SUKABUMIUPDATE.com - Kecamatan Sagaranten di Kabupaten Sukabumi menyimpan sebuah teka-teki penamaan yang sungguh menarik, sebuah misteri etimologi yang pada awalnya seolah-olah menipu dan mengarahkan pada dugaan yang keliru.Bagi siapapun yang baru pertama kali mendengar namanya, terutama yang fasih dalam Bahasa Sunda atau Sanskerta, telinga pasti akan langsung menangkap kemiripan dengan kata "Sagara" yang berarti lautan. Dugaan bahwa Sagaranten merupakan wilayah pesisir pun langsung muncul, membayangkan desa ini sebagai salah satu titik strategis di sepanjang garis pantai selatan Sukabumi, mungkin berdekatan dengan tempat-tempat populer seperti Pelabuhan Ratu atau Ujung Genteng.
Tak hanya itu, spekulasi lain yang tak kalah kuat adalah kemungkinan adanya kaitan historis dengan Kabupaten Garut, mengingat adanya kesamaan bunyi bias cukup mencolok, bila dikaitkan administratif, nampaknya terlalu jauh meski sama-sama berada di Tatar Sunda. Tetapi, daya tarik utama dari nama Sagaranten justru terletak pada kontradiksi geografisnya yang menohok. Ketika spekulasi "laut" dan "Garut" mencapai puncaknya, sebuah tinjauan sederhana pada peta Kabupaten Sukabumi akan mematahkan semua anggapan tersebut. Sagaranten bukanlah wilayah pesisir.
Sagaranten terletak jauh di pedalaman dan dikelilingi oleh perbukitan serta pegunungan, membuktikan bahwa nama yang tersemat padanya tidaklah merujuk pada lautan Samudra Hindia yang jauh di selatan. Kontradiksi inilah yang lantas mendorong para sejarawan dan ahli bahasa lokal untuk menggali lebih dalam, meninggalkan spekulasi permukaan dan berfokus pada narasi sejarah militer dan bentukan fisik lokal di masa lampau.Bagaimana dengan Sagara-na Banten? Kita tinjau lebih dalam.
Asal-Usul Nama Bukan Pesisir, Melainkan Pusat Pertahanan yang Kokoh
Analisis yang paling kuat dan dapat diterima, menunjukkan bahwa nama Sagaranten tidak memiliki sangkut paut dengan entitas administratif Kabupaten Garut ataupun arti harfiah dari kata "Sagara" (laut). Alih-alih merujuk pada aspek alamiah pesisir, etimologi Sagaranten justru berakar dari sebuah konteks sejarah pertahanan atau militer. Nama ini diyakini merupakan gabungan dari tiga suku kata yang memiliki makna spesifik dalam dialek lokal:
- "Sa": Kata awalan yang lazim diartikan sebagai satu atau "se-".
- "Garut": Dalam konteks ini, kata Garut sama sekali tidak merujuk pada kabupaten tetangga, melainkan pada pagar atau benteng yang kokoh. Benteng ini pada zaman dahulu kerap dibuat dari material alami seperti tumpukan batu atau, yang lebih umum, anyaman bambu yang kuat, berfungsi sebagai batas teritorial atau perlindungan.
- "Anten": Merujuk pada suatu tempat atau wilayah tertentu, seperti Ten dalam Kabupaten, walau berbeda bunyi.
Baca Juga: Optimalisasi Layanan Informasi Publik, Diskominfo Kota Sukabumi Gelar Peningkatan Kompetensi PPID
Dengan demikian, penggabungan kata ini membentuk makna "Satu Benteng yang Kuat" atau "Pusat Pertahanan". Penamaan ini secara logis sangat sesuai dengan kondisi geografis Sagaranten. Meskipun berada di tengah-tengah perbukitan, wilayah ini secara historis merupakan simpul transportasi penting yang menghubungkan wilayah utara Sukabumi (pusat kota) dengan wilayah selatan (Jampang) dan bahkan menjadi jalur akses menuju Cianjur Selatan.
Posisi strategis sebagai persimpangan vital di pedalaman ini menjadikannya lokasi yang ideal untuk didirikan sebuah benteng atau pos pertahanan yang berfungsi menjaga keamanan jalur perdagangan dan pergerakan penduduk, sehingga nama Sagaranten, si "Benteng yang Kuat", terasa sangat relevan dan deskriptif terhadap fungsi historisnya.
Keunikan Sagaranten: Kekayaan Sumber Daya dan Penanda Lokasi Strategis
Selain misteri penamaannya yang berhasil terpecahkan dengan kisah benteng di pegunungan, Sagaranten memiliki keunikan lain yang kian memperkuat identitasnya sebagai kawasan pedalaman yang vital. Keunikan utama yang harus digarisbawahi adalah ketiadaan hubungan langsung dengan Samudra Hindia (laut) dan ketiadaan hubungan administratif atau historis dengan Kabupaten Garut. Kedua kemiripan nama itu hanyalah kebetulan linguistik yang kaya makna.
