SUKABUMIUPDATE.com – Lima warga yang berburu babi hutan di wilayah Pajampangan, Kabupaten Sukabumi, ditetapkan Polisi sebagai tersangka kasus kepemilikan senjata api ilegal. Kelima pelaku kini terancam hukuman hingga 20 tahun penjara.
Mereka masing-masing berinisial I (53), H (57), MS (43), HN (31), dan D (30). Kelimanya sebelumnya ditangkap Sat Reskrim Polres Sukabumi pada Minggu (28/9/2025) sekitar pukul 11.00 WIB di Kampung Salenggang, Desa Gunung Sungging, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi.
Dengan mengenakan baju tahanan berwarna oranye dan diborgol, para tersangka ditampilkan dalam press release di Mapolres Sukabumi, Kamis (23/10/2025), beserta barang bukti berupa lima pucuk senjata api rakitan laras panjang dan enam butir peluru tajam organik kaliber 5,56 mm.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian menjelaskan, kasus ini menjadi perhatian serius karena praktik perburuan liar tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan keselamatan warga.
“Praktik-praktik perburuan liar tersebut cukup meresahkan. Bisa terjadi salah tembak dan juga membuat binatang-binatang keluar dari hutan sehingga menyasar rumah penduduk, dan juga ini sangat membahayakan,” kata Samian kepada awak media.
Baca Juga: Gali Emas di Tanah Sendiri Tanpa Izin, 2 Penambang di Cikakak Sukabumi Terancam 5 Tahun Bui
Menurutnya, praktik perburuan liar tanpa izin di wilayah selatan Sukabumi (Pajampangan) kian marak. Karena itu, Polres Sukabumi mengintensifkan kegiatan monitoring dan patroli untuk mencegah praktik tersebut.
“Dari hasil monitoring, Polres Sukabumi berhasil mengungkap praktik kepemilikan dan penggunaan senjata api tanpa izin berikut amunisinya. Kelima pelaku kami amankan dengan barang bukti lima senjata laras panjang rakitan dan peluru tajam kaliber 5,56 mm,” jelasnya.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian saat menampilkan foto dan barang bukti senjata api rakitan yang dipakai 5 pemburu babi hutan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api. "Dengan ancaman yang cukup berat yakni 20 tahun penjara," tambah Samian.
Samian kemudian mengimbau masyarakat yang memiliki hobi berburu agar mematuhi peraturan yang berlaku.
“Berburu harus sesuai ketentuan, ada surat izin berburu dan izin kepemilikan senjata api. Itu semua ada mekanismenya, semua diatur supaya tidak menimbulkan keresahan," tandasnya.
Baca Juga: Penyaluran MBG Terhambat Akibat Jalan Rusak di Tegalbuleud Sukabumi
Kasus ini menurut Polisi bermula dari insiden seekor babi hutan yang menyerang warga hingga terluka di kebun cabai Kampung Batunamprak, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi beberapa waktu yang lalu.
Hewan tersebut diketahui sebelumnya tertembak oleh para pelaku menggunakan senjata api rakitan.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi, Iptu Hartono, menjelaskan bahwa peluru yang ditembakkan dari senjata rakitan tersebut tidak menembus tubuh babi, sehingga hewan itu justru mengamuk dan menyerang warga di sekitar lokasi.
"Kami menerima laporan warga yang terluka akibat diseruduk babi. Setelah diselidiki, diketahui hewan itu sebelumnya ditembak para pelaku, namun karena senjata rakitan daya tembaknya lemah, peluru tidak menembus dan babi justru mengamuk," kata Hartono, Senin (13/10/2025).
Menurut Hartono, penggunaan senjata api rakitan sangat berisiko karena tidak memiliki standar keamanan maupun daya tembak yang stabil.
"Selain melanggar hukum, penggunaan senjata rakitan bisa membahayakan pelaku maupun masyarakat sekitar," tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Dusun Pangumbahan, Budiman, mengungkapkan perspektif berbeda dari masyarakat setempat. Ia menyebut peristiwa ini membuka dilema di lapangan, sebab aktivitas perburuan yang dianggap ilegal justru selama ini membantu warga mengatasi gangguan hama babi hutan.
“Yang benar, warga resah sama babi hutan yang sering merusak tanaman cabai, semangka, singkong, palawija, dan lainnya. Justru kadang warga mengundang pemburu untuk membantu. Saat berburu pun warga ikut menjaga area agar aman,” ujar Budiman.