SUKABUMIUPDATE.com – Keluarga Deni Sugiarto (36 tahun), pekerja migran asal Kampung Cidangdeur, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, berharap jenazah almarhum bisa segera dipulangkan dari Kamboja.
Hingga Jumat (18/7/2025), jenazah Deni masih tertahan di Kamboja, menyusul kematiannya yang diduga berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Deni dikabarkan meninggal dunia pada Kamis (17/7/2025) pukul 19.30 waktu setempat di toilet kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh.
Keluarga baru menerima informasi dari KBRI pada malam harinya sekitar pukul 20.00 WIB. Namun hingga berita ini ditulis, mereka belum menerima bukti visual apa pun mengenai kondisi jenazah.
“Kami belum lihat jenazahnya. Tidak ada fotonya, bahkan peti jenazahnya pun belum dikirimkan,” ujar Aben Husaeni (40 tahun), kakak ipar almarhum, saat ditemui sukabumiupdate.com di rumah duka, Jumat (18/7/2025).
Baca Juga: Pilu! Pria Ciracap Sukabumi Meninggal di KBRI Kamboja: Jenazah Tertahan, Diduga Korban TPPO
Aben menyebut keluarga sangat berharap jenazah Deni bisa pulang agar dapat dimakamkan di kampung halamannya. Namun mereka dihadapkan pada permintaan biaya fantastis dari pihak KBRI yang dinilai di luar kemampuan.
“Yang lebih menyakitkan, katanya karena tidak ada paspor, Deni dianggap gelandangan. Kami ditawari dua pilihan: ikhlaskan untuk dimakamkan di Kamboja atau bisa dipulangkan kalau ada uang Rp100 juta lebih untuk mengurus pemulangan jenazah,” kata Aben dengan nada getir.
Aben saat memperlihatkan foto Adik iparnya, Deni Sugiarto saat diwisuda.
Pernyataan tersebut membuat keluarga terpukul. Di tengah duka mendalam, mereka merasa terbebani dengan biaya yang sangat besar.
“Uang dari mana kami bisa dapat Rp100 juta? Kami keluarga biasa saja. Kami hanya ingin jenazah Deni bisa pulang dan dimakamkan di kampung halamannya,” ujar Aben.
Deni diketahui telah lebih dari satu tahun mengadu nasib di Kamboja. Awalnya ia berangkat ke luar negeri tanpa memberi banyak penjelasan kepada keluarga. Menurut Aben, adik iparnya itu hanya berpamitan untuk bekerja di luar negeri, tanpa menyebut negara tujuan maupun jenis pekerjaan.
Belakangan, keluarga mengetahui bahwa Deni berada di Kamboja usai tergiur ajakan temannya hingga kemudian dipekerjakan di sektor judi online.
"Kami baru tahu belakangan kalau dia (setahun ini) di Kamboja. Katanya dia buat paspor di Tangerang karena diajak temannya. Istilahnya 'calling visa'. Awalnya kami kira kerja formal," tutur Aben.
Menurut Aben, Deni selalu menyempatkan berkomunikasi dengan keluarga selama berada di Kamboja, meskipun tak intens. Ia bahkan mengirimkan uang ke rumah untuk memperbaiki dapur dan tidak pernah mengeluhkan pekerjaannya. Namun, pada hari kematiannya, Deni sempat menghubungi keluarga bahwa ia merasa lemas dan akan ke rumah sakit sebelum ke KBRI.
“Terakhir itu ia kontak kepada kakaknya (Ria) hari Rabu dan Kamis sore, katanya mau ke rumah sakit dan setelah itu ke KBRI buat urus paspor karena ada rencana mau pulang,” lanjut Aben.
Dari keterangan pihak KBRI yang menghubungi keluarga, disebutkan bahwa Deni datang ke kantor KBRI dalam kondisi lemah. Ia turun dari mobil dan meminta tolong kepada satpam untuk diantar ke toilet. Di sana, ia sempat berganti baju. Namun saat hendak mengganti celana, tubuhnya roboh dan dinyatakan meninggal dunia.
Pihak keluarga kemudian menyesalkan sikap KBRI yang dinilai kurang bijak dalam menangani kasus ini. Pasalnya mereka meyakini Deni menjadi korban TPPO.
“Kami sadar bahwa Deni adalah korban TPPO karena berangkat kerja tanpa kejelasan dan akhirnya kehilangan paspor saat tinggal bersama 150 orang lain di sebuah apartemen (tempat penampungan tenaga kerja)," kata Aben menceritakan ulang curhatan Deni kepada istrinya terkait kehilangan paspor saat pertama kali tiba di Kamboja.
“Paspor Deni dibawa temannya saat banyak dari mereka kabur. Dia memilih bertahan karena niatnya ingin kerja, lalu ada 'bos' yang datang dan menawari kerja (di sektor judol). Ini harusnya jadi perhatian negara,” tegasnya.
Menurut informasi teranyar yang diterima pihak keluarga, jenazah Deni saat ini masih berada di rumah sakit di Kamboja dan menunggu hasil visum atau autopsi selama tiga hari. Namun, mereka tetap berharap ada kepastian dan bantuan nyata dari pemerintah Indonesia.