Lirik Jadi Laba Bisnis Kuliner Ikonik Eminem dan Ahmad Dhani

Sukabumiupdate.com
Minggu 16 Nov 2025, 07:14 WIB
Lirik Jadi Laba Bisnis Kuliner Ikonik Eminem dan Ahmad Dhani

Adopsi strategi "Mom's Spaghetti," peluang branding kuliner di Indonesia dapat memanfaatkan momen-momen nyeleneh atau frasa personal yang dekat dengan kisah hidup atau persona publik bahkan juga diri Anda. (Foto: Canva)

SUKABUMIUPDATE.com – Industri hiburan modern telah meruntuhkan batasan antara seni dan komersialisme. Panggung kini tak lagi menjadi satu-satunya tempat mendulang popularitas dan laba, melainkan landasan kokoh untuk membangun kerajaan bisnis lain.

Dua maestro di bidangnya, rapper legendaris Eminem dari Amerika Serikat dan frontman kenamaan Ahmad Dhani dari Indonesia berhasil menyulap karya seni paling personal lirik dan lagu mereka menjadi aset branding kuliner yang unik, cerdas, dan sangat menguntungkan. Kedua model bisnis ini menawarkan studi kasus menarik tentang bagaimana fandom yang loyal dapat diterjemahkan menjadi daya beli yang nyata di luar musik.

Fenomena ini mencerminkan evolusi personal branding selebriti dari sekadar endorsement pasif menjadi penciptaan brand gaya hidup yang aktif. Alih-alih mengandalkan popularitas semata, musisi kini mengkapitalisasi koneksi emosional yang sudah terjalin kuat melalui musik mereka.

Dengan menawarkan produk fisik yang secara tematis terikat pada karya seni mereka baik itu melalui lirik nyeleneh atau judul lagu yang romantic para artis ini menciptakan niche pasar yang memiliki resistensi lebih tinggi terhadap persaingan harga dan fluktuasi pasar, sebab nilai yang mereka jual adalah pengalaman penggemar.

Baca Juga: Ketika Eminem Menunjukkan Kekuatan Freestyle Liriknya di Shady Cypher Bukti Raja rap

Eminem, rapper yang identik dengan perjuangan kelas pekerja di Detroit, melakukan manuver bisnis yang jenius sekaligus ironis dengan mendirikan restoran Mom's Spaghetti.Eminem, rapper yang identik dengan perjuangan kelas pekerja di Detroit, melakukan manuver bisnis yang jenius sekaligus ironis dengan mendirikan restoran Mom's Spaghetti. (Ilustrasi:Canva)

Eminem dan Fenomena "Mom's Spaghetti" Kapitalisasi dari Sarkasme Kultural

Eminem, rapper yang identik dengan perjuangan kelas pekerja di Detroit, melakukan manuver bisnis yang jenius sekaligus ironis dengan mendirikan restoran Mom's Spaghetti. Nama ini diambil dari satu baris lirik yang paling banyak dikutip, di-meme-kan, dan dikenali secara global dari lagu ikoniknya yang memenangkan Oscar, "Lose Yourself" (2002):

"His palms are sweaty, knees weak, arms are heavy / There's vomit on his sweater already, mom's spaghetti."

Dengan mengambil konteks yang awalnya menggambarkan rasa gugup yang ekstrem (hingga memuntahkan spageti ibunya), Eminem mengubah ejekan internal menjadi nilai jual. Strategi ini bukan sekadar branding, melainkan sebuah deklarasi bahwa ia mampu mengomersialkan lelucon yang dibuat atas dirinya sendiri.

Keputusan ini adalah sebuah masterclass dalam kapitalisasi meme dan budaya underground. Restoran yang awalnya didirikan sebagai pop-up sementara sebelum menjadi lokasi permanen di Detroit ini, fokus pada menu yang sangat terbatas untuk menjaga keaslian konsep hidangan utamanya sengaja dibuat sederhana Just Mom's Spaghetti dengan saus plain tanpa banyak bumbu yang secara harfiah mencerminkan makanan cepat saji rumahan dari masa lalunya yang miskin. Inilah inti daya tariknya, pengunjung tidak mencari masakan gourmet, tetapi otentisitas dan nostalgia.

