SUKABUMIUPDATE.com – Dugaan praktik ilegal logging atau penebangan liar di Blok Cangkuang, kawasan hutan lereng Gunung Salak, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, terus menuai sorotan. Aktivitas ini disebut sudah berlangsung lebih dari dua tahun tanpa pengawasan ketat, hingga kini menimbulkan dampak nyata bagi masyarakat sekitar.
Blok Cangkuang merupakan kawasan penting sebagai daerah resapan sekaligus hulu air yang mengalir ke wilayah Cidahu dan Parungkuda. Namun akibat maraknya pembalakan liar, kemampuan hutan menyerap air kian menurun. Warga kini mulai merasakan dampaknya berupa banjir yang berulang kali melanda kawasan tersebut.
Tim Advokasi Warga Cidahu dari Fraksi Rakyat, Rozak Daud, menegaskan dampak yang ditimbulkan bukan hanya soal air, melainkan juga kerusakan lingkungan dan ekosistem.
“Ini berdampak pada berkurangnya kemampuan hutan menyerap air hujan, memperbesar risiko banjir bandang dan tanah longsor di kawasan lereng Gunung Salak,” ujarnya, Selasa (9/9/2025).
Baca Juga: Aliansi Aktivis Minta KDM Selamatkan Lereng Gunung Salak Sukabumi
Rozak mencontohkan, bencana banjir bandang sempat terjadi pada 2022, lalu disusul banjir kecil beberapa kali, termasuk yang terbaru pada awal Agustus 2025. “Harusnya ini jadi perhatian serius. Buktinya bencana sudah berulang kali terjadi,” tegasnya.
Selain risiko bencana hidrologis, lanjut Rozak, pembalakan liar juga memperparah krisis lingkungan. Pohon-pohon besar yang berfungsi menyerap karbon banyak hilang, sementara spesies tumbuhan dan satwa liar kehilangan habitatnya.
“Ekosistem hutan terganggu. Satwa-satwa liar seperti burung, elang jawa, kancil hingga macan tutul jawa terancam kehilangan tempat tinggal dan sumber pangan,” jelasnya.
Ia juga menyinggung komitmen Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang selama ini dikenal konsisten memperjuangkan penyelamatan hutan. Menurutnya, kasus di lereng Gunung Salak harus menjadi ujian nyata.
“Ini ujian untuk Gubernur Jabar yang selama ini konsisten dalam upaya penyelamatan lingkungan. Tentu masyarakat berharap aktivitas ini segera dihentikan,” tambahnya.
Rozak bahkan menyoroti dugaan adanya pembiaran dari pihak pengelola Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Menurut laporan warga, penebangan dilakukan secara terang-terangan.
“Harusnya fungsi pengawasan berjalan. Tapi ini sudah lama terjadi. Bahkan ada laporan warga yang melihat para pelaku membawa alat pemotong kayu ke atas dengan bebas,” ucapnya.
Kini, warga Cidahu yang tinggal di lereng Gunung Salak mulai bersuara lantang. Bersama Fraksi Rakyat, mereka berencana menggelar aksi ke kantor TNGHS maupun pemerintah daerah untuk mendesak penghentian aktivitas ilegal logging.
“Jelas-jelas ini sudah berdampak pada warga. Jika dibiarkan, maka kami yang akan bergerak sendiri melawan ilegal logging,” tandas Rozak.