SUKABUMIUPDATE.com - Warga Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, terpaksa kembali menempati rumah mereka yang retak akibat bencana pergerakan tanah pada 4 Desember 2024 lalu.
Hal tersebut mereka lakukan karena ketidakpastian dari pemerintah soal bantuan yang tak kunjung datang. Sebelumnya, warga dijanjikan relokasi ke tempat yang lebih aman. Untuk sementara, pemerintah meminta penyintas bencana mengontrak rumah dengan biaya sewa yang dijanjikan akan dibayar melalui Dana Tunggu Hunian (DTH).
Namun hingga enam bulan berjalan, bantuan tersebut tak kunjung terealisasi sehingga warga harus membayar kontrakan sendiri, rata-rata Rp600 ribu per bulan. "Katanya tiap bulan mau dibayarin, tapi kenyataannya tidak ada. Akhirnya saya pulang lagi ke rumah yang retak," kata Erna Sari, salah seorang penyintas bencana Kampung Gempol, kepada Sukabumiupdate.com, Senin (8/9/2025).
Baca Juga: Siswa Belajar dalam Ketakutan! Sekolah Rusak di Sukabumi Dihantui Pergerakan Tanah
Menurut Erna, banyak warga lain yang juga sempat mengontrak rumah, namun biaya seluruhnya harus ditanggung sendiri. Sebanyak 55 keluarga yang sebelumnya mengungsi, harus kembali tinggal dirumah lama meskipun penuh retakan dan dalam bayang-bayang ancaman.
"Waktu itu pa Bupati yang ngomong langsung pas kesini, katanya di suruh pindah ngontrak terus nanti perbulannya dibayarin. Bayar sendiri dari bulan januari sampai juni," ujarnya.
"Kondisi rumah ada retakan, kalau ancur enggak cuma ada retakan doang, dinding sama lantai. Tinggal sama ibu, saya, suami dan anak saya," lanjut Erna.
Baca Juga: Tak Kuat Menanjak, Truk Bermuatan Kayu Palet Terguling di Buniwangi Sukabumi
Hal senada disampaikan Usup Supriatman, warga lain yang terdampak. Ia membenarkan bahwa sebagian besar korban terpaksa membayar kontrakan sendiri, meski pemerintah menjanjikan bantuan.
"Betul, pada waktu itu Bupati bahkan BNPB juga menyuruh relokasi. Tapi banyak yang ngontrak bayar pakai uang pribadi. Janji Dana Tunggu Hunian sampai sekarang enggak ada. Jadi yang ngontrak akhirnya pulang lagi," kata Usup.
Sejak kembali pada bulan Juli 2025, warga Kampung Gempol kini hidup di tengah ketakutan. Menurut mereka kondisi saat kemarau situasi relatif aman, namun ketika hujan deras mengguyur, rasa waswas kembali menghantui.
"Kami hanya bisa pasrah, berharap pemerintah menepati janji atau mencari solusi nyata, bukan sekadar imbauan untuk pindah saja," tandasnya.