Baca Juga: Destinasi Wisata Villa Asabaland Ditata Ulang, Cocok untuk Libur Tahun Baru di Sukabumi

Eminem, rapper yang identik dengan perjuangan kelas pekerja di Detroit, melakukan manuver bisnis yang jenius sekaligus ironis dengan mendirikan restoran Mom's Spaghetti.(Foto: Kosu/Scott Legato/Getty Images)Eminem, rapper yang identik dengan perjuangan kelas pekerja di Detroit, melakukan manuver bisnis yang jenius sekaligus ironis dengan mendirikan restoran Mom's Spaghetti.(Foto: Kosu/Scott Legato/Getty Images)

Menu andalan yang paling diminati adalah 'Sghetti Sandwich, spageti yang disajikan di dalam roti, sebuah hidangan khas yang diklaim sebagai cara makan favorit pribadi sang rapper. Tingkat keterlibatan penggemar semakin diperkuat dengan adanya "The Trailer" di lantai atas, sebuah toko suvenir yang menjual merchandise eksklusif, menghubungkan makanan dengan fashion dan koleksi memorabilia Eminem. Kesuksesan model ini terbukti dengan ekspansi ke Los Angeles dan London, menegaskan bahwa Mom's Spaghetti menjual sepotong cerita Eminem yang mendunia.

Monumen Musik Gastronomi & Menu Kenangan dan Cerita Personal

Di ranah musik Indonesia, Ahmad Dhani mengaplikasikan strategi branding serupa, namun dengan tone yang lebih megah dan heroik. Melalui Wisma Dewa 19 Restography di Jakarta Selatan, Dhani tidak hanya membuka restoran; ia mendirikan sebuah monumen hidup bagi band yang ia besarkan. Konsepnya adalah museum-restoran, di mana para Baladewa (sebutan fans Dewa 19) dapat menikmati hidangan sambil dikelilingi oleh artefak berharga: kostum panggung ikonik, alat musik yang digunakan dalam rekaman, hingga koleksi pribadi lainnya. Pengalaman makan di sini menjadi sebuah ziarah kultural yang meningkatkan keterikatan emosional fans dengan band tersebut.

Baca Juga: Di Seminar STIE Tianandra, Kadispar Bicara Peran Generasi Muda dalam Pengembangan Wisata Sukabumi

Berbeda dengan Eminem yang mengambil lirik nyeleneh, Dhani memanfaatkan judul-judul lagu yang sarat makna romantis dan legendaris sebagai nama menu utamanya, mengintegrasikan soundtrack hidup fans ke dalam hidangan: Kangen Steak, Ayam Bakar Cemburu, dan Sate Kambing Satu Hati. Lebih jauh, Dhani memasukkan unsur personal dan kontroversial, yang meningkatkan aspek storytelling dan memberikan lapisan narasi tambahan yang menarik perhatian media dan fans garis keras. Pada intinya, Restography sukses karena menjual Royalti Emosional; penggemar bersedia membayar lebih untuk menikmati pengalaman yang terintegrasi dengan identitas band kesayangan mereka.

Sate Kambing Satu Hati, potongan hatinya nyelip satu kali ya?  Di antara potongan daging kambing."Sate Kambing Satu Hati, potongan hatinya nyelip satu kali ya? Di antara potongan daging kambing."(Ilustrasi:Canva)

Mengembangkan IP Musik ke Ranah Rasa

Fenomena mengomersialkan intellectual property musik ke industri kuliner juga diamati pada artis lain, memperlihatkan bahwa branding berbasis karya seni memiliki potensi adaptasi yang luas. Superstar musik global dari Puerto Rico, Bad Bunny, menunjukkan model branding yang cerdik dalam produk konsumsi. Meskipun ia dikenal melalui kolaborasi sneakers dan pakaian, ia juga memasuki ranah lifestyle melalui produk seperti permen karet vitamin atau liquid vape (Bad Bunny Juice). Walaupun tidak spesifik mengambil satu baris lirik seperti Eminem, Bad Bunny menggunakan nama dan estetika visual yang sangat terikat pada persona dan gaya albumnya. Model ini berhasil menunjukkan bahwa citra publik artis yang kuat dapat menjadi payung bagi berbagai kategori produk, dari makanan ringan hingga produk kesehatan, menargetkan basis penggemar Latinnya yang masif.

