SUKABUMIUPDATE.com - Mantan Kepala Desa (Kades) Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Heni Mulyani (53), dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Ia terbukti menyalahgunakan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) hingga menimbulkan kerugian negara lebih dari setengah miliar rupiah.
Dilihat dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Bandung, Jumat (24/10/2025), sidang putusan terhadap Heni berlangsung pada Selasa 21 Oktober 2025 dengan majelis hakim yang diketuai Syarip serta dua anggota, Adeng Abdul Kohar dan Iis Siti Rochmah. Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Anggi sebelumnya menuntut Heni dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan. Namun, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Heni Mulyani oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sejumlah Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Hakim Ketua Syarip.
Kasus korupsi yang menyeret Heni sempat menyita perhatian publik Sukabumi. Perempuan yang dilantik sebagai Kades Cikujang untuk periode 2019–2027 itu diketahui memanfaatkan dana pembangunan desa untuk kepentingan pribadi sejak awal masa jabatannya.
Baca Juga: Senyum Bu Kades Cikujang Sukabumi Saat Hendak Ditahan di Lapas Perempuan Bandung
Berdasarkan hasil audit, perbuatannya menimbulkan kerugian negara sebesar Rp500.556.675. Dana yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki infrastruktur, sarana pendidikan, hingga pemberdayaan masyarakat desa justru raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Selain itu, Heni sempat membuat heboh masyarakat setelah diketahui menjual bangunan Posyandu Anggrek 08 seharga Rp45 juta. Namun, kasus tersebut tidak dimasukkan dalam petitum pengadilan karena Heni telah mengganti biaya pembangunan posyandu tersebut.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, Agus Yuliana Indra Santoso, menjelaskan bahwa vonis dijatuhkan setelah majelis hakim menemukan bukti kuat penyalahgunaan keuangan desa selama beberapa tahun anggaran.
“Pidana badan dijatuhkan selama tiga tahun penjara, denda Rp50 juta dengan subsidair kurungan tiga bulan. Selain itu, terdakwa diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp500.556.675,” ujar Agus kepada awak media, Jumat (24/10/2025).
Dari total kerugian tersebut, sebagian dana berhasil disita sebagai barang bukti berupa uang tunai Rp30 juta, serta beberapa kegiatan desa yang sempat direalisasikan oleh terdakwa. Di antaranya belanja kursus pelatihan peningkatan kapasitas BPD sebesar Rp10 juta dan belanja pakaian dinas serta atribut Linmas senilai Rp5 juta.
Baca Juga: Polling Sukabumiupdate.com: 91 Persen Warganet Setuju Dana Pensiun DPR Dihapus
Namun, masih terdapat sisa uang pengganti sebesar Rp455.556.675 yang wajib dikembalikan oleh Heni. Jika tidak dibayar, maka ia harus menjalani tambahan pidana penjara selama satu tahun.
Usai putusan berkekuatan hukum tetap, Heni kini mendekam di Rutan Perempuan Bandung. Kejaksaan menyebut, proses hukum terhadap kasus ini berlangsung cukup panjang karena memerlukan verifikasi ulang atas bukti-bukti administrasi keuangan desa.
“Dari hasil penyelidikan dan audit, diketahui ada sejumlah kegiatan yang dilaporkan selesai padahal tidak ada realisasinya di lapangan,” jelas Agus.
Ironisnya, selama menjabat, Heni dikenal aktif berbicara tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Ia kerap menonjolkan program peningkatan kesejahteraan perempuan dan penguatan ekonomi lokal. Namun kenyataannya, sejumlah proyek pembangunan terbengkalai dan beberapa kegiatan desa tidak jelas manfaatnya.
Kini perjalanan Heni berakhir di balik jeruji besi. Dari seorang pemimpin yang dipercaya rakyat, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan. Kasus ini menjadi pelajaran bahwa jabatan publik bukanlah sarana untuk memperkaya diri, melainkan amanah yang harus dijaga dengan integritas.
Menurut Agus, putusan ini menjadi peringatan bagi seluruh aparatur desa agar lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara.
“Setiap rupiah dari rakyat harus kembali untuk rakyat,” pungkasnya.





