SUKABUMIUPDATE.COM - Tahun 2025 terasa seperti puncak perayaan panjang bagi penggemar musik Jepang di Indonesia. Bayangkan, legenda rock HYDE datang, duo storyteller YOASOBI memborong dua hari konser, dan band anime FLOW siap mengguncang dua kota! Momen-momen ini adalah babak baru yang sangat menyenangkan, tapi kisah kecintaan kita pada musik Jepang sudah dimulai sejak lama, lho. Mari kita putar balik mesin waktu, kembali ke era kaset dan VCD bajakan, ini Adalah Jalan Ninja Musik Ketika Energi J-Rock Merasuki Indonesia
Ketika itu, internet belum secepat sekarang, tapi musik-musik rock dari Negeri Sakura berhasil menyelinap masuk melalui soundtrack anime dan komik. Di masa ini, band Jepang muncul dengan penampilan yang "gila" tapi keren: rambut panjang warna-warni, makeup tebal, dan kostum yang rumit. Inilah era demam Visual Kei!
Di Jakarta, ada satu band yang berani mengambil risiko besar, J-Rocks. Mereka bukan sekadar band rock biasa. Mereka muncul dengan jaket Harajuku, gaya rambut spiky, dan lirik yang kadang disisipi bahasa Jepang. J-Rocks menjadi semacam "perwakilan resmi" Vibe Jepang di panggung musik kita. Mereka membuat anak muda yang tadinya cuma bisa berkhayal nonton L'Arc-en-Ciel jadi bisa merasakan hype-nya. Ketika J-Rocks tampil, panggung kita terasa seperti sepotong Shibuya yang pindah ke Jakarta.
Baca Juga: 74% Pria Merokok! Indonesia Negeri Para Perokok
Kehadiran J-Rocks saat itu membuka pintu lebar-lebar. Tiba-tiba, banyak band indie lokal mengikuti jejak ini, mencoba sound gitar yang lebih nyaring dan melodi yang melonjak-lonjak penuh energi.
Band-band Indonesia sering mengadopsi elemen seperti melodi yang catchy dan penuh emosi, sound gitar yang tebal, atau bahkan elemen visual ala Harajuku/Anime.
Melodi yang Catchy dan Soundtrack Kehidupan (2010-an)
Memasuki tahun 2010-an, pengaruhnya mulai matang dan tak lagi fokus pada kostum. Generasi baru musisi Indonesia menemukan band seperti ONE OK ROCK, yang menawarkan rock modern yang powerful namun punya melodi yang sangat catchy dan mudah dinyanyikan.
Di sinilah pengaruh itu menjadi lebih cair dan natural. Band-band pop-punk dan emo lokal mulai memperhalus sound mereka, memasukkan unsur melodi yang dramatis dan aransemen yang terstruktur rapi, mirip dengan J-Rock kontemporer. Musik Jepang tak lagi asing, ia menjadi bagian dari playlist wajib anak muda, berdampingan dengan musik Amerika dan Inggris. Ini adalah era di mana J-Rock sudah meresap ke dalam DNA bermusik tanpa harus tampil mengenakan kimono.
Dominasi Digital dan Nostalgia yang Groovy (2020-an - 2025)
Di era TikTok dan Spotify, gerbang masuk musik Jepang kian lebar. Ada dua tren besar yang menjadi highlight di tahun 2025:
- Kembalinya City Pop: Tiba-tiba, lagu-lagu Jepang era 80-an yang groovy dan funky (seperti Mariya Takeuchi) viral lagi. Suara bass yang asik dan melodi yang nostalgia ini kemudian menginspirasi band-band muda Indonesia. Band seperti The Lantis berhasil menangkap vibe pop retro Jepang ini, menciptakan musik yang terasa familiar sekaligus segar bagi telinga Gen Z.
- Kekuatan Anime Modern: Tidak ada yang bisa mengalahkan YOASOBI dalam hal ini. Duo ini berhasil mengubah cerita pendek menjadi hit global, diperkuat oleh popularitas anime. Ini mengajarkan musisi Indonesia bahwa narasi yang kuat adalah kunci.
Baca Juga: Obrolan Warung Kopi: Urang Sunda Ngopi di Kota Mochi, Kunaon Galaxy S26 Ultra Jadi Mahal Pisan?
