SUKABUMIUPDATE.com - Aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Rabu (13/8/2025), berujung ricuh. Di tengah kericuhan tersebut sempat beredar kabar bahwa wartawan Tuturpedia.com, Lilik Yuliantoro, meninggal dunia saat meliput. Namun, informasi tersebut dipastikan tidak benar.
Berdasarkan siaran pers resmi redaksi Tuturpedia.com, Lilik Yuliantoro saat ini sedang menjalani perawatan medis di RSUD RAA Soewondo, Pati. Kondisinya telah sadar, namun masih lemas akibat terpapar gas air mata.
“Sejumlah pemberitaan yang menyebut Lilik meninggal dunia dapat kami pastikan adalah hoaks. Kami memohon doa dan dukungan agar beliau segera pulih,” tulis pihak redaksi Tuturpedia.com dalam unggahan di media sosialnya.
Mengutip laporan Suara.com, sebelum mendapatkan perawatan, Lilik sempat tertangkap kamera mendapatkan pertolongan di lokasi. Terlihat ia mengoleskan pasta gigi di pipi untuk meredakan panas akibat efek gas air mata.
Baca Juga: Tren Kasus DBD Menurun, Dinkes Kota Sukabumi Imbau Warga Tetap Waspada di Musim Hujan
Kericuhan dalam aksi tersebut terjadi sekitar pukul 11.00 WIB, ketika massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menuntut Bupati Sudewo keluar menemui mereka. Karena tak kunjung mendapat respons, sejumlah peserta aksi melempar botol air mineral ke dalam Pendopo Kabupaten Pati dan mendorong pagar pengaman.
Akibatnya, gerbang sisi timur pendopo nyaris ambruk. Massa yang mencoba merangsek masuk membuat aparat kepolisian menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Kapolresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, bersama Dandim 0718 Pati, turun langsung menemui massa untuk menenangkan situasi. “Kami mengimbau seluruh peserta aksi agar tetap tenang, tidak terprovokasi, dan fokus menyampaikan aspirasi secara damai,” ujar Kombes Jaka Wahyudi.
Baca Juga: Desa Purwasari Wakili Jabar ke Tingkat Nasional, Lomba Desa Berkinerja Baik Pencegahan Stunting
Aksi diikuti 25 ribu massa
Berdasarkan data yang dihimpun, aksi yang diikuti sekitar 25 ribu warga ini dijaga ketat oleh 2.684 personel gabungan.
Aksi demonstrasi ini berawal dari keputusan Bupati Sudewo menaikkan PBB hingga 250 persen, yang kemudian dicabut pada 7 Agustus 2025 setelah menuai protes massal. Massa juga menuntut Bupati Sadewo membatalkan sejumlah kebijakan yang kontroversial.