Warisan Budaya Jawa Hidup di Sukabumi Selatan Lewat Tradisi Suraan Sanggar Fajar Muda

Sukabumiupdate.com
Minggu 29 Jun 2025, 18:02 WIB
Warisan Budaya Jawa Hidup di Sukabumi Selatan Lewat Tradisi Suraan Sanggar Fajar Muda

Sanggar Seni Fajar Muda saat melakukan pentas tradisi Suraan di Ciracap Sukabumi pada Sabtu malam 28 Juni 2025. (Sumber Foto: SU/Ragil Gilang)

SUKABUMIUPDATE.com – Suasana khidmat dan magis menyelimuti Kampung Waluran, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, saat Sanggar Seni Fajar Muda menggelar ritual Suraan pada Sabtu malam (28/6/2025).

Tradisi Suraan merupakan bentuk syukuran atas berdirinya sanggar sekaligus upaya pelestarian budaya leluhur yang dibawa warga keturunan Jawa Tengah yang telah menetap di wilayah Pajampangan sejak beberapa generasi silam.

Pimpinan sanggar, Lamijan (64 tahun), menjelaskan bahwa ritual tahunan ini telah dilakukan secara turun-temurun sejak 1972. Tradisi diawali pada malam Jumat Kliwon di Gunung Condong, Kebumen, Jawa Tengah—lokasi yang diyakini sebagai awal perjalanan spiritual leluhur mereka. Puncaknya digelar pada Sabtu, ditandai dengan kenduri, sesajen, serta pertunjukan seni Kuda Lumping dan Cepet.

“Tradisi ini adalah ungkapan syukur kami kepada Allah SWT dan juga kepada para leluhur. Kami percaya, tanpa restu leluhur dan rasa syukur kepada Sang Pencipta, kesenian ini tak akan lestari. Saya sendiri adalah generasi ke-6 yang memimpin sanggar ini,” kata Lamijan kepada sukabumiupdate.com.

Baca Juga: Jokowi Apresiasi Warga Sukabumi yang Sulap Bungkus Kopi Jadi Karpet Bertuliskan Namanya

Sanggar Seni Fajar Muda resmi berdiri pada 1974 melalui Surat Keputusan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Kini, sanggar ini memiliki 40 anggota yang terdiri dari penari, pemain gamelan, dan pawang. Alamatnya berada di Kampung Waluran RT 08/02, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap.

Lamijan menjelaskan, pertunjukan seni Kuda Lumping terdiri dari beberapa jenis tari seperti Tari Baladewa, Tari Bendrong, Tari Cepet, dan sesi kesurupan yang menjadi daya tarik utama. Sebelum pentas dimulai, sesajen wajib disiapkan, di antaranya kembang kenanga, soka, mawar merah dan putih, minyak duyung, kemenyan, pisang, dan air kelapa.

“Kalau sesajen tidak lengkap, bisa-bisa penari kesurupan ngamuk. Karena setiap roh leluhur punya kesukaan berbeda,” ujarnya.

Budayawan asal Ciracap, Ridho Losa, mengapresiasi pelestarian budaya ini. Menurutnya, tradisi Suraan layak dijadikan agenda tahunan resmi Kabupaten Sukabumi.

"Tradisi ini telah mengakar kuat dan jadi ikon hajatan seni di pesisir selatan Sukabumi. Harapan kami, pemerintah daerah, terutama Disbudpora atau Dispar, bisa menjadikan Suraan sebagai agenda resmi tahunan. Apalagi wilayah Ciracap masuk zona Geopark Ciletuh yang punya potensi wisata budaya tinggi," tutur Ridho.

Tradisi Suraan dinilai tak hanya memperkuat identitas kultural masyarakat Ciracap, tapi juga menjaga spiritualitas lokal di tengah arus modernisasi.

“Lamijan dan para pelaku seni Sanggar Fajar Muda membuktikan bahwa warisan leluhur tetap bisa lestari jika dirawat dengan hati,” tutup Ridho.

Berita Terkait
Berita Terkini