12+ Panggilan Perempuan dalam Bahasa Sunda & Logat Banten Tegas Egaliter!

Sukabumiupdate.com
Selasa 07 Okt 2025, 06:26 WIB
12+ Panggilan Perempuan dalam Bahasa Sunda & Logat Banten Tegas Egaliter!

Bahasa Sunda memiliki kekayaan sapaan untuk perempuan yang luar biasa, diklasifikasikan dalam tiga Register Bahasa utama formal (Wanoja), netral (seperti Awewe), hingga informal dan akrab (Eneng dan Ceuceu) (Sumber: Canva)

SUKABUMIUPDATE.com - Pernahkah Anda merasa bingung saat baru pindah ke Jawa Barat, lalu tiba-tiba mendengar orang Sunda asli menyebut perempuan dengan kata yang berbeda-beda tergantung konteksnya? Jangan panik, Anda tidak sendirian! Bahasa Sunda itu layaknya sebuah kotak harta karun dengan berlian kosa kata di dalamnya. Kekayaan ini tidak hanya soal kuantitas, tetapi juga tentang kedalaman makna dan tingkat kesopanan yang harus disesuaikan.

Memahami variasi ini sangat krusial agar Anda bisa berinteraksi secara mulus, menghindari salah paham, dan menunjukkan rasa hormat. Kunci utamanya adalah menguasai register yaitu konteks sosial, usia, dan tingkat keakraban  yang menentukan apakah Anda harus menggunakan bahasa yang sehalus sutra atau yang se-frontal ombak laut Banten. Yuk, kita bongkar tiga tingkat register kata sapaan untuk perempuan dalam bahasa Sunda, dari yang paling formal hingga yang paling akrab.

Tim Sopan Santun (Register Formal)

Ini adalah tingkatan bahasa yang paling tinggi dan menuntut penjagaan etika serta tata krama yang ketat. Kosa kata pada register ini harus Anda gunakan saat berada di lingkungan resmi, seperti menghadiri upacara adat, menulis surat resmi, atau yang paling penting, saat bertemu dengan orang yang Anda hormati, seperti tokoh masyarakat, dosen, atau calon mertua. Kata-kata seperti Wanoja dan Mojang merujuk pada gadis atau wanita muda yang anggun, terhormat, dan biasanya muncul dalam pidato atau tulisan sastra.

Baca Juga: 7 Prompt OpenAI Sora: Menciptakan Video AI Cinematic Berlatar Indonesia, Cobain!

Sementara itu, Istri adalah bentuk paling baku dan sopan untuk menyebut "istri" atau "perempuan". Ada juga istilah kuno yang sarat penghormatan seperti Nini atau Nyai, yang sering digunakan untuk merujuk pada perempuan yang sudah tua atau memiliki status sosial tinggi di masa lalu, meskipun penggunaannya kini terbatas pada situasi yang sangat spesifik dan formal, membawa nuansa budaya yang mendalam. Intinya, jika Anda sedang memakai batik, beskap, atau pakaian formal, inilah laci kosa kata yang wajib Anda buka.

Tim Santai Tapi Formalitas (Register Netral)

Jika register formal adalah seragam pesta, maka register netral adalah seragam harian Anda. Kata-kata di level ini sangat fleksibel dan sering Anda temukan dalam percakapan sehari-hari di berbagai tempat, mulai dari lingkungan kerja, kampus, hingga transaksi di pasar. Awewe adalah kata yang paling umum dan netral untuk "perempuan" atau "wanita" tanpa membawa konotasi formalitas yang tinggi, bisa digunakan kapan saja dan di mana saja.

Sementara itu, Parawan lebih spesifik lagi, yaitu mengacu pada gadis muda yang belum menikah. Kata Istri muncul lagi di sini, memperkuat statusnya sebagai istilah baku untuk "istri", namun jika Anda ingin sedikit melonggarkan suasana, Anda bisa menggunakan Bini, yang juga berarti "istri" tapi cenderung digunakan dalam suasana yang sedikit lebih santai dan kurang kaku. Penguasaan register ini akan membuat komunikasi Anda lancar dan luwes, cocok untuk berbagai situasi santai hingga semi-resmi tanpa harus khawatir dicap tidak sopan atau terlalu kaku.

