SUKABUMIUPDATE.com - Dalam waktu satu bulan terakhir, rangkaian kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengguncang Kabupaten Sukabumi. Empat kecamatan, yakni Parakansalak, Cibadak, Cidolog, dan Palabuhanratu, menjadi wilayah insiden yang melibatkan ratusan pelajar.
Peristiwa yang menimbulkan banyak catatan ini menyoroti rapuhnya sistem penyediaan pangan pada program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Alih-alih menjadi jaminan pemenuhan gizi, distribusi makanan justru berubah menjadi ancaman kesehatan bagi generasi muda.
Pada pertengahan Agustus 2025, Wakil Bupati Sukabumi Andreas meresmikan gedung Sentra Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG Polres Sukabumi di Kecamatan Palabuhanratu. Kehadiran dapur ini direncanakan sebagai percepatan pembangunan 260 unit dapur di seluruh Kabupaten Sukabumi untuk menopang MBG yang menyasar pelajar, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Namun, dari target ambisius itu, baru 67 dapur yang resmi beroperasi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Sukabumi Hari Riyadi menyebut dari puluhan dapur MBG yang telah beroperasi, 43 di antaranya sudah terverifikasi hingga Juli 2025. Diketahui, program MBG di Kabupaten Sukabumi pertama kali dilakukan pada 6 Januari 2025.
Hari menjelaskan, satu dapur mampu memproduksi 3.500 hingga 4.000 porsi makanan setiap hari. Apabila 260 dapur beroperasi penuh dengan kapasitas maksimal, total produksi MBG bisa mencapai 1.040.000 porsi per hari untuk pelajar, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita di seluruh Kabupaten Sukabumi.
Baca Juga: Puluhan Pelajar Sukabumi Diduga Keracunan MBG, Tahu Hingga Tumis Wortel Diuji di Labkesda Jabar
Palabuhanratu
Kasus keracunan terbaru muncul di Palabuhanratu, lokasi yang menjadi etalase pembangunan daerah. Pada Rabu sore (24/9/2025), lima pelajar SMK dilarikan ke RSUD Palabuhanratu. Mereka diduga mengalami keracunan setelah menyantap MBG di sekolah. Gejala yang dialami adalah mual hingga sesak napas.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi hingga Kamis (25/9/2025) menegaskan insiden ini menambah deret panjang korban. Sebanyak 32 pelajar dari 300 siswa dan siswi penerima MBG mengalami gejala keracunan.
Kepala Dinkes Kabupaten Sukabumi Agus Sanusi mengatakan, dari jumlah tersebut, enam siswa sempat mendapat perawatan di rumah sakit, namun kini seluruhnya telah pulih. "Alhamdulillah sudah teratasi, saat ini mereka sehat. Kami terus memantau perkembangannya," kata dia kepada sukabumiupdate.com, Kamis.
Sementara untuk memastikan penyebabnya, Dinkes Kabupaten Sukabumi telah mengambil sejumlah sampel dari menu makanan yang disajikan untuk diuji di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat. Hingga saat ini Dinkes masih menunggu hasil uji laboratorium untuk memastikan adanya kontaminasi.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, menu MBG yang dikonsumsi para pelajar SMK di Palabuhanratu adalah spageti bumbu ikan laut, nugget, wortel, jagung rebus, dan jeruk.
Parakansalak
Keracunan MBG sebelumnya terjadi di SDN 2 Parakansalak, Kecamatan Parakansalak, yakni pada Jumat (22/8/2025). Kejadian ini diduga berasal dari buah semangka.
Korcam Program MBG Parakansalak Farhan Maulana R mengatakan sekira pukul 10.00 WIB, para pelajar mengonsumsi menu nasi putih, telur dadar, tahu, sayur wortel buncis, semangka, dan susu. Tiga puluh menit kemudian, sejumlah siswa mengalami gejala mual dan muntah.
Tercatat, total siswa yang menjadi korban adalah 24 orang, dari 3.576 penerima MBG di wilayah Parakansalak. Dari 14 sekolah penerima MBG mulai tingkat PAUD hingga SMA, hanya SDN 2 Parakansalak yang terdampak.
Farhan mengungkapkan dapur Parakansalak 1 yang memasok makanan baru beroperasi sejak empat hari lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium, ditemukan bakteri Bacillus cereus pada telur.
Cibadak
Puskesmas Cibadak juga menerima laporan adanya dugaan keracunan yang dialami siswa di salah satu SMK pada Jumat (12/9/2025). Sejumlah pelajar mengalami gejala mual, muntah, pusing, dan diare, setelah menerima program MBG.
