SUKABUMIUPDATE.com - Rencana pembangunan jalan lingkungan di Desa Neglasari, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, menimbulkan polemik. Sebab, sebuah perusahaan kimia di wilayah tersebut berkirim surat kepada Camat Lengkong yang meminta peninjauan kembali terhadap proyek itu.
Dalam surat tanggal 10 Juni 2025, perusahaan meminta aktivitas pengerasan jalan oleh Pemerintah Desa Neglasari, yang menghubungkan Kampung Tegaldatar RT 21/05 hingga Sirnahurip RT 25/06, ditinjau ulang. Mereka menilai pembangunan ini mengancam keselamatan dan operasional perusahaan karena dilalui kendaraan besar dan alat berat.
“Kami sudah menerima surat permohonan dari perusahaan. Rencananya Rabu besok (25 Juni 2025), kami akan fasilitasi pertemuan Forkopimcam, pihak desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan perusahaan,” kata Camat Lengkong Ade Rikman kepada sukabumiupdate.com pada Senin (23/6/2025).
Dalam suratnya, perusahaan merujuk pada dua dokumen lama yakni surat pernyataan Desa Neglasari tahun 2011 dan surat Kecamatan Lengkong tahun 2011, yang menyatakan jalan tersebut digunakan untuk transportasi perusahaan dan tidak digunakan masyarakat serta tanggung jawab perawatan jalan berada pada perusahaan.
Baca Juga: Swadaya Warga Perbaiki Jalan di Mandrajaya Sukabumi, Puluhan Tahun Rusak
Namun, pernyataan itu menuai kritik dari berbagai kalangan. Rozak Daud, Juru Bicara Fraksi Rakyat Sukabumi, menyayangkan sikap perusahaan yang keberatan terhadap pembangunan jalan oleh pemerintah desa. “Perusahaan seharusnya menjadi penopang pembangunan, bukan menghalangi. Ini jalan desa, statusnya jelas. Kalau memang ada kendaraan besar, perusahaan seharusnya membangun jalan tambang sendiri, bukan mengandalkan fasilitas desa,” tegas dia.
Rozak juga mengungkapkan, berdasarkan pantauan lapangan, jalan tersebut kini digunakan sebagai akses transportasi perusahaan, bahkan terdapat tumpukan material milik perusahaan di sepanjang ruas jalan. Ia menyebut keberatan perusahaan tidak berdasar dan lebih bertujuan menyelamatkan kepentingan korporasi semata.
“Pernyataan tahun 2011 itu pun perlu ditinjau ulang. Jalan desa dipakai untuk kepentingan perusahaan dengan kompensasi jembatan permanen, yang kini sudah roboh karena bencana pada Maret 2025. Jangan sampai tanggung jawab sosial perusahaan justru dijadikan alat untuk membatasi hak masyarakat atas pembangunan," ujarnya.
Rozak mendesak pihak kecamatan untuk tidak tunduk terhadap tekanan korporasi. Menurutnya, pembangunan jalan tersebut sudah melewati mekanisme formal seperti musyawarah dan pengusulan, dan yang terpenting, jalan itu berstatus jalan desa.
Hingga saat ini belum ada keterangan resmi dari perusahaan terkait rencana pertemuan yang akan difasilitasi pemerintah kecamatan. Pertemuan nanti diharapkan dapat meredakan ketegangan dan menghasilkan solusi terbaik bagi masyarakat dan seluruh pihak terkait.