SUKABUMIUPDATE.com - Sungai Cikaso di Kabupaten Sukabumi yang diperkirakan memiliki panjang sekitar 65 kilometer dengan lebar mencapai 30 meter memiliki ikatan kuat dengan warga di sepanjang bantaran sungai tersebut, mulai dari kisah kecil di masa lalu hingga menjadi sumber penghidupan warga.
Khusus di Leuwi Cigeledug Sungai Cikaso yang berlokasi di Desa Bojong, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, kisah itu datang dari Uwa Budi seorang pria berusia 60 tahun penambang emas tradisional atau dalam bahasa daerah disebut ‘Ngadeplang’ yang telah dilakoninya selama puluhan tahun lamanya.
Kepada sukabumiupdate.com, Wa Budi mengaku memiliki ikatan batin yang sangat kuat dengan Sungai Cikaso, mengingat semasa kecil, Wa Budi dan teman sebayanya sering menghabiskan waktu luang di aliran sungai tersebut hanya untuk sekedar mandi atau mencari ikan.
“Dari zaman SD saya sudah sering main di sungai ini, kalau nggak mandi, ya mancing ikan. Kalau sekarang, walau udah tua, tetap saja ke sungai, tapi bukan main, sekarang ngadeplang cari emas.” ungkap wa Budi menceritakan.
Baca Juga: 2 Motor Adu Banteng di Cisaat Sukabumi, Remaja Perempuan Tewas Satu Luka Serius
Ditemani kantung lusuh berisi perbekalan untuk ngadeplang, Wa Budi menyusuri jalan setapak setiap harinya tanpa lelah, selepas Subuh, Ia berjalan kaki sekitar dua kilometer dari rumah sederhananya menuju tepian sungai. Jalur yang ia lalui bukan jalan besar, melainkan pematang sawah dan kebun yang sudah sangat ia hafal di luar kepala.
Semua itu ia lakukan untuk menghidupi keluarganya di rumah, Wa Budi memiliki tiga orang anak. Ia bekerja serabutan, namun Sungai Cikaso tetap menjadi tumpuan utama untuk menafkahi keluarga. Harapan yang sangat tinggi ia gantungkan kepada satu alat mendulang berbentuk piringan besar yang terbuat dari kayu kiara.
“Yang penting usaha,” katanya. “Kadang dapat, kadang enggak. Tapi kalau lagi mujur bisa bawa pulang seratus sampai dua ratus ribu sehari. Lumayan buat beli beras, bantu kebutuhan anak-anak yang sekolah.” sambutnya penuh pengharapan.
Ini bukan cerita di tambang emas modern yang menggunakan alat berat dengan hasil memuaskan, tapi ini merupakan cerita yang datang dari tambang emas tradisional yang sudah diwariskan berpuluh-puluh tahun oleh nenek moyang mereka.
“Sungai Cikaso bagi kami adalah kehidupan,” kata Wa Budi. “Petani di sekitar sini pakai airnya buat sawah. Di sungainya banyak ikan, terutama sidat atau lubang. Dan kami yang tidak punya sawah mencoba peruntungan dari butiran emas kecil yang Alloh titipkan di sini.” ucapnya.
Baca Juga: Jalan Rusak di Ruas Jampangkulon Sukabumi Dikeluhkan Warga, Mobilitas Warga Terganggu
Setelah seharian menghabiskan waktu di sungai, ketika matahari sebentar lagi akan terbenam, wa Budi bergegas untuk pulang, meski hasil yang didapatkan tak seberapa, senyumnya tetap terjaga. Ia percaya, selama Sungai Cikaso masih mengalir, rezekinya pun tak akan berhenti.
Pahit manis ia alami di Sungai Cikaso, dua kali banjir besar sekitar tahun 1977 dan 2024 yang mengguncang kehidupan warga Sukabumi Selatan (Pajampangan) saat itu menjadi kisah yang masih membekas di benak Wa Budi.
“Airnya waktu itu sampai menutup kebun dan sawah, Banyak yang kehilangan, tapi sungai ini tetap jadi berkah, kendati banyak perubahan pada DAS nya. Setelah banjir surut, kami mulai lagi dari awal,” kenang wa Budi.
Kisah Uwa Budi adalah potret keteguhan masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidup pada alam dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan. Di tengah derasnya arus modernisasi dan sulitnya lapangan pekerjaan, ia tetap memilih jalannya sendiri, hidup sederhana, menyatu dengan alam, dan menjaga warisan leluhur.
“Yang penting kita bersyukur, sungai ini sudah kasih saya banyak hal. Dari kecil sampai tua, saya hidup dari sini. Cikaso sudah seperti saudara sendiri.” kata wa Budi.