10+ Rasa "Saya": Mengulik Kata Ganti Orang Pertama dalam Bahasa Sunda "Aing, Mah Teu Nyaho."

Sukabumiupdate.com
Rabu 08 Okt 2025, 08:36 WIB
10+ Rasa "Saya": Mengulik Kata Ganti Orang Pertama dalam Bahasa Sunda "Aing, Mah Teu Nyaho."

Menyelami kekayaan Bahasa Sunda! Temukan 5 variasi kata "Saya" ("Abdi," "Simkuring," "Urang," "Dewek," "Aing") dan pelajari kapan harus menggunakannya. Kunci kesopanan dan keakraban dalam budaya Sunda! (GenImage: ChatGPt)

SUKABUMIUPDATE.com - Pentingnya Konteks memilih kata "Saya" dalam bahasa Sunda adalah ujian pemahaman terhadap konteks, lawan bicara, dan tujuan komunikasi. Menguasai spektrum ini, dari "Abdi" yang penuh hormat hingga "Aing" yang super akrab atau kasar, tidak hanya memperkaya kemampuan berbahasa Anda, tetapi juga memperdalam apresiasi terhadap nilai-nilai kesopanan budaya Sunda.

Setiap kali Anda menjatuhkan pilihan pada salah satu kata ganti orang pertama, seperti memilih antara "Abdi" yang santun, "Urang" yang netral, atau "Aing" yang akrab, sebenarnya Anda sedang memproyeksikan cerminan yang sangat jelas mengenai kesadaran diri terhadap etika sosial dan pemahaman kontekstual Anda dalam budaya Sunda. Pilihan tersebut bukanlah sekadar urusan gramatikal; ia adalah penentu utama yang mendefinisikan hubungan hierarkis, kedekatan emosional, dan tingkat penghormatan Anda terhadap lawan bicara.

Oleh karena itu, kebijaksanaan dalam memilih kata menjadi sangat krusial, sebab secara instan, kata yang terucap berfungsi sebagai cermin kepribadian yang akan dinilai oleh penutur Sunda menentukan apakah Anda dilihat sebagai individu yang menjunjung tinggi tata krama (sopan), akrab (someah), atau justru kurang menghargai nilai-nilai kesopanan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sunda.

Baca Juga: Indonesia Punya Kunci Rahasia Sustainable Fashion Ala Paris Fashion Week 2025 Womenswear SS26

Menguak Spektrum "Saya" dalam Bahasa Sunda, Jendela Emas Menuju Kesantunan Budaya

Bahasa Sunda, lebih dari sekadar deretan kata, adalah sebuah etiket sosial yang mengedepankan tata krama dan penghormatan. Keindahan dan kerumitan ini paling jelas terlihat pada cara penutur memilih kata ganti orang pertama tunggal, atau kata "Saya".

Dalam berkomunikasi, pemilihan kata yang tepat bukanlah sekadar perkara tata bahasa, melainkan sebuah seni menempatkan diri dan menghargai lawan bicara sesuai hierarki sosial dan konteks situasi. Memahami ragam kata "Saya" ini adalah kunci utama untuk tidak hanya terdengar fasih, tetapi juga diterima dengan hangat dalam lingkaran pergaulan Sunda, membuka wawasan kita tentang kedalaman filosofis di balik setiap ujaran.

Tiga Level Utama "Saya": Mengukur Jarak Sosial Lewat Pilihan Kata

Bayangkan variasi kata "Saya" dalam bahasa Sunda sebagai spektrum warna yang menunjukkan intensitas hubungan, mulai dari formal yang pekat hingga akrab yang terang. Setiap tingkatan memiliki peran dan fungsinya masing-masing, dan menggunakannya secara keliru bisa berdampak besar pada impresi yang Anda tinggalkan.

Baca Juga: Kejari Kota Sukabumi Telusuri Aliran Dana Korupsi Kredit BRI Rp1,7 Miliar, Bidik Tersangka Lain

Level 1: Puncak Kesopanan dan Penghormatan (Abdi & Simkuring)

Pada ujung spektrum ini, bersemayamlah kata "Abdi" dan "Simkuring". Keduanya adalah pilihan premium dan paling aman, menandakan rasa hormat yang maksimal. Menggunakan "Abdi" dan "Simkuring" seperti mengenakan busana resmi yang dipersiapkan khusus untuk acara penting: saat berinteraksi dengan orang yang lebih tua, guru, atasan, tokoh adat, atau dalam forum resmi seperti pidato dan surat-menyurat formal. Kata-kata ini secara implisit menunjukkan bahwa Anda menempatkan diri di posisi yang lebih rendah untuk menghormati kedudukan atau usia lawan bicara. Inilah fondasi utama kesantunan berbahasa dalam budaya Sunda.

  • Contoh Penerapan: "Abdi nyuhunkeun widi (Saya memohon izin)," atau "Simkuring ngahaturkeun nuhun (Saya mengucapkan terima kasih)" keduanya dalam nuansa yang sangat santun dan resmi.

Level 2: Jembatan Netral yang Hangat (Urang)

Di tengah-tengah spektrum, terdapat kata "Urang". Kata ini berfungsi sebagai jembatan emas yang menghubungkan kesopanan formal dan keakraban kasual. "Urang" adalah pilihan ideal untuk percakapan sehari-hari yang santai namun tetap menjaga batas kesopanan yang wajar. Penggunaannya paling sering ditemui saat berbicara dengan rekan sebaya, teman kerja, atau dalam situasi non-formal di mana Anda ingin menciptakan suasana yang hangat tanpa menjadi terlalu akrab atau terlalu kaku. Kata ini menunjukkan relasi yang setara dan nyaman, menjadikannya andalan dalam komunikasi kasual sehari-hari.

