SUKABUMIUPDATE.com - Banjir bandang yang menerjang Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, pada Senin (27/10/2025), dinilai oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat bukan sekadar akibat curah hujan tinggi. Peristiwa ini dianggap sebagai cerminan dari kerusakan ekologis yang kian parah, terutama akibat aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut.
Tim Desk Disaster WALHI Jawa Barat, Fariz Abbiyu Putra W, menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah yang menimpa warga di sekitar aliran Sungai Cisolok.
“Kami turut prihatin terhadap seluruh korban dari banjir bandang di Sungai Cisolok ini. Kalau kita lihat, banjir bandang ini bukan hanya soal curah hujan ekstrem dan penyempitan sungai. Ini tanda jelas bahwa kondisi ekologis di Sukabumi sudah rusak parah,” ujar Fariz kepada sukabumiupdate.com, Kamis (30/10/2025).
Menurut Fariz, terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab banjir bandang Cisolok versi WALHI, di antaranya curah hujan ekstrem, penyempitan sepadan sungai, deforestasi yang kian masif, dan yang paling disoroti adalah aktivitas tambang ilegal di wilayah hulu.
“Aktivitas tambang ilegal di hulu sungai ini sangat berbahaya. Ketika struktur tanah dan tutupan vegetasi rusak, maka air hujan tidak bisa meresap ke dalam tanah. Akibatnya, terjadi run off atau aliran air permukaan dalam jumlah besar yang langsung mengarah ke dataran rendah dan menimbulkan banjir bandang,” jelasnya.
Baca Juga: Bupati Sukabumi Sebut Banjir Bandang dan Longsor Diduga Dipicu Tambang Ilegal
Fariz menegaskan, bencana yang terjadi di Cisolok bukanlah bencana alam murni, melainkan bencana ekologis akibat kelalaian dan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas tambang serta pengelolaan lingkungan.
“Ini bukan bencana alam murni, tapi bencana ekologis yang lahir dari kelalaian dan lemahnya pengawasan pemerintah. Pemerintah daerah harus segera melakukan audit lingkungan dan menindak tegas aktivitas tambang yang melanggar aturan dan merusak lingkungan,” tegas Fariz.
Selain penegakan hukum, WALHI Jawa Barat juga mendesak agar pemerintah tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur pascabencana. Menurut Fariz, pemulihan ekologis harus menjadi prioritas, terutama di kawasan hulu dan sepadan sungai.
“Ke depan harus ada pemulihan struktur hulu dan sepadan sungai, bukan hanya perbaikan infrastruktur. Ekosistem sungai, vegetasi hulu, dan ruang hidup masyarakat harus dipulihkan,” kata Fariz.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam proses pengawasan dan pemulihan lingkungan, karena mereka memiliki pengetahuan paling baik tentang kondisi wilayahnya.
“Masyarakat lokal harus dilibatkan karena mereka lebih paham tentang karakteristik daerahnya. Mereka tahu asal-usul, vegetasi, dan dinamika lingkungan di wilayah Sungai Cisolok. Tanpa keterlibatan mereka, upaya pemulihan tidak akan efektif,” pungkasnya.
WALHI Jawa Barat berharap pemerintah segera bertindak untuk mencegah bencana serupa di masa mendatang melalui kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat.