Di Indonesia, penyanyi Vidi Aldiano juga sempat meramaikan tren kuliner dengan toko kue bolu yang disebut Vidi Vini Vici. Nama ini merupakan plesetan dari ungkapan terkenal Julius Caesar (Veni Vidi Vici - Datang, Lihat, Taklukkan) yang diubah agar memasukkan nama Vidi. Selain plesetan nama, branding kuenya juga menggunakan warna khas (Baby Pink dan Baby Blue) yang mendefinisikan rasa "bahagia" sesuai dengan tone lagu-lagu popnya. Vidi Vini Vici berfokus pada konsep "oleh-oleh kekinian", memanfaatkan ketenaran Vidi untuk menarik penggemar yang ingin membawa pulang suvenir kuliner dari kota-kota yang dikunjunginya. Meskipun segmennya berbeda dari Eminem, intinya tetap sama: memanfaatkan popularitas nama artis untuk menciptakan daya tarik instan pada produk makanan.

Baca Juga: AMI AWARDS 2025: Kebangkitan Musik Emo dan 'Serana' For Revenge Jadi Bukti Lagu Patah Hati Berjaya!

Kisah Mom's Spaghetti, Wisma Dewa 19 Restography, dan contoh lainnya menunjukkan pergeseran paradigma bisnis selebriti yang kini sangat mengutamakan personalisasi. Merek-merek kuliner ini dibangun di atas fondasi yang kokoh: intellectual property (IP) pribadi. Eminem dan Ahmad Dhani berhasil mengubah track record musik mereka menjadi experience kuliner, menjadikan fandom sebagai pasar yang sudah tersegmentasi dan terjamin loyalitasnya.

"Kangen banget makan steak, jadi kangen steak, nih" (Foto:Canva)

Dari sarkasme hip-hop Eminem hingga nostalgia rock Ahmad Dhani, model bisnis ini membuktikan bahwa sebuah lirik sederhana atau sebuah judul lagu legendaris memiliki nilai ekonomi yang jauh melampaui platform musik aslinya. Strategi ini menciptakan sebuah ekstensi citra publik yang unik, memungkinkan para penggemar untuk mengonsumsi karya idola mereka tidak hanya melalui telinga, tetapi juga melalui indra perasa, memperluas cakupan engagement dan potensi pendapatan dari musik ke ranah gaya hidup.

Kesederhanaan Otentik dan Ekspektasi Gourmet Konversi Lirik Menjadi Tekstur dan Rasa

Secara esensial, produk kuliner yang diusung oleh para artis ini terbagi menjadi dua kategori: kesederhanaan otentik dan makanan dengan nilai nostalgia tinggi. Kasus Mom's Spaghetti milik Eminem adalah contoh paling ekstrem. Makanan tersebut, sengaja dibuat sederhana dan plain, berani menantang ekspektasi gourmet. Nilai jualnya bukan pada kompleksitas rasa, melainkan pada keasliannya sebagai "spaghetti ibu" yang merujuk pada masa sulit di Detroit. Sebaliknya, bisnis seperti Wisma Dewa 19 Restography menjual hidangan Indonesia yang sudah familiar (steak, ayam bakar, sate), namun dengan penamaan yang memberikan lapisan makna emosional. Perbedaan ini menunjukkan bahwa dalam branding artis, kualitas taste dapat dikesampingkan (seperti Eminem) atau ditingkatkan (seperti Dhani) asalkan cerita di baliknya kuat.