Jauh dari hiruk pikuk pesisir, kekayaan Sagaranten justru terletak pada sumber daya alam dan geologisnya. Daerah ini terkenal sebagai pusat pertanian penting. Bahkan, beberapa tahun silam, Sagaranten sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan kolektor dan pelaku industri geologi karena dikenal sebagai salah satu penghasil batu akik terbaik di Sukabumi. Kualitas geologis yang luar biasa ini membuktikan bahwa pesona dan kekayaan daerah ini murni berasal dari pegunungan dan kedalaman buminya, bukan dari sedimentasi pantai atau kekayaan laut. Berikut adalah analisis naratif jika Sagaranten diartikan sebagai gabungan dari Sagara dan Banten:
Baca Juga: Cacat Permanen, Paman Ungkap Kondisi Korban Penyiraman Air Keras di Sukabumi
Analisis Hipotesis: Sagaranten sebagai "Sagara Banten"
Jika kita memecah Sagaranten menjadi "Sagara" dan "Banten", maknanya akan menjadi:
- Sagara: Dalam bahasa Sanskerta, berarti laut atau samudra.
- Banten: Merujuk pada wilayah administratif atau entitas historis Kesultanan Banten di ujung barat Pulau Jawa.
Maka, gabungan kata Sagarana Banten (dengan imbuhan 'n' atau 'na' yang bisa menandakan kepemilikan atau penghubung) dapat diartikan sebagai "Lautan/Pesisir Banten" atau "Wilayah Laut Milik Banten".
Baca Juga: Video Duel Pelajar SMP Beredar di WhatsApp, Jadi Sorotan Warga Pajampangan Sukabumi
Implikasi Geografis dan Sejarah yang Timbul:
- Memperkuat Dugaan Pesisir (Namun di Lokasi yang Salah)
Pemecahan ini akan secara kuat mendukung spekulasi awal bahwa Sagaranten adalah daerah pesisir karena adanya kata "Sagara" (laut). Namun, kontradiksi geografisnya justru semakin dalam dan kompleks:
- Kontradiksi Awal: Lokasi Sagaranten (Sukabumi) yang berada di pedalaman dan jauh dari pantai selatan.
- Kontradiksi Baru: Meskipun Sagaranten berada di Sukabumi, pemecahan "Sagara Banten" akan secara eksplisit menghubungkannya dengan Banten. Secara historis dan geografis modern, Sukabumi dan Banten (sekarang provinsi terpisah) memiliki batas wilayah yang jelas. Ini akan menyiratkan bahwa Sagaranten pada masa lalu adalah wilayah laut/pesisir terjauh yang dikuasai atau menjadi bagian dari pengaruh politik Kesultanan Banten.
Baca Juga: Optimalisasi Layanan Informasi Publik, Diskominfo Kota Sukabumi Gelar Peningkatan Kompetensi PPID
- Narasi Perluasan Kekuasaan Banten
Secara historis, di masa lalu, terutama di abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Banten memang merupakan kekuatan maritim yang dominan dan memiliki pengaruh yang luas. Jika nama Sagaranten berasal dari "Sagara Banten," ini dapat memunculkan narasi bahwa:
- Banten pernah menguasai atau memiliki pos militer di kawasan pesisir Sukabumi Selatan (Jampang) untuk mengendalikan jalur rempah atau perdagangan di Samudra Hindia.
- Nama Sagaranten awalnya adalah sebutan untuk pos terdepan Banten di tepi samudra (yaitu, wilayah sagara yang berbatasan dengan kekuasaan Banten). Seiring waktu, batas-batas politik bergeser, dan nama tersebut tersisa dan berpindah (atau tetap melekat) pada pemukiman yang kini kita kenal sebagai Sagaranten di pedalaman. Ini menjelaskan mengapa nama yang berbau laut/Banten justru berada jauh di pegunungan Sukabumi.
- Kehilangan Makna Benteng yang Unik
Meskipun menarik, hipotesis "Sagara Banten" ini akan menggugurkan makna lokal yang paling kuat (yaitu "Satu Benteng yang Kuat" atau Sa-Garut-Anten). Makna benteng sangat sesuai dengan lokasi pedalaman Sagaranten sebagai simpul pertahanan strategis di jalur pegunungan, bukan di jalur laut.
Oleh karena itu, meskipun pemecahan Sagara-Banten adalah permainan kata yang kreatif, ia cenderung tidak akurat jika dibandingkan dengan etimologi lokal yang didukung oleh fungsi historis dan geografis Sagaranten sebagai pusat pertahanan di wilayah pegunungan Sukabumi. Dalam hal ini, kisah benteng di pedalaman terasa jauh lebih otentik dan unik dibandingkan kisah laut yang tidak sesuai lokasi.
Baca Juga: Pemkab Sukabumi Tegaskan Evaluasi Program MBG, 191 SPPG Diminta Rutin Lapor
Pada akhirnya, kisah etimologi Sagaranten mengajarkan kita sebuah pelajaran berharga tentang nama daerah tidak boleh diinterpretasikan secara dangkal hanya berdasarkan bunyi, tetapi harus selalu dibaca bersama dengan konteks geografis, sejarah, dan fungsi lokalnya di masa lampau. Sagaranten, si "Benteng yang Kuat" di pegunungan Sukabumi, adalah sebuah narasi sejarah yang menantang pemahaman awal kita tentang bahasa, membuktikan bahwa sebuah nama yang berbau laut pun bisa jadi adalah kisah tentang sebuah benteng kokoh yang berdiri tegak di pedalaman.
Hal tersebut merupakan pemecahan yang menarik secara linguistik dan dapat menghasilkan spekulasi etimologis yang imajinatif. Jika nama Sagaranten benar-benar dibelah menjadi "Sagara" dan "Banten", maka maknanya akan berubah drastis dan mengarahkan pada narasi sejarah dan geografis yang sangat berbeda.
(Disusun berdasarkan analisa toponimi, etimologi dan tutur lisan)