KPK Temukan 12 Persen Pengelolaan BOS Tidak Sesuai, 44,5 Persen Mahasiswa Suka Nyontek

Sukabumiupdate.com
Minggu 22 Jun 2025, 06:30 WIB
KPK Temukan 12 Persen Pengelolaan BOS Tidak Sesuai, 44,5 Persen Mahasiswa Suka Nyontek

Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024, banyak mahasiswa yang masih suka menyentok atau plagiarisme | Foto : Freepik

SUKABUMIUPDATE.com - Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasilnya menunjukkan terdapat penurunan dibanding tahun 2023. Dimana hasil survei SPI 2024 skornya hanya mencapai 69,05, sementara skor SPI 2023 mencapai 73,7.

SPI Pendidikan 2024 merupakan survei yang dilakukan KPK terhadap 36.888 satuan pendidikan dan 449.865 responden. Survei ini mengarah pada bagaimana aspek pendidikan antikorupsi di sekolah kita.

Adapun KPK membagi lima kategori yakni terbawah adalah Rentan dengan skor 0-62,5, Korektif (62,51-72,50), Adaptif 72,51-82,50, Kuat (82,51-92,50), dan tertinggi adalah Tangguh (92,51-100).

Baca Juga: Turunkan Kualitas Paket, KPK Telusuri Korupsi Bansos Covid-19 Presiden Era Jokowi

Pengelolaan dana BOS tidak sesuai peruntukan

Mengutip dari tempo.co, salah satu temuan yang membuat SPI Pendidikan rendah adalah masalah pengelolaan dana BOS atau bantuan Operasional Sekolah. KPK menemukan 12 presen sekolah menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukannya atau melanggar aturan.

"Terkait dana BOS, masih terdapat 12 persen sekolah yang menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan peruntukannya atau aturan-aturan yang terkait," kata Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana di Gedung Pusat Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 24 April 2025.

Wawan juga mengungkapkan bahwa 17 persen sekolah masih melakukan praktik pemerasan, potongan, atau pungutan terkait dana BOS. Selain itu, 40 persen sekolah terindikasi melakukan nepotisme dalam proses pengadaan barang dan jasa atau proyek.

"Sebanyak 47 persen sekolah masih melakukan penggelembungan biaya penggunaan dana lainnya, dan pelanggaran lainnya masih terjadi pada 42 persen sekolah," ujar Wawan.

Baca Juga: Hanya Rp 6 Juta per Bulan, KPK Usul Naikkan Gaji Kepala Daerah: Cegah Korupsi?

Tingkat kejujuran akademik rendah

Mengutip dari laman resmi KPK, sebab rendahnya skor SPI Pendidikan 2024 diantaranya adalah masih maraknya praktik ketidakjujuran akademik di perguruan tinggi, dengan angka menyontek mencapai 98 persen.

Berdasarkan data yang dipaparkan, tercatat bahwa 44,5 persen mahasiswa masih melakukan tindakan plagiarisme, dan 9,8 persen mahasiswa meminta teman untuk mengisi presensi ketika tidak masuk kuliah.

Banyak mahasiswa masih suka nyontek | Foto : KPK OfficialBanyak mahasiswa masih suka nyontek | Foto : KPK Official

Ketidakdisiplinan akademik juga masih menjadi masalah. Sebanyak 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa yang menjadi responden mengaku pernah datang terlambat ke sekolah atau kampus. Tak hanya siswa dan mahasiswa, ketidakdisiplinan juga terjadi di kalangan tenaga pengajar.

Menurut 69 persen siswa, masih ada guru yang sering datang terlambat, sementara 96 persen mahasiswa menyatakan bahwa dosen mereka juga kerap tidak hadir tepat waktu. 

Baca Juga: Muncul Wacana Jawa Barat Dipecah Jadi 5 Provinsi, Sukabumi Masuk ke Mana?

Tiga Tolok Ukur untuk Perbaikan

Masih mengutip tempo, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki pendidikan.

“Ada tiga hal atau tiga dimensi yang menjadi tolok ukur untuk dilakukan perbaikan. Pertama, adalah tentang karakter individu, kemudian ekosistem pendidikan itu sendiri, dan tata kelola,” ujar Setyo Budiyanto di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis, 24 April 2025.

Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan, rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti oleh instansi pembina satuan pendidikan dalam dimensi karakter individu adalah mengembangkan dan mengevaluasi secara berkala program pembiasaan karakter.

“Satuan pendidikan perlu mengembangkan program yang secara aktif membiasakan nilai-nilai integritas dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, sehingga peserta didik dapat belajar tentang pentingnya kejujuran dan tanggung jawab dalam konteks kehidupan sehari-hari,” ujarnya seperti dikutip Antara.

Selain itu, Wawan mengatakan bahwa sistem evaluasi yang komprehensif perlu dikembangkan guna memantau kemajuan pendidikan secara holistik. “Hasil evaluasi ini nanti dapat digunakan sebagai bahan analisis untuk merancang strategi perbaikan yang tepat,” katanya.

Dalam dimensi ekosistem pendidikan, kata dia, perlu adanya penguatan integritas melalui kolaborasi yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan spesifik setiap pemangku kepentingan.

“Hal ini bertujuan agar setiap pihak dapat terus memberikan kontribusi positif, dan menyesuaikan perannya dalam menghadapi perubahan yang terjadi selama proses belajar mengajar,” katanya.

Baca Juga: Mojang Sukabumi di Panggung Dunia, Volika Sinci Jadi Guest Star di Global Youth Innovation Summit 2025

Rekomendasi ketiga atau terkait dimensi tata kelola, kata dia, adalah menguatkan integritas. Selain itu, satuan pendidikan perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kondisi tata kelola yang ada.

“Satuan pendidikan perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap praktik tata kelola saat ini dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk tenaga pendidik, wali murid, dan pimpinan. Penting untuk membangun kesadaran akan pentingnya integritas tata kelola pendidikan melalui pelatihan dan sosialisasi yang rutin,” imbuhnya.

Sumber : Tempo.co

Berita Terkait
Berita Terkini