Pemerintah Berencana Perkecil Rumah Subsidi, Luas Bangunan Minimal Jadi 18 Meter

Sukabumiupdate.com
Minggu 01 Jun 2025, 14:00 WIB
Ilustrasi. Rumah Subsidi Berpotensi Mengecil Luasnya Setelah Pemerintah Berencana buat Aturan Baru. (Sumber : Freepik/@wirestock)

Ilustrasi. Rumah Subsidi Berpotensi Mengecil Luasnya Setelah Pemerintah Berencana buat Aturan Baru. (Sumber : Freepik/@wirestock)

SUKABUMIUPDATE.com - Pemerintah saat ini sedang menyusun regulasi baru yang berpotensi mengubah standar rumah impian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Mengutip Suara.com, dalam rancangan Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, terdapat rencana untuk mengurangi luas lahan dan bangunan pada rumah subsidi.

Aturan ini mencakup dua poin utama: pertama, penetapan batas maksimal luas tanah dan bangunan untuk rumah tapak serta unit rumah susun umum; kedua, penetapan harga jual maksimum untuk rumah umum tapak.

Namun yang paling menjadi sorotan adalah kemungkinan berkurangnya secara signifikan ukuran rumah subsidi apabila aturan ini resmi diberlakukan.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan 1.000 Unit Rumah Subsidi untuk Wartawan

Untuk rumah tapak, luas tanah paling kecil akan menjadi 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sementara itu, luas bangunan diatur paling rendah 18 meter persegi dan paling luas 36 meter persegi.

Sama halnya dengan rusun umum, luas unit terkecil akan menjadi 18 meter persegi dan terluas 36 meter persegi.

Perubahan ini kontras dengan aturan sebelumnya dalam Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023, di mana batasan luas tanah rumah tapak minimal 60 meter persegi.

Bahkan untuk wilayah padat seperti Jabodetabek, tipe 21/60 (21 meter persegi bangunan, 60 meter persegi tanah) menjadi standar yang umum.

Rencana ini tentunya memerlukan penyesuaian regulasi, khususnya pada PP No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP No. 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Menariknya, di tengah rencana pengecilan ukuran, harga jual rumah umum tapak tidak mengalami perubahan signifikan. Draf aturan ini menyebutkan bahwa harga jual masih sama dengan yang berlaku pada tahun 2025.

Berikut adalah rincian harga jual maksimal per wilayah:

  • Jawa (kecuali Jabodetabek) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Rp 166 juta
  • Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu): Rp 182 juta
  • Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas): Rp 173 juta
  • Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu: Rp 185 juta
  • Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya dan Papua Selatan: Rp 240 juta

Di tengah harga properti yang terus meroket, rumah subsidi menjadi angin segar bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang bermimpi memiliki hunian sendiri.

Program pemerintah ini menawarkan rumah dengan harga terjangkau, suku bunga rendah, dan cicilan ringan, sehingga lebih mudah diakses oleh mereka yang kesulitan membeli rumah di pasar properti komersial.

Rumah subsidi biasanya memiliki tipe yang sederhana dan luas tanah yang terbatas, namun tetap memenuhi standar kelayakan huni.

Lokasinya pun umumnya berada di pinggiran kota atau kawasan pengembangan baru. Meskipun demikian, fasilitas dasar seperti air bersih, listrik, dan akses jalan yang memadai tetap menjadi prioritas.

Salah satu daya tarik utama rumah subsidi adalah suku bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang rendah dan tetap selama masa tenor.

Hal ini tentu meringankan beban cicilan bulanan dan memberikan kepastian bagi para debitur. Selain itu, uang muka yang relatif kecil juga menjadi insentif bagi MBR untuk segera memiliki rumah.

Namun, memiliki rumah subsidi juga memiliki tantangan tersendiri. Proses pengajuan yang cukup panjang dan persyaratan yang ketat seringkali menjadi kendala.

Selain itu, lokasi yang jauh dari pusat kota dan fasilitas publik juga menjadi pertimbangan bagi sebagian orang.

Meskipun demikian, rumah subsidi tetap menjadi solusi penting untuk mengatasi masalah backlog perumahan di Indonesia.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas rumah subsidi, serta mempermudah akses bagi MBR.

Beberapa upaya yang dilakukan antara lain dengan memberikan subsidi selisih bunga, bantuan uang muka, dan relaksasi persyaratan KPR.

Keberadaan rumah subsidi tidak hanya memberikan manfaat bagi individu dan keluarga, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah.

Pembangunan perumahan subsidi menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan aktivitas ekonomi di sektor properti dan konstruksi.

Dengan demikian, rumah subsidi bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga menjadi bagian dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Sumber: Suara.com

 

Berita Terkait
Berita Terkini