Dari Kinanti hingga Dangdanggula: Ini 17 Ragam Pupuh Sunda dan Filosofinya

Sukabumiupdate.com
Selasa 04 Nov 2025, 16:00 WIB
Dari Kinanti hingga Dangdanggula: Ini 17 Ragam Pupuh Sunda dan Filosofinya

Ilustrasi Nebang Pupuh, Dari Kinanti hingga Dangdanggula Ini 17 Ragam Pupuh Sunda dan Filosofinya (Sumber : AI: ChatGPt)

SUKABUMIUPDATE.com - Dalam sastra Sunda, pupuh memegang peranan penting sebagai bentuk puisi tradisional yang kaya akan nilai, irama, dan makna. Pupuh bukan sekadar rangkaian kata berima, melainkan juga cerminan kehidupan, perasaan, dan kebijaksanaan orang Sunda tempo dulu. Melalui 17 ragam pupuh yang ada, kita bisa melihat betapa dalamnya filosofi hidup yang tertanam dalam budaya Sunda.

Secara sederhana, pupuh adalah bentuk karya sastra Sunda berbentuk puisi terikat oleh aturan yang disebut guru wilangan (jumlah suku kata) dan guru lagu (huruf vokal akhir tiap larik). Artinya, setiap pupuh punya pola irama dan jumlah suku kata yang khas.

Selain dibaca, pupuh biasanya dilagukan dengan nada tertentu, sehingga setiap jenisnya memiliki suasana dan emosi yang berbeda ada yang lembut, sedih, romantis, atau heroik.

Baca Juga: 8 Jenis Kesenian Musik Sunda: Dari Pupuh Klasik hingga Kawih

17 Ragam Pupuh Sunda dan Maknanya

Berikut 17 jenis pupuh Sunda yang dikenal beserta filosofi singkatnya:

  1. Kinanti: menggambarkan harapan, nasihat, dan kasih sayang sering dipakai untuk menenangkan atau menasihati anak.
  2. Sinom: melambangkan semangat muda, keceriaan, dan belajar; biasanya digunakan dalam konteks pendidikan dan kebijaksanaan awal kehidupan.
  3. Asmarandana: bernuansa cinta dan kerinduan, menggambarkan perasaan halus dan romantis.
  4. Dangdanggula: melambangkan kebahagiaan dan kesejahteraan; sering digunakan untuk menuturkan kisah penuh suka cita.
  5. Maskumambang: menggambarkan kesedihan atau kesepian, sering digunakan dalam tema kehilangan.
  6. Pangkur: bermakna ketegasan, keberanian, dan semangat perjuangan menggugah kekuatan batin.
  7. Mijil: melambangkan awal kehidupan atau kelahiran, sering menjadi simbol harapan baru.
  8. Durma: bernada keras dan menggambarkan amarah atau semangat perlawanan.
  9. Gambuh: menunjukkan keselarasan dan persatuan; sering dipakai untuk menyampaikan pesan kedamaian.
  10. Ladrang: mencerminkan kegembiraan dan suasana meriah, biasanya untuk perayaan atau kemenangan.
  11. Pucung: mengandung nasihat dan humor ringan, digunakan untuk menyampaikan pesan moral dengan cara santai.
  12. Balakbak: bernuansa ringan dan menghibur, sering digunakan dalam permainan anak-anak.
  13. Wirangrong: menggambarkan kesedihan bercampur harapan; ekspresi batin yang lembut namun kuat.
  14. Jurudemung: digunakan untuk menggambarkan kearifan dan kepemimpinan, bernada wibawa.
  15. Magatru: bernuansa lembut namun serius, mengajarkan tanggung jawab dan kejujuran.
  16. Lambang:  menyiratkan keagungan dan rasa hormat, sering digunakan dalam pujian kepada tokoh besar.
  17. Girisa: memiliki nuansa menyeramkan atau menegangkan biasanya digunakan untuk cerita yang menggambarkan ketakutan atau peringatan moral.

Baca Juga: Harga Diri Lebih Tinggi Dari Tahta! Dua Epik Perlawanan Sunda dari Bubat hingga Mataram

Setiap pupuh bukan hanya seni suara, tetapi juga pembawa nilai-nilai kehidupan. Dalam setiap iramanya terkandung ajaran tentang kasih sayang, kesabaran, kejujuran, dan keikhlasan. Orang Sunda percaya, melantunkan pupuh bukan hanya bentuk hiburan, tetapi juga cara menenangkan hati dan menata pikiran.

Kini, di era modern, pupuh mulai jarang didengar. Namun, semangat untuk melestarikannya tetap tumbuh melalui kegiatan sekolah, sanggar seni, dan media digital. Generasi muda bisa mempelajari pupuh dengan cara yang lebih menyenangkan melalui musik modern, video edukatif, atau pertunjukan budaya.

Pupuh mengajarkan kita bahwa bahasa dan irama bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Dari Kinanti yang lembut hingga Dangdanggula yang penuh suka cita, setiap pupuh adalah potongan jiwa budaya Sunda yang patut dijaga, dihayati, dan diteruskan.

Baca Juga: 15 Makanan Tradisional Sunda dari Peuyeum hingga Rengginang, Mana Favoritmu?

Sumber: Berbagai Sumber

Berita Terkait
Berita Terkini