Mengenal Hirschsprung, Penyakit yang Buat Perut Dua Bocah Sukabumi Membesar

Sukabumiupdate.com
Selasa 26 Agu 2025, 15:56 WIB
Mengenal Hirschsprung, Penyakit yang Buat Perut Dua Bocah Sukabumi Membesar

Ilustrasi. Anak menderita gejala penyakit Hirschprung. (Sumber Foto: Peduli Sehat)

SUKABUMIUPDATE.com – Dua anak di Kabupaten Sukabumi, Muhammad Adriansah (7 tahun) dan Azka Apriliansyah (3 tahun), tengah berjuang melawan penyakit Hirschsprung, kelainan bawaan langka yang menyebabkan gangguan pergerakan usus.

Penyakit ini membuat mereka mengalami sembelit kronis hingga perut membesar, mengganggu kualitas hidup mereka sejak lahir. Apa sebenarnya penyakit Hirschsprung, dan bagaimana penanganan serta harapan untuk kedua anak ini?

Kisah Adriansah dan Azka: Perjuangan Melawan Hirschsprung

Muhammad Adriansah, bocah asal Kampung Cihurang, Desa Pasirsuren, Kecamatan Palabuhanratu, merupakan anak tunggal dari pasangan Andri (33 tahun) dan Yuyun (45 tahun). Sejak lahir, Adriansah menderita Hirschsprung, yang menyebabkan per Alphabeticum perutnya terus membesar akibat penyumbatan usus.

Pada 2024, ia sempat dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung, namun pengobatan lanjutan terhenti karena kekhawatiran keluarga terhadap operasi dan keterbatasan pendampingan.

Pemerintah setempat, melalui Kecamatan Palabuhanratu, Puskesmas Citarik, dan Pemdes Pasirsuren, bergerak cepat. Pada Senin, 25 Agustus 2025, mereka mengunjungi rumah Adriansah untuk asesmen kesehatan dan sosial. Mereka terus meyakinkan keluarga untuk membawa Adriansah ke RSUD Palabuhanratu.

"Mudah-mudahan besok atau lusa pasien bisa diperiksa di RSUD Palabuhanratu. Jika memang harus dirujuk, kita akan bawa ke rumah sakit rujukan," ujar Sekretaris Kecamatan Palabuhanratu, Hendriana kepada sukabumiupdate.com, Selasa (26/8/2025).

Menurutnya, Adriansah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), sehingga biaya pengobatan bukan kendala utama.

Baca Juga: Perut Membesar Akibat Hirschsprung, Bocah 7 Tahun di Palabuhanratu Perlu Pengobatan Segera

Sementara itu, Azka Apriliansyah, balita dari Kampung Cimapag, Desa/Kecamatan Ciemas, juga menderita Hirschsprung. Anak kedua dari Samsudin (41 tahun) dan Ngatini (30 tahun) ini telah menjalani operasi saat berusia lima bulan. Namun, ia masih memerlukan kontrol medis rutin hingga usia 3-5 tahun untuk operasi lanjutan.

"Saat ini Azka harus dibantu dengan workout melalui anus dua kali sehari. BPJS Kesehatan keluarga sudah aktif, jadi untuk biaya medis di rumah sakit relatif aman. Kendala yang paling berat adalah soal biaya operasional dan kebutuhan keluarga selama masa perawatan,” kata M Padilah Wardan, Ketua Karang Taruna Ciemas sekaligus pendamping desa Ciemas.

Menurut Padilah, pihak desa dan puskesmas berencana membawa Azka ke RSUD Palabuhanratu pada Senin mendatang, dengan kemungkinan rujukan ke Bandung.

Baca Juga: Balita di Ciemas Sukabumi Berjuang Lawan Penyakit Hirschsprung, Butuh Dukungan Warga

Apa Itu Penyakit Hirschsprung?

Menurut laman ayosehat.kemkes.go.id, Hirschsprung adalah kelainan bawaan lahir yang terjadi ketika sebagian usus besar (kolon) tidak memiliki sel saraf yang disebut ganglion. Sel-sel saraf ini penting untuk mengendalikan gerakan usus. Tanpa sel ganglion, bagian usus tersebut tidak dapat berkontraksi dan menggerakkan tinja, yang menyebabkan obstruksi atau penyumbatan usus.

Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar Indonesia, Dito Anurogo mengungkapkan, penyebab utama penyakit Hirschsprung adalah kegagalan perkembangan sel saraf ganglion di dinding usus selama masa janin. Kondisi ini diyakini terkait dengan mutasi genetik tertentu dan dapat terjadi secara sporadis atau diturunkan dalam keluarga.

