SUKABUMIUPDATE.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Biro Sukabumi menyatakan keprihatinannya dan mengecam dugaan pelarangan peliputan yang dialami sejumlah jurnalis saat kunjungan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) ke rumah singgah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Senin, 30 Juni 2025.
Berdasarkan siaran pers yang diterima sukabumiupdate.com, Rabu (2/7/2025), AJI menilai tindakan pembatasan kerja jurnalistik yang sah dan dilakukan sesuai etika profesi adalah bentuk pembungkaman kebebasan pers yang tidak dapat dibenarkan dalam negara demokratis.
AJI mencermati larangan terhadap jurnalis, termasuk permintaan menghentikan siaran langsung (live report) dan pelarangan perekaman gambar oleh pihak pengamanan gubernur, merupakan bentuk penghalang-halangan terhadap tugas pers. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1), yang menyatakan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pasal 4 ayat (2) dan (3) menyebutkan:
- Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
- Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.
Berdasarkan hal itu, AJI Bandung Biro Sukabumi menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam keras segala bentuk pembatasan dan pelarangan peliputan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas, termasuk yang terjadi saat kunjungan Gubernur Jawa Barat di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
2. Menilai tindakan pengamanan gubernur yang membedakan perlakuan antara jurnalis independen dan tim media internal sebagai bentuk diskriminasi dan intervensi terhadap kemerdekaan pers.
3. Menegaskan bahwa rumah singgah yang dikunjungi gubernur bukan ruang privat negara, dan kegiatan di dalamnya yang menyangkut kepentingan publik tidak dapat dikecualikan dari pengawasan media.
4. Mendesak Gubernur Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk memberikan klarifikasi terbuka, menindak pihak yang bertanggung jawab, dan menjamin agar kejadian serupa tidak terulang dalam agenda resmi pemerintah.
5. Mengimbau seluruh jurnalis untuk tetap berpegang pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam menjalankan tugas serta tidak tunduk pada intimidasi atau pembatasan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kebebasan pers.
AJI Bandung Biro Sukabumi menegaskan kerja jurnalistik adalah bagian dari hak publik untuk tahu. Setiap bentuk pelarangan terhadap pers adalah ancaman serius terhadap demokrasi.
Baca Juga: Kemenham Duga Ada Aktor Intelektual di Balik Kasus Retret Sukabumi, Para Tersangka Warga Biasa
Kronologi Dugaan Pelarangan Liputan
Kunjungan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke rumah singgah di Kampung Tangkil RT 04/01 Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Senin, 30 Juni 2025, diwarnai dugaan pelarangan peliputan terhadap sejumlah jurnalis yang hadir di lokasi. Insiden ini menimbulkan kekecewaan di kalangan awak media.
Kejadian bermula saat beberapa jurnalis melakukan peliputan kedatangan gubernur, termasuk menyiarkan secara langsung melalui media sosial (live report). Namun, peliputan tersebut mendapat hambatan dari orang yang diduga merupakan bagian dari pengawal gubernur. Mereka meminta jurnalis menghentikan siaran langsung dan tidak merekam kegiatan di lokasi.
Situasi berlangsung dalam suasana ramai, menyusul viralnya pembubaran kegiatan retret pelajar Kristen di rumah singgah tersebut pada Jumat, 27 Juni 2025. Awak media dan warga telah berkumpul sejak pagi, pada Senin lalu.
Ketegangan meningkat saat seorang perempuan yang diduga mengalami kesurupan dievakuasi ke dalam rumah. Upaya jurnalis untuk merekam momen tersebut kembali dihalangi. Pagar dan pintu rumah singgah ditutup, membatasi ruang gerak media.
Salah satu jurnalis menyatakan sempat menunjukkan kartu identitas pers dan diizinkan masuk, namun dilarang merekam dengan alasan lokasi dianggap sensitif. Sementara itu, tim media internal gubernur tetap melakukan peliputan hingga ke area dalam rumah.
Perbedaan perlakuan ini menjadi sorotan. Jurnalis menyayangkan pembatasan tersebut, mengingat rumah singgah yang dimaksud bukan ruang privat negara dan peliputan dilakukan sesuai etika jurnalistik.
Karena situasi yang cukup ramai dan demi menghindari konflik, jurnalis memilih tidak memperpanjang perdebatan dan melanjutkan peliputan setelah kunjungan gubernur selesai.