Transformasi lirik menjadi pengalaman rasa adalah inti dari branding kuliner ini. Bagaimana sebuah lagu atau meme diterjemahkan menjadi tekstur dan sensasi di lidah? Mom's Spaghetti berhasil melakukannya melalui 'Sghetti Sandwich, yang mengubah konsep makanan cepat saji Amerika yang tidak lazim menjadi comfort food yang personal. Sementara itu, model bisnis kue kekinian yang banyak diadopsi artis Indonesia, seperti Vidi Aldiano dengan Vidi Vini Vici, berfokus pada kemasan dan estetika rasa. Roti dan kue tersebut harus memiliki profil rasa yang mass market (mudah diterima) dan memiliki estetika visual yang instagrammable, berfungsi ganda sebagai hidangan dan alat promosi media sosial. Intinya, produk kuliner harus menjadi perpanjangan yang logis (meskipun kadang nyeleneh) dari persona artis, mengubah pengalaman pendengaran menjadi sensasi indrawi.

Baca Juga: Kaleidoskop Musik 2025: Ceria Dari Jaket Harajuku J-Rocks Sampai Hype YOASOBI

Mom's Spaghetti berhasil melakukannya melalui 'Sghetti Sandwich, yang mengubah konsep makanan cepat saji Amerika yang tidak lazim menjadi comfort foodMom's Spaghetti berhasil melakukannya melalui 'Sghetti Sandwich, yang mengubah konsep makanan cepat saji Amerika yang tidak lazim menjadi comfort food (Ilustrasi:Canva)

Tantangan terbesar bagi brand kuliner artis adalah memastikan kelangsungan bisnis setelah hype awal mereda. Keberlanjutan sebuah restoran pada akhirnya tetap bergantung pada kualitas konsisten dan repeat order. Bisnis yang hanya mengandalkan novelty (kebaruan) biasanya cepat pudar. Oleh karena itu, brand yang sukses seperti Mom's Spaghetti harus menjaga agar spageti sederhana mereka tetap memenuhi standar comfort food, sementara Restography harus memastikan Ayam Bakar Cemburu tetap lezat terlepas dari memorabilia Dewa 19 di sekitarnya. Pergeseran dari branding berbasis selebriti menjadi branding berbasis nilai kuliner yang sesungguhnya adalah fase kritis yang menentukan apakah bisnis tersebut akan menjadi sekadar proyek sampingan atau entitas restoran yang berdaya tahan jangka panjang.

Adopsi Bisnis & Analisis Ekonomi dan Strategi Pricing

Secara ekonomi, model bisnis kuliner yang mengadopsi intellectual property artis ini menunjukkan keberhasilan dalam menciptakan nilai tambah non-material yang tinggi. Dalam konteks kuliner, biaya bahan baku dan operasional mungkin serupa dengan restoran biasa, namun harga jual (pricing) produk seperti Mom's Spaghetti atau Kangen Steak dapat dibanderol lebih tinggi. Perbedaan harga ini bukan didorong oleh kualitas gourmet, melainkan oleh premi fandom kesediaan penggemar untuk membayar ekstra demi mendapatkan koneksi langsung dan storytelling dari idola mereka. Dengan demikian, margin keuntungan produk-produk ini cenderung lebih sehat karena biaya marketing dan branding utamanya sudah ditanggung oleh popularitas artis itu sendiri.

Strategi penetapan harga dan penjualan produk ini juga sering memanfaatkan eksklusivitas dan penciptaan kelangkaan (scarcity). Mom's Spaghetti, misalnya, memulai perjalanannya sebagai pop-up store dengan stok terbatas, yang secara psikologis mendorong penggemar untuk segera membeli karena takut kehabisan.