  • Contoh Penerapan: "Urang rék meuli buku di toko itu (Saya mau beli buku di toko itu)" digunakan saat berbincang santai dengan teman.

Level 3: Zona Akrab yang Hanya untuk Lingkaran Dalam (Dewek & Aing)

Menuju ujung spektrum yang paling informal, kita bertemu dengan "Dewek" dan "Aing". Kedua kata ini hanya boleh digunakan dengan tingkat kehati-hatian yang ekstra tinggi.

  • "Dewek" membawa nuansa keakraban yang kuat dan sedikit cuek. Kata ini eksklusif untuk percakapan dengan teman yang sangat dekat dan di lingkungan yang sangat non-formal.
  • Sementara itu, "Aing" adalah varian yang paling kasar dan ekspresif. Penggunaannya sangat terbatas hanya pada lingkaran pertemanan yang paling akrab, seringkali digunakan untuk penekanan emosi atau dalam nada bercanda yang sangat kental.

Baca Juga: Disertai Hujan Es, 2 Rumah Rusak Usai Diterjang Angin Kencang di Jampangtengah Sukabumi

Penting untuk diingat bahwa menggunakan "Dewek" atau "Aing" kepada orang yang tidak dikenal, lebih tua, atau dalam situasi formal adalah sebuah pelanggaran etika berbahasa yang serius dan dapat menimbulkan kesan yang sangat negatif. Kata-kata ini adalah penanda batas: hanya boleh diucapkan di dalam batas-batas keakraban yang sudah diuji dan dipahami bersama.

  • Contoh Penerapan: "Dewek mah geus wareg (Saya sudah kenyang)" kepada teman akrab. "Aing mah satuju! (Saya setuju!)" dalam diskusi yang penuh gairah dengan sahabat.

Berikut daftar lengkap variasi kata "Saya" dalam bahasa Sunda berdasarkan ragam tingkat tutur (kesopanan):

Variasi Kata "Saya" dalam Bahasa Sunda

  • Lemes (tingkat kesopanan tinggi):
    • Abdi
    • Simkuring
    • Abi
    • Pribados
    • Kaula
    • Simabdi
  • Loma (tingkat kesopanan sedang):
    • Urang
    • Kuring
    • Uing
    • Dewek / Déwék (agak kasar tapi masih umum dipakai)
    • Dekah (Sukabumi, Cianjur perbatasan Sukabumi)
  • Kasar (tingkat kesopanan rendah):
    • Aing
    • Dewek (kadang dipakai kasar tergantung konteks)
    • Dekah 
    • Didieu (Perubahan makna  Di dan Dieu yang berarti di sini, menunjuk ke diri sendiri)

Beberapa kata tambahan dari sumber lain:

  • Sim kuring (varian halus)
  • Simabdi (variatif halus)
  • Pribados (resmi, halus)
  • Kaula (halus, sopan)

Penjelasan

  • Kata-kata dalam kategori lemes/halus biasanya digunakan untuk berbicara dengan orang yang dihormati, dalam situasi resmi atau formal.
  • Kata dalam kategori loma biasa digunakan dalam situasi santai dengan sesama teman atau orang sebaya.
  • Kata kasar memiliki konotasi informal dan harus digunakan sangat hati-hati agar tidak menyinggung lawan bicara.

Baca Juga: Kelanjutan Kasus TPPO Gadis Sukabumi ke China: Kuasa Hukum Soroti Minimnya Informasi dari Polda Jabar

Mengacu pada tingkat tutur yang berbeda dalam Bahasa Sunda, penggunaan kata ganti orang pertama akan berubah secara drastis tergantung konteks. Dalam situasi formal atau Lemes (sopan), pilihan utama adalah "Abdi" dan "Simkuring", yang masing-masing tercermin dalam kalimat seperti "Abdi badé angkat ka kantor" (Saya akan berangkat ke kantor) dan "Simkuring hoyong nyuhunkeun pangapunten" (Saya ingin memohon maaf), menunjukkan penghormatan maksimal.

Beralih ke tingkat tutur Loma (biasa atau akrab), kata-kata seperti "Urang" dan "Dewek" mulai lazim digunakan, contohnya "Urang rék balik ka imah" (Saya mau pulang ke rumah) atau "Dewek rék indit ayeuna" (Saya mau pergi sekarang), mencerminkan suasana santai dan kesetaraan. Sementara itu, variasi yang paling informal dan kadang dianggap Kasar adalah "Aing" dan "Dewek", yang hanya tepat untuk lingkaran pertemanan sangat dekat, seperti terlihat pada "Aing teu resep kitu!" (Saya tidak suka begitu!) atau "Dewek mah henteu paduli" (Saya tidak peduli), di mana batasan kesopanan sangat longgar. Meskipun "Urang" dan "Aing" bisa digunakan dalam kalimat Loma seperti "Urang bakal ngahadiran rapat ayeuna" atau "Aing rék ka pasar," atau "Aing mah teu nyaho!!" penggunaannya harus hati-hati agar tidak salah konteks.

Dengan demikian, daftar variasi kata "Saya" yang telah diuraikan, mulai dari "Simkuring" yang sangat formal hingga "Aing" yang paling kasual, mencakup spektrum lengkap dari semua penggunaan yang umum dan relevan dalam Bahasa Sunda. Memahami dan menguasai ragam ini bukan sekadar menambah kosakata, melainkan menanamkan kepekaan mendalam terhadap konteks kesopanan (undak-usuk basa) yang menjadi inti keindahan dan kerumitan budaya Sunda. Mengaplikasikan kata yang tepat pada situasi yang sesuai adalah bukti nyata dari kecakapan berbahasa dan penghargaan Anda terhadap etiket sosial masyarakat Sunda.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini