SUKABUMIUPDATE.com - Aktivitas penambangan pasir besi di wilayah pesisir selatan Kabupaten Sukabumi kembali mencuri perhatian. Setelah sebelumnya perairan Tegalbuleud di Desa Buniasih dan Desa Tegalbuleud dikenal sebagai area tambang pasir besi, kini jejak serupa pun mulai terlihat di sekitar Pantai Karang Bolong, Desa Cidahu, Kecamatan Cibitung.
Pantai Karang Bolong dikenal dengan hamparan pasir hitamnya yang khas dan menjadi salah satu destinasi wisata terutama saat akhir pekan dan hari libur. Di sepanjang pesisirnya, terdapat area pesawahan dan perbukitan hutan miliki Perhutani, menambah keindahan alam sekitar.
Akses menuju pantai ini cukup beragam. Wisatawan dapat melalui jalan desa dan jalur Perhutani yang menghubungkan perkampungan Desa Kademangan dan Jagamukti di Kecamatan Surade dengan Desa Cidahu dan Cibitung. Sebagai alternatif, perjalanan juga bisa ditempuh melalui ruas jalan kabupaten Leuwi Cagak–Karang Bolong, melewati Desa Sukatani, Kecamatan Surade.
Baca Juga: Koalisi Cek Fakta Gandeng ICT Watch Gunakan AI “Galifakta” Lawan Disinformasi
Sukabumiupdate.com, pada Rabu (12/11/2025), mencoba menelusuri lokasi melalui jalur jalan kabupaten Leuwi Cagak - Karang Bolong dan mendapati kondisi jalan yang rusak parah. Dimana jalur yang dilalui melintasi perkampungan, kebun kelapa, dan Pantai Cicaladi, kemudian menyeberangi jembatan gantung menuju Pantai Karang Bolong.
Selain melewati jalan kabupaten, Sukabumiupdate.com juga menelusuri akses lainnya dengan melewati jalan perhutani, dengan kondisi jalan berbatu, berlumpur dan penuh kubangan. Tak jauh dari akses jalan perhutani, sekitar 200 meter dari garis bibir pantai, terlihat gundukan pasir hitam menggunung dengan bekas jejak roda kendaraan di tengah jalan.
Warga sekitar menyebutkan, aktivitas tambang di lokasi itu bukan hal yang baru. Sekitar tahun 2000, kawasan tersebut pernah dikelola oleh PT Bumi Pertiwi, namun, karena kebijakan pemerintah melarang pengangkutan pasir besi mentah tanpa pengolahan di tempat, maka perusahaan tersebut menghentikan kegiatannya. Hal itu kemudian membuat pasir hasil tambang dibiarkan menumpuk hingga saat ini.
Baca Juga: Terekam CCTV: Pelaku Penipuan kepada Pedagang Tunanetra di Masjid Jalur Cibolang Sukabumi
Seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan bahwa aktivitas pengangkutan tambang pasir besi mulai tampak kembali pada November 2023, meskipun saat itu masih jarang terjadi. Namun, dalam dua bulan terakhir, ia mengamati bahwa truk-truk keluar masuk hampir setiap hari.
“Pengangkutan itu mulai terlihat lagi sejak November 2023, tapi waktu itu masih jarang. Dua bulan terakhir ini hampir tiap hari ada truk yang keluar masuk,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Menurutnya, tidak jelas apakah pengangkutan tersebut dilakukan oleh perorangan atau perusahaan. Namun jalur yang digunakan adalah jalan milik Perhutani yang tembus hingga Kampung Cikurutug, Desa Kadaleman, Kecamatan Surade, lalu langsung terhubung ke jalan nasional Surade – Tegalbuleud.
Baca Juga: Timnas Indonesia U-17 Gagal Lolos ke 32 Besar Piala Dunia, Nova Arianto: Saya Meminta Maaf
Permasalahan utama bagi warga saat ini adalah kondisi jalan yang semakin rusak akibat aktivitas yang dilalui kendaraan berat, tanpa ada perbaikan berarti. “Meski itu jalan Perhutani, tapi warga juga banyak yang menggunakan untuk aktivitas sehari-hari,” tambahnya.
Kepala Sub Seksi Hukum, Kepatuhan, dan Kompers Perhutani KPH Sukabumi, Chendra Eka Permana, membenarkan bahwa jalan tersebut merupakan aset Perhutani dengan panjang sekitar 15 kilometer.
“Itu memang jalan aset Perhutani. Jalur tersebut melintasi beberapa kampung, mulai dari Kampung Ciroyom dan Cikawung Desa Cidahu, lalu ke Kampung Caringin Desa Jagamukti Kecamatan Surade,” jelas Chendra.
Ia menambahkan, selain digunakan untuk aktivitas Perhutani, jalan itu juga pernah dimanfaatkan oleh perusahaan tambang pasir besi seperti PT Karya Sakti Purnama (KSP) dan PT Bumi Pertiwi Makmur Sejahtera (BPMS).
Namun, menurutnya, masa kerja sama penggunaan jalan antara Perhutani dan kedua perusahaan tersebut sudah berakhir. “Ada perjanjian kerja sama penggunaan jalan antara Perhutani dan perusahaan. Tapi masa berlakunya sudah habis. Kami sudah kirim surat untuk menanyakan apakah mau diperpanjang atau tidak. Sampai sekarang belum ada balasan,” ujarnya.
Perhutani mengaku akan membahas lebih lanjut persoalan ini, terutama terkait pemanfaatan aset negara untuk aktivitas mengangkut hasil tambang. Sementara warga berharap pihak terkait segera turun tangan memperbaiki jalan serta memastikan aktivitas pengangkutan pasir hitam di kawasan pesisir itu memiliki izin yang sah.