Pendorong Subculture: Komunitas penggemar anime, manga, dan J-Pop/J-Rock di Indonesia adalah pasar yang sangat loyal (Credit Foto: L'arc en ciel)
Pesta Akbar di Tahun 2025
Tahun 2025 menjadi penanda. Ketika legenda seperti HYDE memilih Jakarta sebagai satu-satunya pemberhentian turnya di Asia, itu bukan kebetulan. Itu adalah pengakuan terhadap basis penggemar Indonesia yang luar biasa loyal.
Pesta ini terasa lengkap: kita merayakan masa lalu dengan melihat idola pertama kita datang, dan kita merayakan masa depan dengan menyambut band-band digital yang menjadi soundtrack hidup kita hari ini. Dari gimmick Visual Kei yang funky hingga storytelling digital yang mendalam, musik Jepang telah menjadi teman setia yang membuat kancah musik Tanah Air makin berwarna, keren, dan global.
Detail Panggung Membawa Aura Tokyo ke Jakarta
- HYDE: Energi Legenda yang Tak Pernah Pudar
Penampilan HYDE pada 1 November 2025 di Tennis Indoor Senayan terasa seperti sebuah upacara rock yang khusyuk namun meledak-ledak.
- Deskripsi Panggung: Ketika lampu panggung padam, aura misterius langsung menyelimuti arena. HYDE, yang dikenal sebagai vokalis L'Arc-en-Ciel, naik ke panggung dengan tampilan serba gelap, memancarkan karisma rock yang dingin namun magnetis. Begitu riff gitar pertama meletus, ia langsung bergerak dengan energi yang tak terduga, seolah waktu tidak mempan pada dirinya.
- Momen Nostalgia: Di tengah lagu-lagu rock metal yang tebal dari album [INSIDE]-nya, ada beberapa momen di mana ia menyapa penonton dengan senyum tipis mengingatkan penggemar lama pada masa kejayaan Laruku. Ketika penonton serempak mengangkat tangan dan bernyanyi bersama, itu adalah bukti betapa eratnya ikatan emosional fans Indonesia dengan musik rock Jepang yang telah menemani mereka selama dua dekade.
Baca Juga: Harga Mahal dan Rilis Mundur? Ini Alasan Samsung Rela Tunda Galaxy S26 Demi 'Otak' AI yang Brutal
Meskipun J-Rock dan J-Pop punya gaya khas, pengaruhnya terhadap musisi tanah air sangat terasa (gambar:Canva)
- YOASOBI: Pesta Visual Digital dan Storytelling yang Cepat
Berbeda dengan HYDE, konser YOASOBI pada akhir Februari 2025 di Istora Senayan adalah sebuah perayaan budaya pop yang serba cepat, penuh warna, dan futuristik.
- Deskripsi Panggung: Panggung YOASOBI didominasi oleh layar LED besar yang menampilkan animasi dan ilustrasi yang sangat detail, sesuai dengan narasi setiap lagu. Vokalis Ikura (Ikuta Lilas) tampil enerjik, mengimbangi tempo musik yang seringkali melonjak cepat (high-speed J-Pop).
- Puncak Hype: Ketika mereka membawakan lagu-lagu yang populer sebagai soundtrack anime, euforia penonton mencapai puncaknya. Istora Senayan berubah menjadi lautan cahaya yang menari-nari. Pengalaman ini bukan hanya tentang mendengar musik, tapi juga tenggelam dalam visual yang telah mereka lihat di layar ponsel atau laptop sebuah konfirmasi bahwa koneksi digital kini beralih menjadi koneksi fisik. Konser YOASOBI terasa seperti festival anime yang disulap menjadi live concert pop berteknologi tinggi.
Kedua konser tersebut, HYDE sebagai ikon yang menjunjung tradisi rock yang kuat, dan YOASOBI sebagai pionir pop yang menguasai ranah digital, menunjukkan spektrum betapa beragamnya selera dan mendalamnya pengaruh musik Jepang di Indonesia pada tahun 2025. Indonesia telah bertransformasi menjadi salah satu pasar musik Asia yang paling inklusif, merayakan masa lalu J-Rock yang legendaris sekaligus menyambut masa depan J-Pop yang serba hype dan digital. Ini adalah bukti kecintaan yang tak lekang, sebuah perayaan yang terus bertumbuh dan semakin kaya akan makna.