Baca Juga: Dinkes Sukabumi Telusuri Kematian Siswi SD Dikaitkan dengan MBG: Kalau Keracunan Tak Mungkin 1 Orang

Tim Slang dan Keakraban (Register Informal)

Di sinilah dialek regional dan kedekatan emosional menjadi raja! Register informal hanya boleh Anda gunakan pada orang yang sudah sangat akrab  teman sebaya, saudara kandung, atau pasangan. Panggilan yang paling hits dan paling sering Anda dengar adalah Eneng atau variasinya, Neng, yang merupakan sapaan manis dan hangat untuk perempuan muda atau adik, sangat khas dan lekat dengan budaya Sunda yang ramah.

Kemudian ada Teteh atau Teh, yang digunakan untuk menyapa kakak perempuan atau wanita yang lebih tua, menunjukkan rasa kekeluargaan yang kuat. Bagi yang lebih suka slang, ada Ceuceu, panggilan yang super akrab dan populer di kalangan anak muda atau teman dekat, biasanya digunakan dengan nada yang riang.

Terakhir, ada Bikang, kata yang paling kasual  secara harfiah berarti "betina"  namun sering digunakan dalam percakapan informal dengan makna yang netral, seperti pada contoh kalimat "Bikang di ditu keur lalajo pilem". Ingat, menggunakan kata-kata ini kepada orang asing bisa membuat mereka merasa akrab atau, jika konteksnya salah, kurang pantas.

Baca Juga: Seleksi Selesai, Pemkot Sukabumi Umumkan Tiga Nama Calon Direktur RSUD Bunut

Stop, Jangan Kaget! Kenapa Bahasa Sunda Banten Sering Dikira 'Kasar' di Priangan?

Setelah mengenal tingkatan bahasa di atas, kita perlu membahas perbedaan dialek yang legendaris, yaitu antara Sunda Priangan (Bandung, Garut) dan Sunda Banten. Sering kali, logat Banten dianggap "kasar" oleh masyarakat Priangan.

Padahal, sebutan "kasar" ini muncul karena perbedaan sejarah dan filosofi komunikasi yang mendasar, bukan karena mereka tidak sopan! Sunda Priangan secara historis terpengaruh oleh budaya Mataram (Jawa), yang memperkenalkan konsep undak usuk basa (hierarki bahasa) yang kompleks. Hal ini membuat masyarakat Priangan terbiasa menggunakan bahasa yang super halus untuk menunjukkan status dan rasa hormat, membuat intonasi mereka cenderung lembut dan meliuk-liuk.

Sebaliknya, Sunda Banten tidak pernah berada di bawah kekuasaan Mataram. Akibatnya, bahasa Sunda mereka mempertahankan karakter yang lebih tua, dekat dengan Sunda Kuno, dan cenderung egaliter (setara). Mereka tidak memiliki tingkatan bahasa yang serumit Priangan. Bahasa mereka lugas, to the point, dan memiliki intonasi yang lebih keras serta tegas. Inilah yang menjadi sumber kesalahpahaman.

Baca Juga: Kronologi Siswi SD di Surade Sukabumi Meninggal Disebut Gegara MBG, Ini Fakta Medisnya

Contoh paling mencolok adalah kata ganti. Kata ganti orang pertama (Aing) dan orang kedua (Dia atau Manéh) yang dianggap kasar atau hanya dipakai saat marah di Priangan, justru digunakan secara netral dan umum di Banten untuk teman sebaya atau dalam interaksi sehari-hari. Begitu juga kata kerja seperti Hakan (makan) atau penegas seperti Jasa (sangat). Jadi, ketika orang Banten berkata, "Teh Eka, maneh arek hakan teu? Aing mah embung jasa jadi doang jalma nu kedul!" Itu hanya berarti: "Kak Eka, kamu mau makan tidak? Saya tidak mau sekali jadi seperti orang yang malas!"  sebuah kalimat biasa.

Memahami hal ini adalah kunci untuk tidak terkejut di tanah Banten. Orang Banten tidak bermaksud kasar, mereka hanya berkomunikasi dengan cara yang lebih jujur, terbuka, dan otentik pada sejarah linguistik mereka.

Dengan menguasai variasi register dan memahami perbedaan dialek ini, Anda akan menjadi penutur bahasa Sunda yang tidak hanya mahir, tetapi juga menghargai kekayaan budaya dan keragaman sosial di seluruh Tatar Pasundan. Apakah Anda punya contoh kata Sunda Banten lain yang sering disalahpahami di Priangan?

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini