SUKABUMIUPDATE.com - Dalam kehidupan sehari-hari, kamu mungkin pernah bertemu seseorang yang tampak dingin, tertutup, atau sulit didekati secara emosional. Mereka bukan tidak peduli, tetapi sering memilih untuk menjaga jarak. Bahkan, ketika hubungan mulai terasa terlalu dekat, mereka justru menarik diri. Pola ini bisa jadi bukan sekadar sifat pemalu melainkan ciri dari tipe kepribadian avoidant.
Apa Itu Kepribadian Avoidant?
Kepribadian avoidant (atau avoidant personality) adalah pola psikologis yang ditandai dengan kecenderungan menghindari kedekatan emosional, kontak sosial intens, dan situasi yang berpotensi menimbulkan penolakan. Orang dengan ciri ini biasanya:
- Merasa tidak nyaman jika terlalu dekat secara emosional dengan orang lain
- Sulit membuka diri atau menunjukkan kerentanan
- Cenderung menghindari konflik, tapi juga kedekatan yang intens
- Lebih nyaman sendiri atau dalam interaksi yang terbatas
- Takut ditolak, dipermalukan, atau dianggap lemah
Baca Juga: Lelah Tapi Tidak Tahu Kenapa? Ini 7 Gejala Gangguan Mental Ringan
Dua Bentuk Umum Avoidant:
Ada dua bentuk utama yang sering dibicarakan dalam psikologi:
1. Avoidant Attachment Style (Gaya Kelekatan Menghindar)
Ini terbentuk sejak masa kecil dan berakar dari hubungan dengan orang tua atau pengasuh. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang cuek secara emosional atau terlalu menuntut kemandirian cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang sulit mempercayai dan membuka diri pada orang lain.
Ciri-cirinya:
- Sulit membangun hubungan
- Sering merasa “tercekik” saat hubungan terlalu dekat
- Merasa nyaman hanya jika emosinya dijaga tetap netral atau dingin
2. Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)
Ini adalah kondisi yang lebih serius dan termasuk dalam kategori gangguan mental. AVPD (Avoidant Personality Disorder) ditandai dengan:
- Ketakutan ekstrim akan kritik dan penolakan
- Perasaan inferior yang mendalam
- Menarik diri dari situasi sosial meskipun sebenarnya ingin terhubung
- Rasa malu yang kuat dan konstan
Berbeda dari introvert biasa, orang dengan AVPD seringkali merasa cemas, rendah diri, dan sangat sensitif terhadap pendapat orang lain.
Baca Juga: Stop Sekarang! 7 Kebiasaan Mental yang Bikin Kamu Sulit Maju
Kenapa Orang Bisa Jadi Avoidant?
Ada banyak penyebab yang bisa membentuk kepribadian avoidant, di antaranya:
- Pengalaman masa kecil: Pola asuh yang dingin, penuh kritik, atau terlalu menuntut bisa menciptakan rasa takut untuk dekat.
- Trauma emosional: Penolakan, bullying, atau kegagalan hubungan sebelumnya bisa memicu keinginan untuk menjaga jarak.
- Perfeksionisme sosial: Takut tidak cukup baik di mata orang lain, sehingga lebih memilih menjauh daripada dipermalukan.
- Pengkondisian lingkungan: Budaya atau keluarga yang menekankan kontrol diri dan kemandirian bisa menumbuhkan gaya menghindar.
Bagaimana Menghadapi atau Mengelola Tipe Avoidant?
Jika kamu seorang avoidant:
- Mulailah dengan mengenali dan menerima pola menghindar dalam dirimu.
- Latih diri untuk pelan-pelan membuka ruang keintiman bisa dimulai dari hubungan yang aman dan suportif.
- Terapi (terutama terapi kognitif perilaku / CBT atau terapi attachment) bisa sangat membantu.
- Ingat, menjaga jarak tidak selalu membuatmu aman kadang justru memperkuat rasa kesepian dan luka yang belum sembuh.
Baca Juga: Resep Pepes Ayam Kemangi ala Chef Devina Hermawan, Lezat dan Bikin Ketagihan!
Jika kamu mencintai seseorang yang avoidant:
- Jangan memaksa kedekatan emosional secara cepat.
- Tawarkan rasa aman dan pengertian, bukan tekanan.
- Jangan menganggap sikap mereka sebagai penolakan pribadi.
- Dukung mereka jika mereka ingin mencari bantuan profesional.
Tipe kepribadian avoidant bukanlah kesalahan atau kelemahan. Itu sering kali terbentuk sebagai bentuk mekanisme perlindungan diri cara untuk bertahan dari luka masa lalu. Namun, pola ini juga bisa menjadi tembok tinggi yang menghalangi hubungan yang sehat dan penuh makna.
Dengan memahami apa itu avoidant, kita bisa belajar lebih sabar, lebih sadar diri, dan lebih terampil membangun koneksi yang sehat baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.
Kalau kamu merasa punya ciri-ciri ini atau hidup bersama orang yang demikian, percayalah bahwa perubahan itu mungkin. Hubungan yang sehat bukan hanya tentang mendekat, tapi juga tentang saling memberi ruang dengan rasa saling percaya.
Baca Juga: Israel Gempur Iran dan Gaza: Perang Meluas, Korban Sipil Terus Bertambah
Sumber: Healthline