SUKABUMIUPDATE.com - K (16 tahun), siswi kelas 8 SMP asal Desa Darmareja, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, menjadi korban bullying. Pendampingan terhadap korban dilakukan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) melalui UPTD Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Wilayah Sukabumi.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD PPA Wilayah Sukabumi, Yeni Dewi Endrayani, menjelaskan pendampingan dilakukan setelah pihaknya menerima laporan adanya kasus bullying di salah satu sekolah di Kecamatan Cibadak.
“Awalnya kita dapat laporan ada kasus bullying, kebetulan korbannya warga Desa Darmareja, Kecamatan Nagrak. Kondisi anaknya sampai tidak mau sekolah, bahkan seminggu pertama setelah kejadian hampir tidak mau keluar rumah karena rasa takut,” kata Yeni, Senin (11/8/2025).
Baca Juga: Forbumi Inisiasi Lomba Mural Pelajar, Kampanye Pencegahan Kekerasan terhadap Anak
Menurutnya, dugaan pembullyan yang dialami korban melebihi batas, sehingga membuat korban ketakutan. Keluarga kemudian meminta pendampingan psikolog, dan tim DP3A melakukan asesmen awal. Hasilnya, korban memang membutuhkan pendampingan.
Dari penelusuran, bullying dialami korban sejak kelas 7. Saat itu korban pernah mengeluh ingin pindah kelas, namun setelah dikomunikasikan dengan pihak sekolah, orang tua menerima kembali karena dianggap hanya saling ejek.
Saat naik kelas 8, bullying kembali terjadi. Peristiwa yang membekas bagi korban adalah saat dilempar lap basah kotor oleh temannya. Setelah kejadian itu, korban menolak bersekolah.
Baca Juga: Kondisi Terkini Remaja Korban Amuk Massa di Cikidang Sukabumi, Keluarga: Proses Hukum Berlanjut
“Orang tua sudah mencoba mediasi ke sekolah dan keluarga pelaku, tapi karena orang tua tidak melihat langsung, dianggapnya mungkin hanya bercanda. Akhirnya korban dipindahkan ke sekolah lain,” ujar Yeni.
Di sekolah baru, korban mulai bercerita mengenai kondisinya, meskipun masih merasa takut karena pelaku bullying disebut-sebut masih mencari informasi melalui teman-temannya. DP3A memberikan dukungan dan pencerahan agar korban dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang dialaminya.
Pendampingan dilakukan oleh psikolog dengan metode psikologi seperti membuat gambar atau sketsa, lalu mengajak korban menceritakan perasaannya. “Tujuannya agar korban bisa menarik kesimpulan sendiri bahwa diam saat di bully itu salah,” jelas Yeni.
Baca Juga: Aturan Royalti Musik Bikin Pengusaha Kafe di Sukabumi Resah
Pendampingan dari UPTD PPA biasanya dilakukan satu kali. Namun, jika masih diperlukan, korban dapat menghubungi psikolog secara langsung. Keluarga pun mengutamakan kesehatan mental anak dan tidak mempermasalahkan pindah sekolah.
Yeni berharap anak-anak, orang tua, dan guru semakin memahami bentuk-bentuk bullying, termasuk bullying verbal yang sering dianggap sepele seperti memanggil teman dengan nama orang tua.
“Mudah-mudahan ke depan anak-anak bisa memilah mana yang pantas dilakukan dan mana yang tidak. Sosialisasi dari kami di bidang PPK sudah sering ke sekolah, sedangkan UPTD PPA fokus pada penanganan kasus,” pungkasnya.