"Secara genetik, penyebab utama Penyakit Hirschsprung berakar pada gangguan sinyal RET, gen yang seharusnya mengarahkan sel-sel saraf untuk mencapai usus bagian bawah. Ketika sinyal ini gagal, sel-sel saraf mati sebelum tiba di tempat tujuan, meninggalkan bagian usus tanpa kontrol saraf yang memadai," ujar alumnus PhD dari IPCTRM College of Medicine Taipei Medical University Taiwan itu.

Tidak hanya RET, Dito menyebut gen EDNRB dan EDN3 turut berkontribusi pada hambatan migrasi sel saraf, memperburuk kondisi. Selain itu, mutasi pada gen SOX10 dapat mempengaruhi perkembangan sel saraf secara keseluruhan, bahkan mengaitkannya dengan sindrom lain.

Lebih lanjut Dito memaparkan bahwa secara histologis, ciri khas Penyakit Hirschsprung adalah tidak adanya sel ganglion di area yang terdampak, serta penebalan serabut saraf yang berusaha mengompensasi kekosongan tersebut.

Adapun gejala utama penyakit Hirschsprung dapat bervariasi berdasarkan usia penderita:

  • Pada bayi baru lahir: Tidak buang air besar dalam 48 jam pertama setelah lahir, muntah hijau atau coklat, perut buncit, dan rewel.
  • Pada anak-anak: Sembelit kronis, pertumbuhan terhambat, infeksi usus (enterokolitis), dan tinja berbau busuk.
  • Pada remaja dan dewasa: Sembelit parah, kembung, dan nyeri perut kronis.

"Intinya, secara klinis, kondisi penderita penyakit Hirschsprung ini termanifestasi dalam sembelit kronis yang berulang, perut kembung, hingga risiko infeksi usus yang meningkat,"
 ungkap Dito.

Dito menuturkan, penyakit Hirschsprung bukanlah sekadar gangguan buang air besar,  melainkan kondisi genetik kompleks yang memerlukan intervensi medis intensif sejak dini.

"Dengan memahami mekanisme molekuler di baliknya, harapannya pengobatan yang lebih efektif dapat dikembangkan untuk mengatasi gangguan saraf usus yang menyebabkan derita berkepanjangan ini," sambungnya.

Bagaimana cara mendiagnosis penyakit Hirschsprung?

Dito menyebut Diagnosa dilakukan melalui beberapa pemeriksaan berikut:

  • Pemeriksaan fisik: Dokter akan meraba perut untuk mendeteksi pembengkakan usus.
  • Foto Rontgen atau X-ray perut untuk melihat adanya penyumbatan.
  • Biopsi rektum untuk mengambil sampel jaringan usus dan memeriksa keberadaan sel ganglion.
  • Manometri anorektal untuk mengukur fungsi saraf di sekitar anus.

Menurut Dito, penyakit Hirschsprung dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan panjang segmen usus yang terkena:

  • Hirschsprung Segmen Pendek (Short-Segment): Hanya sebagian kecil usus yang terkena.
  • Hirschsprung Segmen Panjang (Long-Segment): Sebagian besar usus besar terkena.
  • Total Colon Aganglionosis: Seluruh usus besar tidak memiliki sel ganglion.

Dito menuturkan, pengobatan utama penyakit Hirschsprung adalah pembedahan. Ada dua jenis operasi utama:

  • Pull-through Surgery: Bagian usus yang tidak memiliki sel ganglion diangkat, dan bagian usus yang sehat disambungkan ke anus.
  • Kolostomi: Lubang buatan dibuat di perut untuk mengeluarkan tinja sementara, sebelum operasi pull-through.

Ia memaparkan risiko dan komplikasi dari penyakit ini meliputi:

  • Enterokolitis Hirschsprung: Infeksi berat pada usus yang dapat mengancam nyawa.
  • Sembelit kronis pasca operasi.
  • Inkontinensia atau kesulitan mengontrol buang air besar.

Lantas apakah penyakit Hirschsprung dapat disembuhkan?

"Ya, penyakit Hirschsprung dapat disembuhkan melalui operasi. Namun, beberapa pasien mungkin masih mengalami masalah pencernaan seperti sembelit atau infeksi usus meskipun setelah operasi," kata Dito.

"Dengan perawatan yang tepat, prognosisnya umumnya baik. Sebagian besar anak dapat hidup normal meskipun ada risiko komplikasi jangka panjang seperti sembelit kronis atau enterokolitis," tambahnya.

Ia kemudian meminta pihak orang tua pasien harus bekerja sama dengan tim medis untuk memahami rencana perawatan, menjalani operasi sesuai jadwal, serta memastikan pemantauan pasca operasi yang ketat untuk mencegah komplikasi.

"Orang tua dan pasien disarankan untuk mengikuti rencana perawatan medis secara ketat dan menjaga pemantauan pasca operasi guna mencegah komplikasi serta memanfaatkan perkembangan terapi regeneratif di masa mendatang," tandasnya.

Berita Terkait
Berita Terkini