Aroma Sejarah di Cangkir Kopi Diarpus: Seduh dan Seruput Literasi di Sukabumi Expo 2025

Sukabumiupdate.com
Senin 06 Okt 2025, 17:50 WIB
Aroma Sejarah di Cangkir Kopi Diarpus: Seduh dan Seruput Literasi di Sukabumi Expo 2025

Salah satu wajah muda di balik aroma kopi ini adalah Khoerul Anwar, warga Caringin yang akrab disapa Away. (Sumber: dok Diarpus)

SUKABUMIUPDATE.com - Di tengah riuh Sukabumi Expo 2025, aroma kopi menguar dari sebuah stand yang berbeda dari lainnya. Tidak ada suara mesin industri atau dentingan alat elektronik di sana—hanya wangi arabika dan robusta yang menggelitik penciuman pengunjung. Stand itu milik Dinas Arsip dan Perpustakaan (Diarpus) Kabupaten Sukabumi, yang tahun ini memilih menyeduh literasi dengan rasa dan sejarah.

Tak sekadar menjual kopi, Diarpus menghadirkan sebuah perjalanan waktu. Di atas meja kayu sederhana, tertulis kisah panjang bagaimana tanaman kopi pernah mengubah sejarah Priangan. Dari Sukabumi, Cianjur, hingga Bogor, daerah ini pernah menjadi denyut jantung perdagangan kopi dunia di masa VOC.

Pada tahun 1696, biji kopi arabika pertama kali masuk ke Pulau Jawa. Tiga tahun kemudian, kabar menggembirakan datang: tanaman itu tumbuh subur di Kampung Melayu, Bidara Cina, Palmerah, Sukabumi, dan wilayah Priangan Barat. Kala itu, Gubernur Jenderal Van Outhporn menyebarkan bibit kopi kepada para bupati di Priangan dan Cirebon. Dari sinilah perjalanan panjang kopi dimulai.

Baca Juga: Lamaran Ditolak karena Beda Agama, Sidang Kasus Ibu dan Anak di Sukabumi Korban Air Keras

Empat tahun setelah kerja sama antara VOC dan para bupati Priangan Barat pada 1707, Wiratanudatar III atau Dalem Condre, Bupati Cianjur, berhasil melakukan panen kopi pertama. Tahun yang sama menandai ekspor perdana kopi oleh VOC, yang kemudian dikenal dunia sebagai Java Coffee. Bahkan pada 1726, kopi dari Priangan menguasai 75 persen pasar kopi global.

Namun kejayaan itu tak datang tanpa harga. VOC kemudian menerapkan sistem Contingenten kewajiban bagi para bupati untuk menyetor kopi dalam jumlah tertentu setiap tahun. Di wilayah Gunung Guruh, misalnya, para petani diwajibkan mengirim 10 ribu pikul hasil panen. Jalur distribusi pun dibangun, termasuk jalan setapak yang menghubungkan Batavia–Bogor–Sukabumi–Cianjur–Bandung. Jalan itu kelak dikenal sebagai Jalan Raya Pos, urat nadi perdagangan masa kolonial yang kini menjadi saksi bisu sejarah.

Lebih dari dua abad kemudian, semangat itu seolah hidup kembali di stand kecil Diarpus. Bukan untuk memenuhi pesanan kompeni, tapi untuk menghidupkan kembali ingatan bahwa kopi dan literasi pernah berjalan seiring di tanah Sukabumi.

Baca Juga: Didatangi Ribuan Orang, Satpol PP Sukabumi Bicara Keamanan Seren Taun Gelar Alam

Lewat program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), Diarpus mencoba menghadirkan literasi yang bisa dirasakan, bukan hanya dibaca. Salah satu inisiatifnya, Kopi Baper (Kolaborasi Pintar Melalui Perpustakaan), menjembatani dunia baca dengan dunia usaha. Melalui program ini, Diarpus membina pelaku UMKM, termasuk para pengolah kopi lokal.

Salah satu wajah muda di balik aroma kopi ini adalah Khoerul Anwar, warga Caringin yang akrab disapa Away. Ia adalah alumni pelatihan barista Kopi Baper yang kini dipercaya meracik kopi di stand Diarpus. “Dulu saya belajar menyeduh di perpustakaan. Sekarang saya bisa praktik langsung dan mengenalkan kopi Sukabumi ke pengunjung expo,” katanya sambil menuang air panas ke bubuk kopi arabika Gunung Wayang.

Di tangannya, tiga menu lahir dari semangat literasi: Kopi Aing (Lemon Rock) yang segar, Kopi Pa Suhe yakni perpaduan susu dan jahe yang hangat, dan Javanese Ice yang ringan di lidah. Di hari pertama expo, seratus cangkir dibagikan gratis. Hari kedua, pengunjung rela antre meski harus merogoh Rp5.000 per gelas.

Baca Juga: Ortu Siswa SD di Sukaraja Sukabumi Keluhkan Menu MBG Yang Bau dan Berulat

Namun lebih dari angka dan penjualan, stand Diarpus menghadirkan sesuatu yang lebih mendalam: aroma sejarah yang menempel di setiap seruput. Setiap cangkir menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara buku dan tangan petani, antara pengetahuan dan penghidupan.

Ke depan, Diarpus berencana menggandeng Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas Pertanian untuk menggelar Festival Kopi Sukabumi. Sebuah langkah yang diharapkan mampu memperkuat posisi kopi Sukabumi di kancah nasional sekaligus memperkokoh gerakan literasi berbasis kesejahteraan.

Kopi di stand Diarpus bukan sekadar minuman. Ia adalah catatan sejarah yang bisa diseduh, aroma masa lalu yang menyalakan semangat baru. Di Sukabumi Expo 2025, literasi tak lagi hanya dibaca tapi juga dirasakan, dihirup, dan diminum bersama harapan. (adv)

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini