SUKABUMIUPDATE.com - Warga Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, diminta lebih waspada terhadap aksi penipuan yang mengatasnamakan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), pegawai desa, maupun karyawan kecamatan. Imbauan ini disampaikan Camat Parungkuda Kurnia Lismana, menyusul adanya laporan masyarakat yang menjadi korban penipuan bermodus pengusulan bantuan sosial atau bansos.
Kurnia mengungkapkan laporan pertama diterima dari warga Desa Parungkuda. “Staf kami mendapatkan laporan langsung dari korban. Ada orang yang datang ke rumah warga, mengaku sebagai petugas entah dari kecamatan, desa, atau pendamping PKH. Dia mendata warga untuk didaftarkan sebagai penerima PKH, namun di ujungnya meminta uang administrasi,” kata Kurnia kepada sukabumiupdate.com, Minggu (22/6/2025).
Dari laporan tersebut, diketahui salah satu korban sempat menyerahkan uang sebesar Rp 200 ribu. Pihak kecamatan kemudian mengonfirmasi ke petugas resmi PKH, dan ternyata benar bahwa pelaku bukan bagian dari tim pendamping resmi. “Kami juga mendapat laporan serupa dari Desa Kompa. Warga di sana tidak jadi memberikan uang karena alasan tidak mampu, tapi pelaku berencana kembali,” jelasnya.
Baca Juga: Puluhan Miliar! Warga Sukabumi Ungkap Dugaan Mafia Tanah di Balik Proyek Masjid Raya Al-Jabbar
Kurnia menduga praktik ini dijalankan oleh sekelompok orang yang telah memiliki pola dan jaringan. Bahkan, informasi serupa juga diterima dari wilayah Kecamatan Bojonggenteng. “Sepertinya ini bukan kerja individu, tapi komplotan. Entah ada indikasi mereka menggunakan teknik bujuk rayu atau semacam hipnotis, karena korban denga mudah untuk menyerahkan uang,” katanya.
Modus yang digunakan selalu berpura-pura melakukan pendataan bantuan, yang kini dikaitkan dengan PKH. “Modus ini sudah jelas-jelas penipuan. Tidak ada pendataan seperti itu yang dilakukan dari rumah ke rumah oleh perorangan,” tegasnya.
Sebagai langkah antisipasi, pihak Kecamatan Parungkuda telah menyebarkan imbauan melalui media sosial resmi dan menginstruksikan kepala desa untuk menyampaikan informasi ini hingga ke tingkat RT. “Jika ada warga yang mengalami hal serupa, segera laporkan secara berjenjang, dari RT ke desa dan seterusnya. Itu akan memudahkan pemantauan dan pelacakan terhadap pelaku,” kata Kurnia.
Meski belum dilaporkan secara resmi ke kepolisian, pihak kecamatan telah menyampaikan informasi ini kepada Babinsa dan Bhabinkamtibmas. “Kalau masyarakat ingin membuat laporan resmi, tentu kami persilakan,” ujarnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi bantuan yang beredar, terutama melalui media sosial. “Warga harus lebih jeli dan tidak mudah percaya. Tanyakan langsung kepada perangkat desa atau kecamatan. Minta identitas jika ada yang mengaku petugas. Kalau pendamping PKH jelas ada namanya, perangkat desa apalagi, pasti dikenal,” kata dia.
Kurnia mengingatkan bahwa skema resmi penyaluran bansos berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang diolah di tingkat desa melalui mekanisme musyawarah desa setiap enam bulan sekali. “Setiap desa memiliki Puskesos yang bertugas mengolah data. Data ini dikirim ke Dinsos lalu ke Kemensos. Jadi tidak ada pendataan acak. Semuanya tersistem dan gratis, karena menyangkut hak warga miskin,” lanjutnya.