Kepala Puskesmas Cibadak drg. Febbie Nawawi menjelaskan pihaknya pertama kali mendapat laporan sekira pukul 10.00 WIB. Awalnya tercatat sepuluh siswa yang bergejala. Namun setelah ditelusuri, jumlahnya bertambah.
“Dari laporan yang kami terima, total ada sekitar 200 siswa Kelas X yang tidak masuk. Hari itu juga, sekitar 40 siswa yang masuk sekolah datang ke UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dengan gejala serupa,” ungkapnya.
Kemudian untuk menelusuri penyebab kejadian, puskesmas mengambil sampel makanan yang disajikan melalui program MBG. “Hari itu juga kami minta sampel dari menu Kamis dan Jumat. Sampel langsung kami simpan di freezer lalu dikirim ke Dinas Kesehatan untuk diteruskan ke laboratorium provinsi,” ujar Febbie.
Adapun menu yang disantap siswa terdiri dari nasi putih, telur ceplok bumbu kalio, tumis tahu dengan kacang panjang, buah jeruk, dan susu UHT. Meski begitu, Febbie menegaskan belum bisa memastikan makanan mana yang menjadi penyebab gejala.
Cidolog
Puluhan pelajar di Desa Cipamingkis, Kecamatan Cidolog, mengalami keracunan MBG. Hasil uji laboratorium yang dilakukan Labkesda Jawa Barat resmi mengonfirmasi adanya kontaminasi mikroorganisme berbahaya pada sampel makanan yang dikonsumsi para siswa.
“Berdasarkan laporan Labkesda, ditemukan tiga jenis kontaminan pada menu MBG yang dibagikan pada 6 Agustus 2025. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa penyebab gejala yang dialami anak-anak adalah karena adanya cemaran mikroorganisme pada makanan,” ujar Kepala Dinkes Kabupaten Sukabumi Agus Sanusi, Senin (22/9/2025).
Sanusi menjelaskan, hasil uji laboratorium menemukan adanya jamur Coccidioides immitis pada sampel buah semangka, bakteri Enterobacter cloacae ditemukan pada tempe orek, dan bakteri Macrococcus caseolyticus pada telur dadar. Kontaminasi tersebut diduga kuat menjadi pemicu gejala sakit perut, mual, hingga pusing yang dialami 32 siswa dari PAUD Puspasari, SDN Puncak Batu, dan MI Cikadu.
Program MBG di Cidolog menjangkau lebih dari 3.200 penerima. Pihak SPPG sebelumnya mengklaim telah menerapkan prosedur ketat, mulai kebersihan air, distribusi makanan, hingga pemilihan bahan baku. Namun dengan temuan laboratorium ini, SPPG menyatakan siap menjadikannya bahan evaluasi.
Dapur SPPG di Kampung Cilutung RT 08/03 Desa dan Kecamatan Cidolog, langsung menjadi sorotan. Warga menduga dapur penyedia MBG ini menggunakan air dari Sungai Cidolog–Curug Caweni dalam proses pengolahan makanannya.
Sempat ada klaim dari dua pekerja dapur, Apri dan Encep, bahwa air berasal dari sumur gali sedalam empat meter dekat sungai. Tetapi penelusuran di lokasi menunjukkan bahwa pipa penyedot terhubung langsung ke sungai, bukan ke sumur.
Sikap Pemerintah Daerah
Kepala Dinkes Kabupaten Sukabumi Agus Sanusi mengatakan pola penyebab dari ketiga kasus keracunan MBG (di luar Palabuhanratu karena masih didalami) berbeda-beda. "Kontaminasi diduga berasal dari proses penyimpanan bahan makanan yang terlalu lama pada suhu ruang serta pengolahan yang tidak sesuai standar,” ujar dia dalam keterangan pers pada Selasa (23/9/2025).
Dinkes juga menyoroti faktor dominan yang berkontribusi terhadap insiden ini, yakni pengolahan dan distribusi makanan yang belum higienis. Beberapa sekolah diketahui tidak langsung menyajikan makanan kepada siswa setelah proses pengemasan sehingga meningkatkan risiko kontaminasi.
Mekanisme investigasi, lanjut Agus, dilakukan melalui koordinasi lintas program di Dinkes dan puskesmas, termasuk pengambilan sampel makanan yang kemudian dikirim ke Labkesda Jawa Barat. Dinkes juga telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan serta melaporkan kasus ke Event Based Surveillance (EBS) dalam Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).
“Sebagai langkah pengawasan, Dinas Kesehatan menerbitkan surat instruksi pembentukan Tim Pembinaan dan Pengawasan Eksternal SPPG MBG melalui Surat Nomor 400.7.13.4/6442/DINKES/2025,” kata dia.