Baca Juga: Dapur SPPG yang Tidak Daftar ke Dinkes akan Ditutup Desember 2025

Di ranah musik Indonesia, Ahmad Dhani mengaplikasikan strategi branding serupa, namun dengan tone yang lebih megah dan heroik. Melalui Wisma Dewa 19 Restography di Jakarta Selatan(Foto Instagram:@wismadewa19restography)Di ranah musik Indonesia, Ahmad Dhani mengaplikasikan strategi branding serupa, namun dengan tone yang lebih megah dan heroik. Melalui Wisma Dewa 19 Restography di Jakarta Selatan (Foto Instagram: @wismadewa19restography)

Wisma Dewa 19 Restography di Jakarta Selatan, dengan koleksi memorabilia uniknya, menawarkan pengalaman yang tidak dapat direplikasi, menjadikannya destinasi wajib, bukan sekadar pilihan makan. Ini adalah taktik ekonomi yang cerdas: semakin unik dan terbatas aksesnya, semakin tinggi perceived value (nilai yang dirasakan) produk tersebut. Keberhasilan ekspansi ke luar kota atau luar negeri (seperti Bad Bunny gummies atau Mom's Spaghetti di London) kemudian mengkapitalisasi rasa penasaran di pasar baru.

Model bisnis ini berhasil mengubah popularitas musisi menjadi portofolio investasi yang beragam. Dari sarkasme hip-hop Eminem hingga nostalgia rock Ahmad Dhani, IP musisi berfungsi sebagai mesin branding yang efisien. Nilai dari produk kuliner ini terletak pada konversi penggemar menjadi konsumen loyal. Mereka tidak hanya membeli makanan; mereka membeli suvenir fisik dari sebuah lagu atau tiket masuk ke dunia pribadi idola mereka. Strategi ini menciptakan sebuah ekstensi citra publik yang unik, memungkinkan para penggemar untuk mengonsumsi karya idola mereka tidak hanya melalui telinga, tetapi juga melalui indra perasa, memperluas cakupan engagement dan potensi pendapatan dari musik ke ranah gaya hidup.

Eminem kembangkan Mom's Spaheti dari lirik lagu,model bisnis ini berhasil mengubah popularitas musisi menjadi portofolio investasi yang beragamEminem kembangkan Mom's Spaheti dari lirik lagu,model bisnis ini berhasil mengubah popularitas musisi menjadi portofolio investasi yang beragam (Foto:@Eminem/Facebook)

Kisah sukses Eminem, Ahmad Dhani, hingga artis lain membuktikan bahwa kunci branding masa depan bukan lagi sekadar logo atau promosi mahal, melainkan kemampuan untuk mengkapitalisasi storytelling. Bagi para wirausahawan atau artis Indonesia yang ingin mengikuti jejak ini, peluang besar terletak pada mengubah lirik lokal menjadi pengalaman hyper-local. Bayangkan sebuah warung kopi bernama "Secangkir Kopi Pahit" (terinspirasi dari lagu hits), atau jajanan pasar kekinian dengan packaging yang memuat kutipan puitis dari lirik Iwan Fals. Inspirasi sejati di sini adalah keberanian untuk menanggalkan formalitas dan merangkul keunikan pribadi atau karya seni sebagai identitas bisnis utama. Dengan mengombinasikan kekuatan fandom dengan produk kuliner yang otentik dan memiliki narasi kuat, setiap pencipta memiliki potensi untuk mengubah popularitas menjadi portofolio bisnis yang berdaya tahan dan penuh makna.

Ide, bonus nih! Updaters, mengadopsi strategi "Mom's Spaghetti," peluang branding kuliner di Indonesia dapat memanfaatkan momen-momen nyeleneh atau frasa personal yang dekat dengan kisah hidup atau persona publik seseorang, bahkan juga diri Anda. Sebagai contoh, jika seorang chef atau influencer besar dikenal karena pernah bangkrut atau mengalami kegagalan lucu, ia bisa menamai bisnis mie ayamnya "Mie Ayam Cicilan Lunas", merujuk pada perjuangan finansial yang akhirnya terbayarkan, atau "Nasi Goreng Kesasar Gang Buntu", merujuk pada momen tersesat saat merintis karir. Strategi ini mengubah kelemahan atau keunikan personal menjadi daya tarik brand yang jujur, menciptakan koneksi emosional dengan konsumen yang menyukai cerita otentik di balik sebuah hidangan.

Editor :
Berita Terkait
Berita Terkini