juli 2025 tercatat sebesar 0,21 persen. Erni menyebut penyumbang inflasi bulanan terbesar berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau, terutama komoditas telur ayam ras, beras, bawang merah, sigaret putih mesin, cabai rawit, tomat, dan pisang.

"Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Sukabumi, inflasi m-to-m Juli 2025 tercatat sebesar 0,21 persen," tuturnya.

Untuk mengendalikan inflasi, lanjut Erni, Pemkot Sukabumi melakukan berbagai langkah, antara lain:

1. Menjaga ketersediaan pasokan pangan, termasuk cadangan pangan daerah, budidaya padi sawah (IP 400), gerakan tanam cabai, bawang merah, jagung, dan urban farming.

2. Menjaga kelancaran distribusi, melalui monitoring minyak, beras, dan kerja sama dengan produsen untuk menjaga pasokan.

3. Komunikasi dan monitoring efektif, memanfaatkan sistem informasi seperti SP2KP (Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok), Neraca Pangan, SIPANDA (Sistem Informasi Pangan Daerah), dan SILINDA (Sistem Informasi Pengendalian Inflasi Daerah) Jabar untuk pemantauan harga bahan pokok.

4. Pengawasan dan koordinasi, bersama forkopimda dan satgas pangan terhadap sembako dan pupuk bersubsidi, serta analisis stabilitas ekonomi untuk menjaga keterjangkauan barang dan jasa.

"Termasuk juga menganalisis stabilitas permasalahan perekonomian daerah, yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkauan barang dan jasa," pungkasnya. (adv)

Berita Terkait
Berita Terkini