SUKABUMIUPDATE.com - Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Prof. Nindyo Pramono, menjelaskan pentingnya penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Business Judgment Rule (BJR) dalam setiap keputusan bisnis, terutama di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keterangan itu ia sampaikan sebagai ahli dalam sidang perkara dugaan korupsi akusisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry, di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat (Kamis, 16/10/2025).
Prof. Nindyo menegaskan bahwa Business Judgment Rule merupakan doktrin penting dalam hukum bisnis yang memberikan perlindungan hukum bagi direksi atas keputusan bisnis yang diambil dengan itikad baik dan kehati-hatian.
“Tidak ada keputusan bisnis yang bisa menjamin pasti untung. Yang penting, direksi telah menjalankan kewenangan sesuai undang-undang, anggaran dasar, dan prinsip kehati hatian. Jika semua itu dipenuhi, direksi berhak mendapatkan perlindungan BJR meskipun hasilnya merugi,” ujar Prof. Nindyo.
Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi ASDP, Hakim Cecar Mantan Wakil Ketua KPK
Ia menambahkan, selama keputusan bisnis diambil untuk kepentingan perseroan dan dilakukan secara profesional, maka potensi kerugian yang timbul harus dilihat sebagai risiko bisnis (business risk), bukan sebagai perbuatan melawan hukum.
Lebih jauh, Prof. Nindyo menjelaskan bahwa penerapan Good Corporate Governance (GCG) adalah kunci agar keputusan korporasi mendapat legitimasi hukum. “Selama proses pengambilan keputusan dilakukan melalui mekanisme yang benar—melibatkan dewan komisaris, pemegang saham, dan sesuai peraturan internal—maka langkah direksi sudah comply dengan prinsip GCG,” jelasnya.
Dalam konteks BUMN, ia menilai GCG bukan sekadar formalitas, melainkan sistem tata kelola yang memastikan perusahaan dikelola secara transparan dan akuntabel. Jika prinsip ini diterapkan, kata dia, maka keputusan direksi yang menimbulkan kerugian sekalipun tetap dapat dipandang sah secara hukum.
Prof. Nindyo juga menyoroti prinsip TARIF, yang menjadi fondasi pelaksanaan GCG di BUMN. “TARIF itu singkatan dari Transparency, Accountability, Responsibility, Independence, dan Fairness. Jika kelima prinsip ini dijalankan, direksi dan manajemen telah berada di jalur yang benar,” ujarnya.
Ia menegaskan, keputusan bisnis yang memenuhi unsur TARIF mencerminkan kepatuhan terhadap etika dan tata kelola perusahaan. “Kalau keputusan diambil dengan transparan, dapat dipertanggungjawabkan, tanpa konflik kepentingan, dan dengan tujuan adil bagi semua pihak, maka keputusan itu sudah memenuhi prinsip GCG dan otomatis dilindungi BJR,” tambahnya.
Keterangan Prof. Nindyo mempertegas bahwa kerugian dalam aktivitas bisnis tidak otomatis berarti pelanggaran hukum. Selama keputusan diambil sesuai prinsip kehati-hatian, GCG, dan TARIF, maka itu merupakan bagian dari risiko bisnis yang sah. “BUMN sekalipun adalah PT biasa menurut hukum bisnis. Maka, keuntungan dan kerugian yang terjadi merupakan tanggung jawab korporasi, bukan kerugian negara,” tegasnya. (adv)